Bab 29 { Sorrow}

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lengkingan suara sirine tanda bahaya di perbatasan tanah Kurowaku semakin mengaung keras begitu para monster turun dari gunung. Langit yang semakin memerah membuat suasana semakin mencekam.

Tanah tandus wilayah itu kini sudah berubah menjadi sungai darah. Bumbungan api yang membakar tempat tinggal para penduduk juga sebagian hutan, membuat suasana semakin kacau.

Denting senjata hingga dentuman ledakan yang berasal dari jutsu yang saling beradu terdengar begitu nyaring, hingga menggetarkan wilayah itu.

Kepercayaan diantara para prajurit, kage hingga daimyo tiba-tiba terpecah saat Orochimaru menyinggung masalah pribadi mereka. Amarah, kesedihan, egoisme dan semua emosi negatif  itu kini berpadu menjadi satu kesatuan yang membuat gejolak perang semakin membara.

Kejujuran yang menjadi poin penting untuk meredam perang saudara ini, entah kenapa masih belum juga di lantangkan. Mereka malah lebih fokus menghancurkan pilar-pilar kristal di sekitar kuil juga wilayah penduduk sipil yang tak kunjung hancur dan malah terus bergenerasi.

Raikage yang selalu berada di batas netral juga entah kenapa tiba-tiba datang ke medan perang dan langsung maju menyerang para prajurit Konohagakure. Dari umpatan juga hinaan yang terucap Sakura mulai mengerti, jika mereka mengira kalau Konoha adalah dalang dari kehancuran desa mereka kemarin.

Ikatan persahabatan juga kasih sayang yang telah di bentuk cukup lama diantara mereka kini melebur dan hancur tak tersisa. Karena bualan Orochimaru yang berhasil membangkitkan dendam lama mereka.

Sakura yang sudah tidak tahan dengan perang saudara ini terlihat berlari dengan cepat menerjang orang-orang yang ingin menghabisinya, sembari membawa buntalan kain berisi beberapa batu suci yang di serahkan Yamato.

Sang pria perak yang berlari cukup jauh darinya seketika tersenyum bangga melihat kekuatan juga ketangkasan Sakura bertambah berkali-kali lipat sekarang. Ia sengaja memberi jarak cukup jauh dengannya, agar Sakura lebih percaya diri pada kekuatannya dan bisa mengembangkannya lagi.

Hingga tiba-tiba saat mereka akan melewati sebuah jembatan, tanah di sekitar tiba-tiba kembali bergetar dengan  kuat. Kepanikan yang mencuat di sana, membuat peperangan itu seketika terhenti. Semua orang kini mulai ribut mencari mencari sumber kekuatan besar yang mampu mengguncang tanah itu hingga hancur dan langsung terbelah dua.

Sebuah tunjukan dari telunjuk Anko seketika mengejutkan Sakura yang tengah ikut mencari sumber getaran itu. Gadis musim semi itu seketika memicingkan matanya saat menatap pada arah yang di tunjukan Anko.

Netra emerladnya seketika terbelalak saat menangkap sosok Gaara yang tengah menaiki tangga kuil hitam, Junsuina Hi. Bersama belasan prajurit putih di belakangnya.

"Sakura, apa kau tahu kuil apa itu?" Tanya Anko yang membuat gadis itu seketika mengangguk.

"Ya, itu kuil suci Junsuina Hi. Tempat untuk memurnikan lagi seorang manusia atau benda suci yang telah ternoda oleh dosa pemiliknya," Ucapnya sembari kembali berlari bersama yang lain, "Kuil itu hanya akan ada 60 tahun sekali. Untuk memurnikan setiap dunia ini dan menghancurkan sesuatu yang jahat,"

"Ketika seseorang yang hatinya di penuhi duka atau kegelapan masuk ke kuil itu. ia tidak akan pernah bisa keluar lagi karena telah menjadi milik dewa-dewi di sana. Kalau ia melakukan peleburan diri demi kebaikan maka dewi akan membawanya ke surga. Tapi jika ia berbuat untuk ketamakan dirinya sendiri, dewi akan menjadikannya iblis," Sambung Kakashi yang tiba-tiba sudah berdiri diantara mereka.

"Langkah kedua ritual pemurnian diri ini adalah penyerahan segala yang berhubungan dengan duniawi, salah satunya memori ingatan. Tetapi sebelum Gaara menyerahkannya, ia akan di beri empat permintaan,"

"Langkah ketiga ia akan melebur dengan batu suci yang sudah ternoda akibat ketamakan dan ..."

"Sakura!"

"Sakura!"

Teriak Anko dan Kakashi bersamaan, saat gadis musim semi itu tiba-tiba berlari dengan cepat dari sana. Ia yang tidak ingin menunda waktu untuk menghentikan Gaara pun mulai memimpin di barisan paling depan. Ia telihat menerjang setiap musuhnya dengan begitu cepat dan tak memberi ampun sedikitpun pada mereka.

Para serigala aneh juga monster tiba-tiba melompat ke arah Sakura dari berbagai arah. Beberapa dari mereka berhasil menggigit juga mencakarnya, namun berkat byakugounya ia mampu bertahan dan memulihkan diri dengan cepat. Tanpa banyak berfikir ia pun membalas serangan para monster juga hewan buas itu, dengan tendangan juga tinjuan yang membuat mereka seketika tewas di tempat.

Para zetsu putih yang mencoba melukainya pun langsung di hajar habis-habisan olehnya. Kemampuan byakugounya yang tiba-tiba memudar, seketika membuat luka pada tubuhnya kembali mengucurkan darah segar yang cukup banyak.

Guratan garis hitam seperti akar kini kembali terukir pada kedua tangannya dan semakin merambat naik. Dengan sekuat tenaga ia terus menahan pergerakan racun itu hingga kepalanya mulai terasa pening.

Tekadnya yang begitu kuat untuk menghentikan aksi gila sang kazekage membuat langkahnya tidak berhenti di sana. Tanpa memperdulikan rasa sakit yang semakin menjadi, Sakura terus berlari memasuki hutan terlarang yang merupakan jalan satu-satunya untuk memasuki kuil itu.

Ujung jubahnya yang tersangkut semak berduri hampir saja membuatnya terjatuh. Ia pun segera menarik dengan kuat jubah itu hingga sedikit robek, lalu kembali berlari menyusuri jalan setapak yang cukup licin itu.

Bola-bola api dari langit tiba-tiba kembali jatuh tepat di hadapannya, membuat Sakura seketika jatuh tersungkur hingga kakinya lecet. Netra emerladnya seketika terbelalak begitu mengetahui sosok yang melemparkan bola api itu bukanlah Itachi, tetapi Kazuhiko.

Anak itu terlihat berpijak pada awan pasir miliki Gaara yang di kelilingi oleh batuan api hijau. Perasaan aneh juga janggal kini hinggap di benak gadis itu. Karena seharusnya chakra Kazuhiko berwarna ungu bukan hijau.

Saat ia sudah bersiap akan melompat ke arahnya, Kakashi tiba-tiba datang dan langsung menahan pergelangan tangannya. Sai juga segera berdiri di hadapan Sakura bersama para anbu dan para keturunan penjaga negara api.

"Kishi, minggirlah atau aku akan menghabisimu!" Teriak mayat hidup itu, membuat Sakura dan Kakashi mengernyit bingung.

"Kishi?" Tanya mereka bersamaan sembari menatap lekat anak itu, seolah tengah menyelidiknya.

"Ya, dia adalah Kishi, kakak dari Kazuhiko. Mereka adalah anak kembari dan tak sulit membedakannya. Coba kalian perhatikan manik matanya,"

Sakura seketika terkejut setelah memperhatikan anak itu dengan lebih dekat. Ya, Sai  benar. Anak itu memiliki warna mata merah seperti klan Uchiha, sedangkan Kazuhiko memiliki manik mata merah muda yang begitu bening.

"Kazekage dan adikku telah memberi tugas mengamankan jalannya penghancuran batu suci itu. Jadi tidak ada yang boleh melangkah masuk meski dalam jarak seratus meter," Ucap anak itu dengan nada yang kelewat datar, membuat Sakura seketika menjadi kesal.

Kishi tiba-tiba mengangkat kedua tangannya ke udara, membuat tanah di sekitar mereka lagi-lagi bergetar. Bumbungan api putih seketika keluar dari retakan tanah di hadapan mereka. Kishi seketika tersenyum melihat raut kebingungan orang-orang di bawahnya.

"Api ini adalah api suci. Kalian para manusia hina, akan langsung menjadi abu jika nekat mendekat," sambungnya sembari bersedekap dengan tatapan menghina.

Saat mereka akan menjawabnya, tiba-tiba terdengar suara gemerisik semak dari belakang.  Semua orang seketika bersiaga kalau-kalau musuh tiba-tiba menyerang. Namun, saat Sai akan mengayunkan katananya pada semak itu.

Ia tiba-tiba mundur dengan cepat sembari menurunkan senjatanya lalu menunduk hormat, pada sosok para kage yang baru tiba menyusul mereka. Pria tua itu pun mendecih tak suka, saat melihat sosok Kishi yang tengah berdiri dengan angkuh di hadapannya.

"Sakura. Kami mendapat pesan dari Anko-san jika kita harus menyelamatkan Gaara-sama saat penghancuran batu suci itu. Apa benar?" Tanya Mizukage-Mei yang seketika di jawab oleh anggukan oleh gadis musim semi itu.

"Tapi bagaimana?" Kurotsuchi yang masih berfokus pada Kishi di atasnya pun akhirnya bertanya, sembari menggulirkan tatapannya pada api putih di hadapan mereka.

Kakashi yang sedari tadi diam pun perlahan melangkah maju, lalu menatap anak itu dengan dingin, "Manusia memang tidak bisa melewati api suci ini jika ia memiliki sifat negatif, fikiran yang buruk dan niatan yang tidak baik. Tetapi apakah api suci ini akan membakar ketulusan seorang sahabat?" Ucapnya sembari mengulurkan tangannya pada api itu yang tiba-tiba perlahan meredup.

Pria perak itu semakin memberanikan diri untuk maju tanpa menunjukan ekspresi kesakitan atau panas sedikitpun. Kilauan cahaya putih berbentuk seperti bola kecil tiba-tiba muncul dan langsung melesat maju, membelah kobaran api itu.

Sebuah jembatan keemasan kini terbentuk setelah Kakashi berhasil melangkah hingha ke tengah jembatan. Ia pun memberi isyarat dengan gerak matanya agar mereka satu persatu maju.

"Apakah api suci ini akan membakar kasih sayang seseorang yang sudah menganggap Gaara sebagai putranya?" Ucap Kakashi sembari menunjuk pada Raikage.

"Kasih sayang sebagai saudara?" Lagi, Kakashi kini menunjuk pada Mei dan Kurotsuchi.

"Juga kasih sayang seorang kekasih,"

Jantung gadis itu seketika berdegup dengan kencang begitu Kakashi menunjuknya sembari mengucapkan kata yang pasti menyakitkan hatinya itu. Saat ia akan membantahnya, Kishi tiba-tiba sedikit menurunkan awan yang ia pijak dan berjongkok tepat di hadapan Kakashi.

Anaki itu pun menyunggingkan senyumnya sembari menepuk beberapa kali bahu pria perak itu, lalu membisikan sesuatu yang membuatnya menggangguk.

Keempatnya seketika melempar tatap tanya satu sama lain, karena penasaran dengan apa yang di bisikan Kishi. Setelah mendapat isyarat dari Kakashi, mereka pun perlahan memberanikan diri maju mengikuti langkahnha.

Sai dan para anbu lain yang akan menyusul mereka tiba-tiba terhenti. Karena jembatan keemasan itu tiba-tiba menghilang saat mereka sudah tiba di ujung jembatan.

"Rokudaime! Kami akan mencari jalan lain!" Teriak Sai sembari berlair pergi dari sana.

"Klan Hatake memang terkenal pandai. Aku akui itu," Puji Kishi sembari bertepuk tangan. "Tapi kalian tak menyadari Kazekage sudah hampir mencapai puncak tangga," Sambungnya sembari terkekeh lalu melesat terbang dari sana dengan cepat.

"Sialan!" Teriak Kakashi sembari melemparnya dengan batu di bawah kakinya.

Tanpa berfikir panjang, Sakura lagi-lagi berbuat seenaknya de han berlari tanpa aba-aba saat ia mendengar jika Gaara sudah bergerak memasuki kuil.

Kakashi seketika menghela napas kesal melihat sikap tidak sabarannya yang tak pernah berubah. Bersama yang lain ia pun mulai mengejar gadis itu dengan susah payah, karena langkahnya begitu gesit seperti kancil.

Suara rintihan anak kecil di dekat gerbang kuil itu seketika menghentikan langkah Sakura. Para kage juga Kakashi yang baru tiba di sisinya juga mulai mengamati sekitar, mencari sumber suara rintihan itu.

Hingga tiba-tiba Sakura menunjuk pada sebuah pohon besar yang cukup jauh dari sana. mereka pun langsung bergerak ke sana dan begitu terkejut melihat Kurenai sudah terkapar dengan tubuh bersimbah darah. Bersama Sasuke di sisinya yang tengah terduduk bersandar pada pohon, sembari memeluk Mirai yang terus menangis mencoba membangungkan bungsu Uchiha itu

Mei pun segera menggendong anak itu dan menenangkannya bersama Kurotsuchi. Sementara Sakura memeriksa kondisi Sasuke yang semakin memburuk dan terus mencoba mengobatinya sekuat tenaga.

Saat Kakashi akan memeriksa matanya, Sasuke tiba-tiba sadar dan langung menggenggam pergelangan pria perak itu dengan sangat kuat, "Jangan coba-coba," Ancamnya dengan napas tersengal-sengal lalu menghempaskan tangannya.

Belum selesai Sakura mengobatinya, bungsu Uchiha itu pun menggenggam tangan gadis itu sembari menggeleng, "Cukup. Jangan buang tenagamu karena waktuku sudah hampir habis. Tolong bawa Mirai pada Kazekage, ia telah berjanji akan mengeluarkan Matatabi yang berada di dalam tubuh Mirai,"

Semua orang seketika terkejut dengan penjelasannya, Kakashi beserta Raikage pun segera memeriksa anak itu dan benar saja guratan garis kebiruan sudah terukir pada tangan kiri Mirai.

"Kurenai-sensei. Telah tiada," Isak Sakura yang kembali mengagetkan mereka.

Kakashi seketika terduduk lemas di sisi wanita itu sembari menyentuh pipinya yang semakin dingin juga pucat, "Kurenai ... " Panggilnya dengan begitu gemetar membuat Sakura segera mendekat lalu memeluknya.

"Gomen-nee ..." Tangis pria perak itu seketika pecah saat merasakan kehangatan pelukan Sakura.

Raikage segera menutupi tubuh wanita itu dengan jubah yang di kenakannya. Kurotsuchi pun mendekati sang pria perak lalu menepuk-nepuk pundaknya dengan lembut, "Kakashi sudah. Kita harus bergerak sebelum ada korban lain,"

"Tousan ... Kaasan ..." Panggil Mirai dengan suara lirih membuat semua orang terkejut.

Sakura pun segera menggendong anak itu dan membawanya pada sang bungsu Uchiha yang tengah melambaikan tangannya dengan lemah. Saat ia terduduk di sisinya, Mirai langsung bergerak pada pangkuan pria itu dan memeluknya dengan erat.

"Tousan ... Mirai ... Mirai ... Takut," Isaknya sembari mencoba menggapai Sasuke dengan tangannya yang tiba-tiba mengeluarkan cakar hitam yang begitu panjang.

"Daijobu. Kau bersama dengan orang-orang baik, mereka akan melindungmu," Ucapnya sembari mengelus dan mengecup pucuk kepala anak itu.

Kobaran api biru tiba-tiba menyelimuti tangan Mirai yang langsung ketakutan melihatnya. Dengan begitu kencang ia menangis sembari terus mengibas-ngibas tangannya, mencoba memadamkan api itu.

Hingga tangisannya terhenti saat Sasuke menggenggam tangannya lalu mengecupnya dengan penuh kasih sayang, "Mirai apa yang tousan katakan tadi hmm?" Tanyanya membuat anak itu mendongak menatapnya dengan bimbang.

"Tenang," Jawabnya dengan ragu.

"Anak pintar," Ucap bungsu Uchiha itu sembari mengusap air matanya, "Sekarang tarik napasmu secara perlahan lalu hembuskan,"

Mirai pun perlahan mengikuti apa yang di katakannya. Saat ia mulai tenang, benar saja kobaran api itu mulai meredup.

"Mirai, sekarang dengarkan tousan. Pergilah pada paman Gaara bersama mereka. Ia akan menghilangkan monster yang terus mengganggumu,"

"Tapi ... Tousan ... "

"Tousan akan tetap di sini menjaga kaasan," Ucapnya membuat anak itu tiba-tiba kembali menangis lalu memeluknya dengan sangat erat.

"Mirai ... Idak ... Mau,"

Dengan begitu berhati-hati Kakashi pun mengambil Mirai darinya dan terus berusaha menggendongnya walau anak itu terus meronta melawannya, "Mirai, tolong jangan rewel. Apa kau ingin membuat tousan sedih?"

Pertanyaan itu sukses membuat Mirai berhenti meronta lalu menatapnya dengan berlinang air mata. Kakashi pun perlahan berjongkok di sisinya, membiarkan bungsu Uchiha itu mengetukan kedua jarinya pada Mirai untuk terakhir kalinya.

"Mirai teruslah tersenyum agar dunia ini menjadi terang juga indah. Kau harus berhati-hati dalam memilih teman dan ... Selalu jaga Kaasanmu," Ucapnya sembari mengecup keningnya.

Manik onyxnya kini bergulir pada sang gadis musim semi, "Sakura, tolong katakan pada Kazekage. Aku sudah memikirkan permintaanku, yaitu kembalikan nyawa Kurenai. Itu saja,"

Saat Sakura akan menjawabnya, tiba-tiba sebuah dentuman keras kembali terdengar hingga menggetarkan tanah. Gumpalan asap di kejauhan mulai terlihat, derap langkah yang terdengar mendekat dengan kencang membuat setiap mereka merinding ketakutan.

Hembusan angin yang begitu kencang di iringi pekikan juga auman mulai membisingkan hutan itu. Saat semua orang sudah berkumpul, Sasuke pun dengan sekuat tenaga mencoba berdiri mendekati mereka.

"Tsunade-sama ... Sampai kapanpun aku tidak akan memaafkanmu." Gumamnya sembari menarik napas panjang dan memejamkan matanya, "Bersiaplah, ini kekuatan terakhirku,"

Kakashi yang langsung mengerti dengan rencananya, buru-buru mencoba menghentikannya. Karena teknik yang akan ia gunakan akan melukai tubuhnya lebih dalam.

Namun, usahanya itu benar-benar terlambat. Rinegan bungsu Uchiha itu telah muncul dan membuat mereka tak bergerak sedikitpun, "Amenotejikara." Gumamnya yang seketika membuat mereka berteleportasi dengan cepat ke depan kuil, di iringi teriakan Mirai yang terus memanggilnya sembari menangis.

**********

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro