[6] Grys World: The Beginning of Fallen Kings #1 by Rose_Inverno

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Judul: Grys World: The Beginning of Fallen Kings #1

Penulis: Rose_Inverno

Wattpad ID: Rose_Inverno

Genre: fantasy

Jumlah Part: 19 + 1 prolog

Status: ongoing

Blurb:

Grys planet terindah yang tercipta dari cahaya bintang-bintang tak terbatas. Pada zaman kuno planet itu dipimpin oleh sang Raja tertinggi, Arc Vermillion dan ketiga raja lainnya. Planet itu kini dijaga oleh para empat klan terkuat Grys. Masing-masing dari mereka memegang empat pecahan kristal Sciere. Kristal itu membuat perlindungan tak terlihat sepanjang dinding atmosfer Grys. Tetapi sebuah tragedi menghancurkan kerjasama empat klan. Salah satu dari mereka berkhianat. Membuat kristal tak berfungsi semestinya. Para iblis dengan leluasa memasuki atmosfer. Di tengah kekacauan itu pewaris kastel selatan yang tersisa mencoba mencari sekutu. Sylvia-- Pewaris kerajaan selatan mencoba mencapai kerajaan Utara. Berharap masih ada yang berjuang bersamanya. Ditengah kehancuran para penghuni senja kembali berjuang. Mencoba melakukan kudeta bagi klan timur. Perebutan takhta, perang, kesengsaraan, dan air mata. Para Fallen berjuang kembali merebut harga diri mereka. Kisah perebutan takhta pada saat kekaisaran berkuasa. Saat para iblis menapaki jalan mereka di Grys. Perlawanan dari mereka yang mencari kedamaian.

***

Hasil:

- Premis: Setelah membaca blurb dan prolog, Grys World dapat aku pastikan sebagai fantasi epik. Kalau kita ngomongin fantasi epik, sebenarnya aku mulai—dan selalu—dapat gambaran bahwa yang dijadikan cerita pasti soal white vs black. Kebaikan melawan kejahatan, moral dan moral, dengan bumbu intrik bahwa ternyata semuanya tidak benar-benar putih dan tidak benar-benar hitam. Grys World lewat prolognya seolah menyajikan akan memberikan konflik itu, meski aku bisa menarik kesimpulan lain bahwa ini adalah cerita perebutan takhta. Premis takhta kerajaan—dengan konflik moral lawan moral—memang cukup banyak ditemui di fantasi epik. Oke, karena aku terbiasa tidak masalah dengan premis yang dipakai, mari kita lanjut ke poin berikutnya.



- Karakterisasi: Aku sungguh kebingungan ketika sudah tiga bab pertama tapi aku tak kunjung "berkenalan" Sylvia dan kroni-kroninya, sepertinya, karena adegannya sedang intens, aku jadi membayangkan rupa adegan tanpa merasa masuk sebagai Sylvia atau Grey. Ini mungkin patut diperhatikan untuk membuat pembaca bersimpati, atau supaya pembaca bisa lebih menempatkan dirinya seperti karakter tersebut, tapi jangan semuanya dibeberkan. Memang, dicicil adalah kuncinya, lalu siapkan 1-3 rahasia besar yang akan diungkap di bab lebih jauh. Sehingga pembaca bisa merasakan bahwa ia mungkin minimal berada di dekat Sylvia dan saling berbagi perasaan. Selain itu, rasanya, saking adegannya terlalu memacu jantung, aku jadi tidak dapat melihat bagaimana rupa fisik karakter.



- Alur: Aku bisa katakan bahwa Grys punya alur yang cepat, tanpa bertele-tele langsung masuk ke arena pertarungan. Aku paham ketika bab 1 setelah prolog dimulai dengan cara yang seperti itu, tentu saja supaya menggaet pembaca. Teknik yang bagus, walaupun ternyata dalam eksekusinya harus mengorbankan banyak hal. Salah satunya adalah alasan mengapa Sylvia tiba-tiba (katakanlah) sudah berada di medan pertempuran bersama teman-temannya. Selain itu, pace cerita jadi ... menurutku kurang nyaman untuk dinikmati. Entah, rasanya ketika kita belum siap, kita langsung diajak naik begitu saja.

Setelah prolog yang memuat banyak informasi epik, tanpa beristirahat untuk menarik napas atau sekadar mencerna informasi yang langsung dikeluarkan seperti yang ada di prolog, langsung diangkat naik seperti wahana Hysteria. Sepanjang aku membaca pun, rasanya seperti disodorkan di tengah sebuah film, begitu saja. Tanpa introduksi yang bagus dan jadi mengawang-awang seperti: "Oke, jadi ini awalnya bagaimana dan konfliknya apa lalu tujuannya bagaimana?". Langsung diperlihatkan tanpa alasan yang jelas membuatku kurang nyaman untuk menikmati cerita.



- Sudut Pandang: untuk bagian ini, aku tidak ada masalah. Yang jadi poinku adalah pengambilan info yang diceritakan terlalu lebar. Ini patut dikendalikan dalam cerita fantasi, karena menurutku, pembaca tidak peduli bentuk dunia atau sebagus apa duniamu, atau awal mula duniamu—bukan tidak peduli juga sih, lebih tepat kalau kukatakan, bahwa itu semua bukanlah poin yang harus diutamakan. Contohnya seperti prolog yang berisi berbagai info soal asal mula. Aku biasanya cenderung menghindari hal ini, untuk prolog yang memasukkan awal mula itu aku punya formula: "kalau aku belum bisa menulis prolog tentang asal mula sebuah kejadian yang jadi poin utama sependek apa yang dilakan di kartun Avatar, maka aku akan menghindarinya."

Bahkan, Avatar itu bisa menuliskan awal mula kejadian dalam 1-2 kalimat. Kalau diambil contoh film pun, tidak ada film fantasi yang dimulai dari mengambil syuting bentuk Bumi khayalan yang berbentuk mangkok. Umumnya, adegan tempat-tempat yang bikin "wah" itu disorot ketika memang tokoh ada di sana. Jadi, mulailah dari apa yang ada di sekitar tokoh, seperti bab tiga. Dijelaskan mereka berjalan di daerah tundra, lalu ada Byron. Bahkan, narasi soal Byron itu sebenarnya bisa dihilangkan karena sudah bisa masuk di dialog. Mungkin, akan timbul pertanyaan: "oke, kalau prolog kumulai tanpa menjelaskan asal mula, terus gimana dong?" jawabannya ada di poin saran.



- Diksi: Untuk ini aku tidak ada masalah, diksi yang dipakai mudah kumengerti dan tidak bikin aku mengernyit, ya umum ditemui saja.



- EBI: Kesalahan klasik yang dialami oleh sebagian besar penulis ternyata aku temukan di Grys. Apa itu? Penulisan "di-". Perlu dicatat, penulisan "di" digabung jika tidak menunjukkan tempat seperti kalimat ini (lihat kata digabung). Lalu, jika menunjukkan tempat, tentu saja dipisah. Logikanya seperti penulisan "di Surabaya" dan "diSurabaya", tidak mungkin kan menuliskannya dengan "diSurabaya"? Alay, 'kan jadinya? Oke kalau gitu, gimana dengan "di sana" atau "disana"? "disini" atau "di sini"? "dibalik" atau "di balik"? Di sana, di sini, di mana, di balik, semuanya dipisah karena berkaitan dengan tempat/lokasi sesuatu objek yang disebutkan dalam kalimat. Logikanya seperti di atas, masa kita mau menulis kalimat yang menunjukkan tempat tapi kita menulisnya "disana"? Berarti harusnya jadi "diSurabaya", dong (misal kalau tempatnya diganti nama kota)? Waduh, itu alay, tidak mungkin dipakai, oleh karena itu penulisannya dipisah.

Sementara itu untuk "dibalik" dan "di balik", semuanya betul, tapi memiliki dua arti yang berbeda. "Dibalik" berarti menunjukkan aktivitas, sementara "di balik" menunjukkan lokasi benda yang berada di sebalik sebuah benda lain. Jangan lupa, aku juga menemukan dialog tag yang salah. Seperti penggunaan titik setelah dialog, tetapi lanjutannya adalah dialog tag seperti: ujarnya, tawanya, komentarnya. Kalau bingung, kalimatnya bisa dibalik seperti: [ "Aku menginginkanmu." Thomas berujar.] Sebenarnya ada satu lagi tapi aku akan skip, cuma aku tulis di sini supaya penulisnya bisa tanya ke orang lain. Karena begini, banyak istilah di Grys itu memakai istilah Bahasa Inggris, dan karena ini fantasi, aku jadi bingung apakah harus cetak miring (italic) atau tidak.



- Kelebihan: Aku selalu give applause untuk penulis epic high fantasy karena imajinasi mereka yang luar biasa, membuat dunia sendiri dengan segala makhluk di sana yang fantasiah sekali.



- Saran: Oke ini untuk prolog, ada berbagai alternatif cara memulai cerita, tetapi hindari pada yang berisiko memunculkan info dump (info yang berujung ternyata dia tidak terlalu berguna atau kebanyakan). Aku sudah sedikit kasih patokan di atas bahwa prolog yang memuat info bisa disederhanakan seperti Avatar. Kemudian, buat prolog menggunakan "In Medias Res" yang artinya: Di tengah, memulai cerita. Itu kaya gimana? Jadi ambil bagian tengah cerita yang memunculkan sebuah konflik, akhir cerita juga boleh, yang pasti harus ada adegan konflik, gunakan itu untuk memancing pembaca dan mengubah bukumu jadi adiktif, supaya pembaca nyaman membaca ceritamu.


Terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro