35. Hunch 💍

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Kyara terjaga dari tidurnya. Tubuhnya berkeringat dingin. Barusan ia bermimpi buruk. Kyara tidak ingat dengan detail, tetapi di dalam mimpinya ia melihat seorang perempuan membawa pergi Winter.

"Mimpi hanya bunga tidur." Kyara menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikiran. Barangkali ia hanya terlalu memikirkan Winter sampai terbawa mimpi.

Saat ini, Winter harus dirawat inap karena kondisinya masih sangat lemah, bahkan untuk dipindahkan ke Pet Care Center di pusat kota. Winter masih kecil sehingga pemulihan setelah detoksifikasi tidak signifikan.

Dengan sangat berat hati, Kyara pun harus meninggalkan Winter di klinik penangkaran. Setidaknya di dalam inkibator khusus yang suhunya terjaga, Winter bisa terhindar dari hipotermia. Kyara tahu dalam keadaan ini ia tidak boleh egois dan menurutuki keinginan hatinya semata. Seperti kata Adya, Winter sudah ditangani oleh ahlinya.

Kyara menajamkan pendengaran. Suara tetesan air bekas hujan kemarin masih tersisa. Ia lalu memutar badan, menghadap pada Adya yang tidur merengkuhnya. Perasaan Kyara mengharu mendengar deru napas suaminya yang membagi uap hangat. Bila kemarin Adya tidak datang tepat waktu, Winter mungki­­n tidak dapat ditolong lagi.

Selama ini Kyara tidak meragukan pengalaman yang membentuk indepensi dalam dirinya. Kyara merasa mampu melakukan segala sesuatunya sendiri. Akan tetapi, saat Ady mengusap lembut kepalanya dan membisikkan kata-kata yang menenangkan, Kyara tahu ia masih begitu rapuh untuk berdiri sendiri.

Jemari Kyara menyapu wajah Adya, menyusuri rahang yang tegas, hingga berakhir pada ceruk di atas bibir suaminya yang sedikit terbuka. Kyara tersipu mengingat bagaimana belaian bibir tipis tersebut bisa melambungkan sejuta rasa.

Semalam mereka tiba di rumah saat malam mulai pekat. Hujan lebat yang mengguyur ditambah perasaannya yang berkecamuk membuat Kyara kelelahan. Celakanya, sekarang justru ia yang mendamba sentuhan suaminya. Kyara mungkin bisa meladeni permintaan Adya, tetapi tidak dengan meminta sendiri. Kyara masih terlalu malu untuk itu.

"Mas Adya ...." bisik Kyara lalu memeluk Adya yang bertelanjang dada. Kyara suka sekali dengan wangi tubuh Adya. Jemarinya kembali bergerak lincah, menyapu garis bidang pada dada suaminya lalu turun pada otot-otot perutnya yang kencang dan terbentuk sempurna.

Sambil menyandarkan kepala dengan manja, Kyara menorehkan telunjuk, mengukir sesuatu di dada Adya. Adya yang sudah terbangun sejak tadi saat mendengar Kyara mengigau akhirnya tidak bisa menahan geli.

"Masku?" Adya terkekeh.

Tawa kecil Adya membuat Kyara menengadah seketika. "Mas Adya?"

"Ya?" Adya membuka mata, mengulas senyum, lalu menarik pelan hidung mancung Kyara. "Kali ini kau ingin menulis apa?"

"Maksud Mas Adya apa, ya?" Kyara menyembunyikan tangannya ke belakang badan.

"Kebiasaamu yang satu ini." Adya sambil menarik tubuh Kyara hingga posisi mereka sejajar. "Kau pernah menulis 'Mas Adya jahat' di punggungku, kan?"

Bola Mata Kyara menyeruak. Pernah di suatu pagi saat ia dan Adya masih berseteru, Kyara mendapati Adya berbaring membelakang tepat di sebelahnya. Kyara sungguh tidak mengerti dengan sikap Adya kala itu. Mereka tidak bicara banyak di sepanjang hari, tetapi tahu-tahu suaminya itu tetap membagi perhatian.

Perlakuan tersebut membuat Kyara merasa Adya sangat "jahat" karena mempermaikannya. Gemas dengan tingkah Adya, Kyara pun menulis kalimat tersebut di punggung suaminya yang masih tertidur lelap. Siapa sangka, Adya ternyata tidak tidur di waktu itu.

"Jadi waktu itu Mas Adya sudah bangun!" Kyara mengerucutkan bibir, yang langsung disambut Adya dengan kecupan singkat.

"Ya dan aku juga sudah bangun dari tadi." Adya menyisir rambut Kyara dengan jari, mempersingkat jarak hingga tatapan mereka terkunci, kemudian ia tersenyum jahil pada sang istri. "Tapi bila terus begini, bisa-bisa ada yang ikut bangun nanti."

Kyara menatap ke bawah, mengikuti pandangan Adya. Ia melipat bibir sebentar lalu membalas keisengan suaminya. "Bukankah memang sudah bangun dari tadi?"

Adya lantas tertawa. "Wah! Istriku sudah nakalnya, ya!"

Merasa hasratnya mendapat persetujuan, Adya memutar badan, mengambil posisi di atas Kyara dengan bertumpu pada kedua lengan. Namun, belum juga memberikan cumbuan manis, Kyara lebih dulu meringis karena gesekan pada luka gores di sikunya.

"Mas Adya, sikuku perih!" cibir Kyara dengan mata berkaca.

Adya mengatupkan bibir. Ekspresi Kyara yang memelas–tetapi penuh harap itu justru semakin membangkitkan gairah dalam dirinya. Naluri lelaki Adya mengambil alih. Ia bangkit, menarik pelan tubuh Kyara dan mendudukkan istrinya tersebut di pangkuan.

"Mas ...?" Kyara yang terkejut dengan perlakuan Adya memutar badan, tetapi lengan Adya kembali merengkuh. Kyara jadi salah tingkah. Posisinya sekarang membelakangi Adya, sementara sang suami dengan enteng menyandarkan dagu di pundak mulusnya.

Bukan memberi jawaban, Adya justru memasang senyum manis. Tangannya dibawa kedepan, mengusap sesuatu yang membuat Kyara mendesah. Ia mengendus tengkuk Kyara sebentar kemudian berujar lirih di telinga istrinya.

"Jangan khawatir, Sayang. Kita bisa coba posisi yang lain."

🍀🍀🍀

Acara pelepasan para peneliti telah selesai. Di samping Adya, Dito ikut membungkuk dan menyalami satu per satu peneliti yang bersiap masuk ke dalam mobil. Seharusnya ada tiga dengan Rendra sebagai ketua perusahaan sekutu, tetapi ketidak-hadirannya bukan sesuatu yang perlu dipertanyakan. Baru belakangan ini Rendra sering di tempat, meski sekarang batang hidungnya tidak kelihatan lagi.

Desah lega terdengar dari para staf yang membalas lambaian tangan rombongan peneliti dari dalam mobil. Mereka lantas memuji kinerja Adya yang selalu bisa diandalkan.

"Ya. Masih banyak yang perlu diselesaikan sebenarnya." Adya membatasi euforia para stafnya. "Setidaknya pembangunan sudah bisa dilanjutkan total. 

Para staf kompak menggangguk mengiyakan. Tanpa dikomando, mereka akhirnya kembali ke pekerjaan masing-masing dengan suka-ria. Hanya tinggal Dito yang masih berdiri di sebalah Adya.

"Pak Bos memang beda!" Dito menyikut Adya dan menyengir lebar.

Adya membalas dengan sebuah dengkusan kecil. Bersama dengan Dito, keduanya lalu menapaki anak tangga menuju kantor direksi. Sekalian Dito ingin mengumpulkan berkas laporan.

"Ngomong-ngomong, Bapak kelihatan banyak pikiran hari ini. Apa ada sesuatu yang membuat Bapak khawatir?"

"Jangan membuatku mual!" Adya mendelik pada Dito yang masih berbicara formal di ruangannya. "Aku tidak memikirkan apa-apa."

Dito terbahak dulu baru kemudian membalas, "Adya, kau tidak bisa menutupinya. Kau jelas memikirkan sesuatu."

Adya mendesah. Pikirannya memang tertuju pada Kyara dan Winter sedari tadi, tetapi Dito tidak harus tahu itu. "Aku hanya ... merindukan Kyara."

"Rindu?" Dito merungus dan menatap jengah pada Adya. "Kalian bahkan baru berkirim pesan beberapa saat yang lalu, sudah rindu saja!"

Tidak membantah, Adya justru mengedikkan bahu. "Memang rindu itu bisa datang tiba-tiba."

Dito terhenyak beberapa saat, antara syok dan geli mendengar pembelaan Adya. Dari semua orang yang Dito kenal, Adya adalah pribadi paling kaku. Adya tidak banyak menunjukkan kecenderungan afeksi, kecuali perlakuannya pada Irena.

Itu pun di mata Dito masih terlalu dipaksakan untuk disebut romantis. Bagaimana tidak? Yang satu merasa berhutang budi, yang satu memanfaatkan hutang budi.

Tidak jarang Dito merasa Adya hanya terlalu memegang teguh prinsipnya. Irena yang pengertian lah, Irena yang tulus lah, Irena yang berkorban lah, dan segala bentuk pemakluman untuk Irena. Dito tidak berniat menjatuhkan Irena yang memang sering bermanis-manis di hadapan orang, tetapi pengorbanan macam apa namanya bila terus saja diungkit?

"Bucin!" Dito meledek Adya yang mengeluarkan kalimat puitis seumpama pujangga.

"Bucin?"

"Budak cinta."

Desis tertahan keluar dari bibir Adya. Istilah yang sungguh norak baginya.

"Budak cinta masih lebih mending dibanding bunuh diri karena cinta." Adya bersedekap, membuka kartu mati Dito sampai telinga caplangnya memerah karena malu.

"Berapa kali kubilang jangan ungkit itu lagi!" Dito menggeleng gusar, seperti berusaha mengeyahkan momen memalukan saat ia merasa sangat putus asa karena diputuskan Tisya di masa lalu.

Adya terkikik geli. Ia tidak mungkin melupakan kejadian tersebut. Ketika itu, mereka sedang dalam masa ujian. Adya mendapat giliran di sesi ketiga, sementara Kaisar dan Dito di sesi sebelumnya.

Adya sudah menangkap gerak-gerik mencurigakan dari Dito yang murung sejak pagi. Benar saja, saat ujian berlangsung, Kaisar memberi kabar bila Dito ingin meloncat dari balkon. Adya pun mengosongkan lembar terakhir soal ujiannya dan berlari setengah-mati menuju asrama Kaisar. Sungguh, Adya dan Kaisar benar-benar panik saat itu. Meski sekarang kisah tersebut selalu menjadi bulan-bulanan untuk Dito.

"Bila waktu itu aku dan Kaisar tidak menahanmu, mungkin kau sudah jadi panghuni tetap asrama." Adya kembali berkelakar. "Sangat tidak elit."

Dito mengumpat rendah, tetapi ikut menertawai diri. Bahkan saat itu ia sudah menyiapkan surat wasiat. Konyol sekali.

"Untung Kaisar tidak di sini. Bisa-bisa aku habis dirundung kalian!" Dito berdecak setengah terkekeh.

Mereka kemudian sibuk bernostalgia, mengenang masa-masa kuliah mereka yang penuh suka-duka. Saat larut dalam kenangan, tiba-tiba saja pintu ruangan Adya terbuka.

Adya dan Dito sontak menoleh pada pintu yang terbanting keras. Keterkejutan mereka makin menjadi sebab tahu-tahu saja Kaisar yang baru mereka bicarakan beberapa saat lalu menampakkan diri di sana.

"Kaisar?" sapa Dito senang, tidak menyangka Kaisar akan datang di lokasi proyek mereka.

"Tumben sekali kau datang." Adya berdiri dan merentangkan tangan, mempersilakan Kaisar masuk ke ruangannya. Barangkali Kaisar punya kabar bahagia sampai rela jauh-jauh berkunjung ke proyeknya tanpa pemberitahuan. Namun, tatapan Kaisar melunturkan senyumannya yang belum terkembang utuh.

Dito ikut bangkit melihat situasi yang entah mengapa terasa tidak kondusif. Ia maju, menghadang Kaisar yang menerjang Adya tiba-tiba, tetapi gerakannya masih kalah cepat. Kepalan tangan Kaisar telah lebih dulu menghantam tulang pipi Adya.

Mata Dito terbeliak, ia menoleh pada Adya sebentar sebelum menahan Kaisar. Beruntung pertahanan Adya cukup kuat sehingga tubuhnya hanya terdorong sedikit.

"Kaisar, sadarlah! Apa yang terjadi pada dirimu!"

Kaisar merungus, menunjuk Adya dengan mimik penuh gurat emosi. "Kau berengsek, Adya!"

Tautan pada kening Adya yang berkerut menahan nyeri makin menjadi. Seumur hidup, selama mengenal Kaisar, tidak pernah sekali pun sahabatnya itu berkata kasar padanya.

Dito lebih-lebih lagi. Bola matanya terlihat nyaris keluar. Berbagai skenario berkelebat dalam pikirannya, tetapi tidak ada titik terang.

"Apa maksudmu?" Dito mengencangkan pegangannya pada Kaisar. "Bro, tenangkan dirimu. Jangan bertindak gegabah. Tindakanmu ini bisa disebut penyerangan."

Kaisar menggertakkan geraham, menatap Dito sebentar lalu memutar badan keluar ruangan. Udara kuat yang terhempas saat ia membanting pintu membuat Dito terkesiap di tempat.

"Kau tidak apa-apa?" Dito menghampiri Adya yang menyeka wajah. Lebam kecil mulai terbentuk di sana. Sudut bibirnya pun terluka.

"Ya. Tidak apa-apa."

Dito mendecakkan lidah. "Ada apa dengannya? Kalian ada masalah?"

"Aku juga tidak paham." Adya berusaha mengingat hal-hal yang membuat Kaisar berpotensi marah padanya. "Susul dia. Jangan khawatir, aku akan mengambil kompres."

Dito menurut. Paling tidak ia harus tahu alasan dari tindakan Kaisar barusan. Meski ia berteman dengan Adya sejak kecil, Dito tahu Kaisar benar-benar memperlakukan Adya seperti saudara sendiri.

Sepeninggal Dito, Adya mengompres pipinya dengan kasa yang diberi alkohol. Denyut yang mulai terasa tidak sebarapa bila dibanding dengan prasangka yang membuat hatinya tidak tenang. 

💍💍💍
TBC

PO Hate Me If You Can sisa 1 minggu lagi, ya. Yang mau ikut PO tapi terkendala di ongkir bisa cek toko reseller Shopee yang menyediakan voucher gratis ongkir.

Chapter 36 bisa dibaca gratis di KK dengan voucher ADYA36. Karena upload tiap hari jadi kuota vouchernya terbatas hanya untuk pengguna pertama.

Bonus pict : Adya, Kaisar, Dito jaman kuliah😁😁😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro