4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Memulas bibir sensual dengan lip cream merah menyala lalu menyemprotkan parfum Chanel yang manis nan segar membuat penampilan Sherly lebih mirip pelakor siap merebut lelaki orang. Dia kembali merapikan tatanan rambut panjang yang sengaja dikeriting bagian tengah hingga ujung rambut agar terkesan bervolume. Sementara balutan mini dress satin hitam dengan spageti strap menonjolkan lekukan tubuh terutama dada yang bisa membuat para buaya lupa daratan. Sherly patut memberikan seratus jempol pada orang yang berhasil menciptakan push up bra tanpa harus membuatnya melakukan implan.

"Pantas saja si Eric enggak bisa move on dari gue," gumam Sherly menatap pantulan wajahnya dari cermin penuh percaya diri. "Cewek seksi badass gini, mana bisa dia cari lagi."

Usai menemui klien yang mengalami pelecehan seksual untuk mengumpulkan keterangan di acara persidangan nanti, Sherly langsung berganti jadwal untuk berjumpa dengan lelaki pengusaha batik yang dikenalkan oleh Sandra di Fable yang ada di lantai dua fairground SCBD. Baginya, gedung ini adalah surga dunia di mana Sherly tak perlu susah payah mengendarai mobil untuk ke kelab malam sebagai tempat melepas penat di tengah hiruk pikuk ibukota. Di gedung SCBD yang serba ada layaknya toserba, tak hanya berjejer perkantoran dan hotel, tapi ada juga kafe, kelab malam, kondominium, pusat perbelanjaan hingga rooftop. Betapa inginnya Sherly sungkem, memeluk, dan mencium siapa pun yang mencetus gagasan cemerlang atas dibangunnya kawasan bisnis Jakarta Selatan ini.

Di atas ankle strap heels hitam, kaki jenjang Sherly keluar dari toilet dan mata lentik itu mencari-cari wajah lelaki berambut ikal dengan lesung pipi sesuai foto yang dikirim Sandra di ponselnya. Kemudian dia membuka aplikasi WhatssApp dan membaca kembali di mana posisi terakhir lelaki berusia 35 tahun yang menjadi teman kopi darat bernama Johan. Sherly berjalan dan menerobos kerumunan orang-orang yang sedang berjoget di antara dentuman musik deep house yang mengentakkan telinga juga lampu laser dan LED keunguan menyorot para tamu.

Sesaat kemudian, dia menangkap seorang lelaki bertubuh tegap melambaikan tangan yang memegang segelas koktail tengah duduk di depan counter bar. Seketika itu juga Sherly memindai lelaki bertampang manly yang mengenakan kemeja lengan pendek berwarna hitam untuk menonjolkan lekukan bisep yang membuat tangannya tak sabar menelusuri otot terlatih itu. Walau jaraknya beberapa meter, Sherly langsung memberi nilai 9.5 dari angka sepuluh pada garis rahang tegas yang ditumbuhi bewok tipis serata kulit sawo matang. Sekilas, dia akan berkata kalau Johan mirip dengan aktor kesayangan Sherly, Ario Bayu.

Tapi, menilai sempurna hanya dari penampilan saja tidak cukup. Sering kali gaya mewah yang ditunjukkan para buaya berbanding terbalik dengan attitude mereka. Ada yang baru berjumpa langsung main sosor sampai mengajaknya menginap di hotel. Sherly bukannya berlagak sok suci walau dalam permainan cinta ini dikala dia adalah pawang buaya. Tapi untuk masalah ranjang, Sherly cukup pemilih. Hanya segelintir orang yang bisa menjadi teman tidurnya. Di sisi lain, Sherly juga tidak merelakan tubuhnya menjadi jajanan lelaki hidung belang yang tidak jelas status kesehatannya. Tapi, mendapati betapa hot penampilan Johan daripada yang ada di foto, membuat Sherly harus menimbang ucapannya sendiri.

"Halo," sapa Sherly dengan nada lembut yang sungguh terdengar berbeda dibanding saat berada di peradilan.

"Hai, Sherly Rosalie ya?" lelaki imitasi Ario Bayu itu mengulurkan sebelah tangan. "Gue kira Dian Sastro kok cantiknya kebangetan."

Sherly membalas uluran tangan itu sambil tertawa anggun, menutup tampilan giginya dengan sebelah tangan serta mengerling nakal sebagai tanda kalau dia tertarik atas rayuan receh kenalannya. Dari jabatan tangan yang cukup kuat itu, Sherly bisa tahu kalau lelaki di samping kanannya ini tipikal orang yang ingin menunjukkan kekuasaan dan kekuatan mereka sebagai dominan. Oke, mari kita lihat sejauh mana si dominan akan menaklukkan hati, pikir Sherly.

"Ayo duduk dulu, mau pesan apa?" tawar si buaya menarik kursi bar. Seketika mata bulat lelaki itu menyorot tepat ke arah potongan dress Sherly, menampakkan paha mulus yang menanti untuk dibelai.

"Mojito aja deh, lagi enggak pengen mabuk," ucap Sherly yang langsung dibuatkan oleh bartender botak. "Tadi, nunggu lama ya? Sorry, gue kelarin kerjaan dulu tadi."

"Enggak kok, gue juga baru sampai sekitar lima belas menit lalu," jawab Johan. "Jadi, udah berapa lama lo temenan sama si Sandra?"

"Dia temen gue pas SMA, akhirnya ketemu lagi pas pindah ke kantor pusat," ujar Sherly menerima gelas koktail dari bartender. "Makasih. Kalau lo, Jo?"

"Dia langganan gue di toko batik, nyokapnya kan reseller di daerah Tangerang," jawab Johan. "Akhirnya dia nawarin gue buat kenalan sama lo. Tapi ... enggak ada yang bakal marah kan kalau kita ngobrol begini?"

Hampir saja Sherly menyemburkan minuman yang tengah diteguk kala mendengar perkataan Johan. Dia berpaling memandangi lelaki itu yang sedang memainkan bibir gelas miliknya dan pancaran matanya menyiratkan rasa penasaran. Laki-laki mana sih yang tidak ingin menjadi penghuni di hati Sherly? batin Johan. Cantik, cerdas, mandiri, dan pintar berargumen. Empat komponen itu yang selalu Sandara ikrarkan kepada Johan tentang Sherly sampai pada akhirnya dia menerima tawaran menarik untuk kencan buta. Jikalau Sherly masih jomlo, maka Johan akan berteriak di atas gedung SCBD dan mengatai kalau lelaki di luaran sana bodoh setengah mati mengabaikan daya pikat sang pengacara.

Sherly menggeleng pelan kemudian berkata, "Klise lo kalau tanya gitu. Gue juga enggak bakal mau nemuin lo kalau udah ada gebetan, Jo."

Bibir Johan langsung mengembang walau dari sorot matanya masih mencari celah kebohongan Sherly. "Ya, habisnya ... siapa sih yang enggak bakal kepincut sama lo, Sher? Gue aja langsung kepincut kok," jujurnya.

"Lo nembak gue?" sembur Sherly blak-blakan tahu ke mana arah pembicaraan ini.

"Masih naksir doang, lo takut gue tembak?" goda Johan terkekeh.

"Lo takut gue tolak?" balas Sherly yang lebih mengisyaratkan agar lelaki itu tak terburu-buru menyatakan cinta. "Cowok kalau lihat cewek bohai dikit langsung asal nembak ya, heran gue."

"Namanya juga usaha, Sher. Cewek kayak lo itu langka kalau masih jomlo." Johan menyesap minumannya lagi lalu berpaling ke arah lantai dansa di mana banyak muda-mudi asyik berjoget melepaskan lelah.

"Kayak lo udah laku aja, Jo."

"Gue mah santai aja. Ngapain buru-buru nikah kalau ujung-ujungnya jadi duda. Apalagi urus anak itu ribet. Jakarta sudah penuh, kasian calon anak gue. Mending dia di langit ke tujuh aja sama malaikat main sepuasnya tanpa harus lihat dunia," terang Johan membuat Sherly kagum dan membenarkan opini lelaki itu.

Di dunia yang sudah penuh dengan manusia serakah, sering kali anak-anak tak berdosa menjadi korbannya. Apalagi di jaman sekarang di mana koneksi internet sangat mudah diakses sampai-sampai orang tua keteteran untuk memfilter hal-hal yang tak semestinya ditonton. Akibatnya, kasus pemerkosaan anak, pelecehan seksual, pembuangan bayi dan anak, sampai KDRT yang melibatkan anak-anak pun makin meningkat. Belum lagi kasus kawin muda yang ujungnya pisah karena tidak siap secara mental dan finansial, mereka hanya mengutamakan rasa cinta ketimbang logika bagaimana mengarungi bahtera rumah tangga.

"Eh, lo enggak mau ke sana?" tunjuk Johan ke arah orang-orang yang menari-nari tak jauh dari mereka.

Gadis bergincu merah itu mengangguk dan beranjak dari kursi bar lalu menuju lantai dasar. Tubuh rampingnya bergoyang mengikuti entakkan musik dan sorot lampu LED yang bergerak-gerak bersamaan dengan efek gun smoke yang muncul menambah fantastis area dansa. Johan mengimbangi gerakan Sherly sambil sesekali meninggikan suara untuk mengimbangi musik kalau dia senang bertemu sang pengacara. Berulang kali lelaki hitam manis itu meluncurkan serangan rayuan agar bisa meluluhkan hati Sherly.

Sherly hanya tertawa lalu lekukan pinggangnya dilingkari tangan kanan Johan sampai tidak ada jarak lagi di antara keduanya. Bau mulut berasal dari minuman beralkohol yang ditenggak Johan tercium di hidung lancip Sherly. Dia tidak mempermasalahkan hal itu saat aroma maskulin yang cukup kuat juga terendus menggoda sanubarinya. Johan menunduk sembari tangan satunya menyelinap ke area tengkuk Sherly dan turun perlahan menyusuri tulang punggung yang menjadi titik sensitif kaum hawa. Otomatis sang pengacara itu mendongak dan tanpa sadar kedua matanya ikut terpejam menikmati belaian pengusaha batik tampan ini. Johan tersenyum tipis makin merapatkan badannya ke arah gadis itu.

Layaknya mendapat undangan, kedua tangan Sherly melingkari leher Johan seraya memiringkan kepala dan berbisik, "Lo mau di sini apa di tempat lain?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro