Bab 25 { Switch Direction }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Biju merupakan simbol kekuatan dan perdamaian setiap desa yang di ketahui masyarakat. Tetapi sebenarnya bukan hanya itu, ada hal lain yang lebih kuat dari pada biju yaitu batu kristal suci yang kini di perebutkan," Jelas Raikage sembari mengepulkan asap rokok dari mulutnya, "Dengan kata lain batu suci itu adalah rantai dari para biju,"

Konohamaru nampak menyimak dengan saksama setiap patah kata darinya, hingga tak sadar ia telah menghabiskan beberapa camilan yang di khususkan untuk Sakura sembari berjalan menyusuri lorong. Menuju pintu Keluar dari tempat persembunyian Raikage juga klan penting lainnya.

"Batu suci itu di bentuk oleh setengah chakra para pemimpin sebagai simbol kesetiaan juga pengabdian pada desa. Dari kage yang pertama hingga yang sekarang memimpin mereka harus memberikan setengah chakra mereka pada batu kristal itu. Daimyo adalah orang paling berkuasa dan orang yang pertama kali mengusulkan ide itu,"

"Dan Kakak menolak memberikan setengah chakranya hingga membuat desa kami hancur, Yo!" Sela B sembari bersedekap dengan wajah merengut, membuat sang Raikage mendesis kesal sembari mengacungkan kepalan tangannya.

"Para klan besar dan berpengaruh juga di wajibkan melakukan perjanjian itu. Seperti klan kami. Tetapi untungnya Tousan menolak dan memilih menjadi pihak netral seperti yang di lakukan Raikage-sama dan klan Nara," ucap Hinata dengan nada datar tak seperti biasanya.

"Lalu apa hubungannya dengan Orochimaru-sama dan perebutan wilayah juga isu lainnya?" Tanya Sakura yang semakin penasaran dengan penjelasan singkat mereka.

"Batu kristal itu bisa memberinya keabadian juga kekuatan tak terbatas. Ia mengadu domba para Kage dan daimyo dengan iming-iming menggiurkan seperti membangkitkan orang mati atau apapun yang mereka inginkan. Padahal sebenarnya ia hanya mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri," sela Hanabi saat melihat gelagat Hinata yang sudah bersiap menjawab.

Sakura nampak masih memikirkan keputusannya untuk memihak Gaara kali ini benar atau tidak. Hingga lamunannya seketika terpecah begitu merasakan getaran kecil pada tanah yang ia pijak. Emeraldnya kini memperhatikan pintu batu di hadapannya kini perlahan terbuka oleh kekuatan para prajurit Raikage.

Pria tua itu pum menepuk pundak Sakura dan mengatakan, "Besok bulan purnama penuh. Kau hanya punya waktu sampai hari itu untuk mengumpulkan batu suci yang telah di pecah menjadi 6. Kau bisa memberikannya pada Kazekage-Gaara atau meletakannya sendiri di kuil Minami no Aki. Jika tidak Orochimaru akan menyalahgunakan batu suci itu dan menghabisi kita semua,"

"Satu hal lagi yang harus kau ingat Sakura. Jangan letakan batu suci itu di kuil Junsuina Hi. Karena siapapun yang melakukan pengorbanan di sana takkan selamat," Ucap Hanabi sembari menggenggam tangannya membuat gadis itu langsung mengangguk mengerti.

"Kakak, biarkan aku menemani Sakura-san. Yo!" Rengek B yang terus saja berdiri di belakang punggung Sakura dan memegangi bahunya.

"B, kita berada di pihak netral. Jangan ikut campur atau kita akan mencelakai Kazekage," Ucapnya membuat pria itu kembali mengekspresikan raut murungnya dan perlahan mundur.

Hinata nampak memberikan dua buah batu kristal berukuran sedang dengan bentuk seperti kubus yang di aliri listrik, sebelum Sakura melangkah keluar.

"Yang warna ungu adalah milik klan kami dan yang berwarna putih milik Raikage. Jaga baik-baik Sakura, hanya kau harapan kami," Ucap gadis Hyuga itu yang segera mengepalkan tangan Sakura.

"Juga, jika kau bertemu dengan Naruto-kun. katakan padanya, kami masih hidup dan akan terus menunggunya menyelesaikan masalah ini," Sambungnya sembari tersenyum simpul dan mengusap perutnya sendiri, membuat Sakura melongo tak percaya.

"Hinata, kau ..."

"Nee, itulah kenapa kami ingin buru-buru menikah,"

Gadis musim semi itu kini menyunggingkan senyum bahagianya lalu menyentuh perut gadis Hyuga itu, "Aku akan segera menyelesaikan semua ini dan menyuruh pria bodoh itu segera pulang. Tunggulah,"

Hinata pun segera memeluknya singkat sembari berterimakasih sebelum ia melangkah keluar. Tanah pasir yang menenggelamkan sedikit telapak kakinya kini terasa begitu dingin karena matahari tak mau menunjukan cahayanya, sekalipun jam di pergelangannya sudah menunjukan pukul sepuluh.

Hanya mendung dan angin dingin yang Sakura rasakan saat ia semakin menjauhi mulut gua itu yang perlahan kembali di selimuti pasir itu.

Ia menggulirkan maniknya ke segala arah namun hanya padang pasir yang ia lihat. Tidak ada patokan kemana ia harus pergi, sekalipun ia sudah sering menjelajah Sunagakure. Padang pasir itu kini terlihat semakin suram juga menakutkan, seluruh bulu kuduknya kini terasa berdiri setiap kali angin melewati tubuhnya.

"Gaara!" Teriaknya sembari berharap pria itu mau mendengarnya walau hanya sekali saja.

Biasanya Kazekage itu akan datang sekalipun ia mengucapkan namanya dengan setengah berbisik. Tetapi sekalipun ia sudah berteriak sekuat tenaga pria itu tak kunjung menunjukan batang hidungnya.

Ia juga memanggil Shukaku atau ninken Kakashi tetapi tidak ada yang datang. Pada akhirnya Sakura hanya berjalan mengandalkan instingnya. Hingga tiba-tiba sesuatu yang dingin memegang pergelangannya.

Sakura yang sangat terkejut segera menghempas tangan kecil itu. Manik emeraldnya seketika terbelalak begitu melihat ada seorang anak kecil tengah terduduk di pasir, "Gomen, kau tidak apa?" Tanya gadis musim semi itu sembari mendekat dan membantunya kembali berdiri.

"Sedang apa kau di tengah gurun begini? Dimana orang tuamu?" Sambungnya membuat anak laki-laki yang tengah membersihkan pasir pada pakaiannya itu menoleh pada Sakura.

Tatapannya begitu datar, ia juga tak mengukir ekspresi apapun pada wajahnya, "Tidur." Satu kata singkat itu cukup membuat Sakura lega, fikiran jika anak itu mahluk halus segera terhempas begitu mendengarnya berbicara.

Namun, dari suaranya ia seperti mengenalinya. Sakura kini berjongkok di hadapannya, memperhatikan anak laki-laki yang cukup tampan itu. Usianya sekitar enam atau tujuh tahunan. Matanya setajam elang dengan manik merah muda yang terlihat sangat bening.

"Aku sepertinya pernah mendengar suaramu. Apa kau yang menuntunku saat itu di kuil Minami no Aki?" Tanyanya membuat manik merah muda itu terbelalak lebar.

"Entahlah,"

"Uhmm, mungkin kau akan sedikit jika aku menyebutkan identitasku. Namaku Haruno Sakura, siapa namamu?" Tanyanya membuat anak itu semakin menatap lebih dalam pada emerald gadis itu.

Tiba-tiba ia berbalik memunggunginya lalu berkata, "Kazuhiko."

Sakura seketika terdiam karena lagi-lagi sepertinya ia pernah mendengar nama itu. Saat ia akan berdiri Kazuhiko tiba-tiba menarik tangannya dan menuntunnya dengan langkah yang terburu-buru.

"He ... Hey! Kau mau membawaku kemana?"

Beberapa kali Sakura bertanya anak itu akan membawanya kemana. Namun, ia tidak menjawab apapun dan hanya berkata sesuatu yang menurutnya penting saja, sama seperti Gaara.

Hingga setelah sekian ratus langkah menyusuri padang pasir itu, Kazuhiko akhirnya berhenti. Sakura nampak segera membungkuk untuk mengatur napas karena anak itu benar-benar menyeretnya tanpa henti, hingga ia hampir kehabisan napas karena terus berjalan cukup cepat.

Belum selesai ia menghirup napas panjang, Kazuhiko tiba-tiba menggoyangkan tangan Sakura sembari menunjuk pada kumpulan tenda di bawah bukit pasir yang tak jauh dari tempat mereka berpijak, "Paman," Ucapnya sembari menunjuk seseorang yang keluar dari tenda.

Sakura seketika memicingkan matanya, mencoba melihat lebih jelas siapa orang yang di maksud oleh Kazuhiko. Namun, sebelum ia mengenalinya sosok itu sudah kembali masuk ke tenda.

Seperti menemukan harta karun, Kazuhiko kembali menarik tangan Sakura dan berjalan begitu cepat menuruni bukit pasir kecil itu. Saat mereka sudah dekat dengan kumpulan tenda itu, Sakura nampak sedikit ragu untuk ikut masuk karena melihat beberapa anbu Sunagakure tengah bersiaga mengelilingi tenda.

"Sakura-sama!" Ucap para prajurit dengan lantang begitu melihat gadis musim semi itu perlahan berjalan masuk karena terus di tarik oleh Kazuhiko.

Pandangan mereka terasa tajam juga waspada. Tak heran, pasti kabar statusnya di cabut secara tidak hormat oleh Kankuro sudah tersebar luas dan membuat para  prajurit bisa menangkapnya kapan saja dengan tuduhan penyusup atau lebih parahnya pengkhianat desa.

Sakura benar-benar merutuki kebodohannya karena percaya pada sembarang orang, hanya karena dia dekat dengan shisounya. Ia benar-benar ingin merobek mulut sang pria ular yang sudah membohonginya sekarang juga dan menyumpalnya dengan berbagai ramuan agar ia bungkam seumur hidup.

Lamunan gadis itu seketika pecah begitu mendengar derap langkah para prajurit itu mendekatinya. Saat ia sudah berancang-ancang kabur karena takut di tangkap, para prajurit itu tiba-tiba berlutut menunduk hormat padanya hingga membuat Sakura terlihat begitu kebingungan.

Seharusnya mereka menangkap atau membunuhnya secara langsung, karena telah memasuki wilayah Suna tanpa izin bukannya menunduk hormat.

"Sakura?" Panggil seseorang yang membuatnya kembali terkejut dan segera menoleh ke belakang.

Kazuhiko yang mendengar suara sang putri Suna, Temari. langsung melepas genggamannya dan berlari ke arah wanita berkuncir empat itu. Tanpa ragu Kazuhiko nampak melompat dan langsung memeluknya.

"Temari-san? Kau ada di sini? Luka-lukamu? Lalu anak ini?"

Temari nampak tersenyum sembari mengecup singkat pipi Kazuhiko, "Nee, tentu aku baik-baik saja karena sebenarnya aku tidak turun ke medan tempur kemarin,"

"Hah! Bagaimana bisa shannaro?"

"Kurenai-sensei dan Sasuke, membantu kami," Jawab Shikamaru yang tiba-tiba keluar dari salah satu tenda di dekat mereka. Pria berkuncir nanas itu terlihat memakai perban pada bagian kepala juga pundak hingga perut.

Ia nampak segera mengambil alih anak itu dari gendongan Temari lalu menjawil hidungnya, "Biar aku yang gendong. Kau masih terluka," Ucap putri Suna itu namun Shikamaru berpura-pura tak mendengar lalu menimang Kazuhiko seperti putranya sendiri.

"Shikamaru? Kau ada di sini? Bagaimana dengan masalah di perbatasan dan di mana teman kita?" Tanya gadis itu membuat Shikamaru tersenyum simpul.

"Untuk sementara perbatasan aman. Sasuke langsung mundur begitu Raikage sudah mengamankanmu dan Itachi-san langsung menghilang. Rekan kita yang lain kini sudah menyadari kesalahannya dan tengah mencari batu suci bersama Sasuke juga Kurenai-sensei,"

"Lalu, anak ini?"

"Dia?" Tanya Shikamaru sembari mengangkat Kazuhiko ke udara, "Siapa lagi kalau bukan anak Kankuro," Sambung pria Nara itu dengan nada datar yang sukses membuat Sakura ternganga tak percaya.

"Anak Kankuro!" Pekiknya membuat Temari terkekeh.

"Ya, anak angkat maksudnya. Juga calon Kazekage muda kita," Jawab Temari sembari memeluk tangan sang pria Nara dan menjawil hidung Kazuhiko.

"Apakah Ayame-san ..."

"Tidak, dia tidak bermasalah. Mereka sepakat mengangkatnya sebagai anak atas keinginan Gaara yang ingin buru-buru turun dari jabatannya,"

Sakura semakin bingung mendengarnya karena setahunya Gaara tidak pernah berencana turun dari jabatannya dengan cepat. Ia bahkan selalu bilang akan mempertahankannya sampai mati, tapi entah kenapa ia berubah fikiran sekarang.

"Dari suaranya, sepertinya aku pernah bertemu Kazuhiko di kuil Minami no Aki. Apa benar?"

"Ya, dia anak emas di sana. Tapi sayang, setelah kazekage di hukum ingatannya jadi hilang,"

"Bagaimana bisa shannaro?"

"Entahlah,"

"Setahuku Kankuro tidak akan setuju dengan rencana pergantian pemimpin ini,"

"Ya, kau benar. Bahkan sampai saat ini setan boneka itu masih mencari celah untuk membatalkannya," sarkas Shikamaru yang sudah kesal akan ulah Kankuro yang suka meninggalkan Kazuhiko di sembarang tempat dan tak memperdulikan omelan Ayame juga orang-orang terdekatnya.

Sakura masih tak percaya dengan apa yang baru saja kupingnya dengar. Ia perlahan mendekat lalu menyentuh wajah anak itu, "Dimana Tousanmu?" Tanyanya yang segera membuat Kazuhiko menunjuk pada sebuah tenda yang cukup besar di dekat mulut gua.

"Kalau begitu Temari-san, apa kau melihat Gaara? Aku ingin menyampaikan sesuatu,"

Temari kini saling bertukar pandang dengan Shikamaru karena mereka tak berani melawan perintah Kankuro yang sudah paten. Sakura yang mengerti dengan keraguan mereka pun akhirnya mengalah lalu mulai berbicara, "Jika tidak boleh. Aku minta tolong sampaikan ini," ucap Sakura sembari merogoh kantong kecil di pinggangnya, tetapi Temari segera menahan tangannya.

Tanpa banyak bicara, wanita berkuncir empat itu segera meletakan telunjuknya di depan bibir. Mengisyaratkannya agar diam, lalu menariknya ke sebuah tenda yang cukup dekat dengan milik Kankuro hingga mereka harus sedikit mengendap-endap.

Para penjaga yang akan memberi salam hormat segera di hentikan oleh isyarat diam dari Temari. Saat ia menyibakan kain tenda di hadapannya, bayangan sang kazekage di balik tirai putih itu pun terlihat jelas.

Sakura segera menundukan wajahnya begitu berjalan mendekatinya bersama Temari, "Gaara. Ada beberapa hal yang ingin di sampaikan Sakura, jadi beri dia satu kesempatan saja,"

Sang Kazekage yang tengah membaca sebuah kertas sembari bertopang dagu itu nampak mengangguk lalu memutar kursinya, memunggungi mereka, "Mendekatlah,"

Temari pun segera mengambil secarik kertas juga pena di mejanya karena ia mengerti pantangan yang harus di jalani gadis itu.

Sakura pun mulai menuliskan setiap rincian penjelasan batu suci itu juga perintah dari Raikage sembari meminta maaf, lalu menyerahkan kertas itu beserta dua batu suci yang ia pegang pada Temari.

Tak ingin menorehkan rasa sakit lebih dalam pada hatinya, ia pun segera pamit dalam diam. Lalu berlari pergi sekencang mungkin dari sana.

Saat ia akan keluar dari wilayah itu, tiba-tiba Shikamaru melompat di hadapannya, membuat gadis itu tersentak kaget hingga mundur beberapa langkah dan segera mengusap mata juga pipinya yang basah sembari tertunduk.

"Sakura, kau baik-baik saja?" Tanya pria Nara itu sembari terus memperhatikan wajah Sakura.

"Shikamaru, aku ingin kembali pada Kakashi sekarang. Permisi," Ucapnya sembari kembali melangkah, mencoba pergi tetapi pria Nara itu kembali menghalanginya.

"Di luar tidak aman. Biarkan kami ... "

"Kau mau kemana, pengkhianat?" Teriak seseorang yang seketika membuat gadis itu mematung.

Jantungnya kini benar-benar terasa copot, hawa dingin pun seketika menyelimutinya. Sosok pemilik suara yang merupakan Kankuro itu pun terlihat mendekat padanya dan langsung memegang kedua bahu gadis itu lalu memutarnya hingga mereka berhadapan.

"Kemarin kau mengkhianati kami dengan membocorkan informasi pada Orochimaru. Sekarang, kau memberikan dua batu suci pada kami. Sebenarnya apa maumu?" Tanyanya sembari sedikit membungkuk, mensejajarkan mata mereka. Tetapi Sakura tetap saja tak bisa menatapnya karena masih terikat pada titah pangeran Suna itu.

Sang kazekage yang melihat gadisnya terlihat begitu tertekan pun segera keluar dari tendanya dan langsung menarik mundur Kankuro. Keduanya kini saling melempar tatapan tajam satu sama lain, "Sakura hanya ingin menghentikan perang saudara ini. Ia selalu berada di pihak kita jadi jangan sekalipun kau menuduhnya sebagai pengkhianat,"

"Tapi Gaara, dia...."

"Apapun yang dia lakukan itu demi kebaikan kita Kankuro! Coba analisa dan teliti lagi lebih dalam sebelum kau melayangkan tuduhan pada seseorang,"

"Tetap saja dia ..."

Gaara  seketika menghentikan ucapan Kankuro dengan mengangkat telapak tangannya di hadapan wajah pria kugutsu itu, "Cukup. Jangan bicara lagi atau kau akan membuat Sakura berubah fikiran,"

Gemeretak kekesalan ia tunjukan sembari berdecih. Pria Kugutsu itu segera berbalik ke tempatnya dengan sikap tidak hormat, membuat Gaara menghela napas kasar.

"Kankuro," Panggil Gaara membuat pria itu menghentikan langkahnya.

"Kau urus Kazuhiko sendiri saja. Aku tidak akan bergerak sedikitpun dari sini dan lakukan apapun yang kau mau," Ucap pria itu yang segera kembali melangkah masuk ke dalam tendanya.

Sang Kazekage kini merapalkan sebuah jutsu yang membuat awan pasir kini terbentuk di bawah kakinya dan membuatnya melayang beberapa cm dari tanah. Ia pun segera menggendong Kazuhiko yang baru tiba dengan prajuritnya, lalu menggenggam Sakura. Membawa gadis itu duduk di sisinya bersama Kazuhiko.

"Bulan purnama akan datang esok. Kita tidak punya banyak waktu untuk berfikir. Sasuke dan Kurenai sudah mengambil dua batu suci lain. kita harus segera mengambil sisanya," Jelasnya membuat gadia itu mengangguk mengerti.

"Kakashi kini berada di pihak kita. Jadi tidak akan sulit mengambil batu suci darinya,*

Gaara seketika mengernyit tak percaya mendengarnya, "Benarkah?"

"Ya, ia mengatakan itu kemarin,"

Kazekage itu kembali terdiam mendengar nada bicaranya yang tidak menguarkan keraguan. Mereka pun segera pergi dari sana dengan awan futon Gaara, menemui sang bungsu Uchiha di titik temu yang sudah di sepakati.

********

Jam demi jam berlalu, tak terasa Sakura malah ikut tertidur di bahu Gaara selama perjalanan, menyusul Kazuhiko yang sudah terlelap di pangkuannya sejak berangkat tadi.

Ia seketika tersentak kaget begitu bangun dan menyadari telah bersandar padanya. Sakura yang kini menjadi salah tingkah segera memalingkan wajahnya yang kini semerah kepiting rebus. Sementara Kazekage itu nampak masih menatap datar ke depan tanpa sedikitpun melirik atau berkedip.

Sakura perlahan bergeser agar tak membangunkan Kazuhiko yang masih tertidur. Emeraldnya kini diam-diam melirik Gaara, hingga tiba-tiba pria itu menoleh dan membuatnya semakin malu. ia sangat ingin berbicara dengannya untuk memecah kesunyian, tetapi titah dari Kankuro benar-benar mengunci dirinya hingga Sakura tak bisa membuka mulutnya sedikitpun.

"Raiton raiju hashiri no jutsu!" Teriak Kakashi yang tiba-tiba sudah berdiri di tempat mereka akan mendarat. Petir berbentuk anjing yang keluar darinya pun langsung membelah awan pasir Gaara.

Sakura hampir saja terjatuh ke tanah jika sang pria perak tak langsung menangkapnya. Dengan secepat kilat Kakashi juga menangkap Kazuhiko, sementara Gaara sudah mendarat sempurna pada sebuah batang pohon.

"Kono yarou!" Teriak Sakura sembari meninju pipinya, membuat Kakashi seketika tertawa.

"Gomen," Ucapnya namun Sakura yang masih kesal dengan ulahnya seketika melayangkan jeweran keras pada kupingnya hingga pria perak itu meringis kesakitan.

"Ittetetette!"

"Apa kau tidak lihat kami tengah membawa seorang anak! Bagaimana jika ia celaka!" Teriak Sakura tepat pada kuping sang pria perak membuatnya hampir tuli.

"Nee, gomen-nee. Aku tidak lihat," Gerutunya  membuat Sakura segera melepas jewerannya.

Sang Kazekage kini melompat dengan cepat diantara mereka dan segera mengambil Kazuhiko.

"Rokudaime. Ini bukan waktunya untuk main-main, waktu kita hanya sampai bulan purnama esok," Ucapnya membuat Kakashi mengernyit bingung.

Sakura kini mendekat pada Kakashi lalu menggenggam tangannya, "Akar dari perselisihan ini adalah Orochimaru, kita harus mengumpulkan dua batu suci yang tersisa untuk menghentikan rencananya,"

Kakashi nampak menggulirkan manik onyxnya pada Sakura juga Gaara bergantian, mencari siapa yang bisa ia percaya.

"Apa yang akan anda lakukan jika batu suci itu terkumpul?" Tanyanya dengan tatapan tajam pada Gaara.

"Menghancurkannya,"

Jawaban Kazekage itu seketika menyambarkan firasat buruk pada hati Sakura. Jantungnya kini berdegup kencang, entah kenapa rasa sakit kini menusuk hatinya hingga membuat tenggorokannya tercekat.

"Gaara kita sudah setuju untuk meletakannya kembali di kuil Minami no Aki. Bagaimana kau bisa berubah fikiran shannaro?"

"Kuil itu sudah di hancurkan oleh Orochimaru. Jadi kita tidak punya pilihan lain, selain menghancurkannya," Ucapnya membuat gadis itu mematung, karena terus membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi jika mereka mengambil langkah ini.

"Bagaimana caranya?" Tanya Kakashi yang kini terdengar mulai menaruh kepercayaan padanya, membuat Sakura terkejut.

Gaara kini menatap pada Kazuhiko yang langsung menyembunyikan wajahnya pada bahunya, "Dengan pengorbanan kecil,"

"Apa jaminan kalau kau tidak mencoba menipu kami?"

Gaara tiba-tiba mengeluarkan sebuah gulungan dari dalam gentong pasirnya, lalu mengulurkannya pada Kakashi.

Sang pria perak seketika terbelalak begitu membaca isi gulungan itu, "Kau menjaminkan Shukaku?" Tanyanya membuat sang gadis musim semi seketika ternganga tak percaya mendengar kegilaan itu.

"Kau ingin jaminan kan? Aku hanya punya itu saja saat ini karena desaku sudah hancur," Ucapnya.

Sakura seketika memegang tangan kanan atas Kakashi. Begitu pria itu menoleh ia segera menggeleng tak setuju dengan apa yang di lakukan Gaara.

Tatapan bingung kini terlihat jelas pada manik onyx sang pria perak, "Aku setuju." Ucapnya tanpa fikir panjang membuat sang gadis musim semi di sisinya segera mundur beberapa langkah.

Kini pria perak itu menatap penuh atensi pada Gaara. Mereka pun segera berjabat tangan, menyetujui kesepakatan itu. Perlahan pria merak itu menurunkan Kazuhiko lalu berjongkok di depannya sembari memegang pundak kanannya.

"Dia adalah paman Kakashi. Tuntun dia pada batu suci, setelah itu bawa padaku," Ucapnya membuat Kazuhiko mengangguk pelan lalu berjalan pada sang pria perak.

"Rokudaime, anak ini memiliki kemampuan melacak batu suci juga chakra seseorang. Kau bisa mengandalkannya,"

"Terimakasih, Kazekage," Ucapnya yang segera membuat pria itu mengangguk lalu berjalan mendekat pada Sakura.

"Jaga dirimu baik-baik,"

Perasaan hangat dari nada bicaranya entah kenapa terasa menyayat hatinya. Rasa takut yang begitu besar entah karena apa kini melingkupi sang gadis musim semi hingga ia tak bisa menahan air matanya lagi dan tiba-tiba memeluk Gaara dengan begitu erat, seolah tak ingin melepasnya.

"Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat," Ucapnya sembari terisak membuat Kakashi kini merasakan hantaman rasa sakit yang luar biasa pada hatinya.

Perasaan bersalah kini melingkupi dirinya karena merasa telah begitu egois, hingga berani menghalalkan segala cara untuk mendapatkan gadis itu.

Perlahan Gaara melepas pelukannya dan mencium kening gadis itu lalu berjalan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun yang membuat Sakura semakin merasa sesak.

Setelah pria merah itu sudah pergi cukup jauh, Kakashi tiba-tiba maju dan langsung memeluknya dari belakang, "Ku kira aku akan kehilanganmu," Bisiknya.

Perasaan dalam hatinya yang tengah bergejolak tak karuan membuat Sakura segera melepas pelukannya dan sedikit mendorong mundur sang pria perak. Fikirannya benar-benar kacau hingga tak bisa merespon bentuk kerinduan maupun kasih sayang dari Kakashi

"Waktu kita sangat singkat, Kakashi. Kita harus segera menghentikan perang saudara iniz" Ucapnya sembari berjalan pada Kazuhiko dan menggenggam tangan kecilnya, "Ayo kita cari batu itu," ucapnya tanpa menoleh ke arah sang pria perak yang kini semakin merasa bersalah.

Kakashi pun segera mensejajarkan langkahnya sembari ikut menggenggam Kazuhiko. Di dalam hatinya ia terus berharap jika tidak ada lagi penipuan kali ini dan ia harap Sakura akan tetap menjadi miliknya setelah perang ini berakhir.

*******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro