1. School

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

He's Alga

1. School

.

.

"CEPAT!" Suara Algun yang nyaring menggema diseluruh penjuru ruang garasi. Ia menunggu Alga sejak tadi, bocah itu memintanya menunggu 5 menit dan sekarang 15 menit saja sudah berlalu. Algun terus memeriksa jam tangannya, memutar bola matanya jengkel. Algun hanya menatap Alga tajam ketika anak itu telah sampai di garasi. Alga tak menunjukkan raut wajah yang bersalah sama sekali. Sial, mengapa Algun bahkan mengiyakan suruhan Alga untuk pergi kesekolah bersama, sih? Ini membuatnya benar-benar kesal.

"Iya, astaga! Baru jam setengah 7," jawab Alga lelah. Padahal ia belum sempat memakan sarapan dari Bibi Elena karena adiknya itu selalu pergi cepat, dan jika ia ingin mengantar sang adik kesekolah, itu berarti ia harus pergi lebih cepat dari biasanya. Alga mengambil salah satu kunci mobil dan menekannya hingga berbunyi. Senyum simpul terbit di wajah Alga, wajah senang itu tak bisa ditahan.

Ini dia mobil yang baru dibeli Alga karena gabut.

Algun menapakkan kedua kakinya pada pekarangan sekolahnya. Pemandangan yang sama, tiap harinya. Ia terkadang muak dengan pemandangan ini. Ia menaikkan alisnya bingung. Hari ini, murid-murid disekolahnya menjadi sedikit menyebalkan. Bangsat, ia memang seharusnya tak pergi kesekolah bersama dengan Alga hari ini. Algun melirik tajam pada Alga, yang ditatap hanya memberi raut tak peduli.

'Letania High School'. Sekolah bagi para anak-anak dari keluarga kaya yang dituntut untuk bisa segalanya. Sekolah ini bisa dibilang besar. Ada kolam renang seluas kolam renang olympic, Kantin dan taman yang luas, kelas seni, kelas musik, kelas teknologi, kelas aktor, gym, kelas golf dan lain sebagainya. Sekolah ini, adalah surga bagi mereka yang tak bisa menjadi salah satunya. Letak sekolah itu berada cukup dekat dengan bebukitan, dikelilingi dengan pohon-pohon yang asri dan teduh.

Algun membuang napas malas lalu memilih untuk berjalan kegerbang sekolah, memasuki pekarangan taman sekolah. Namun, ia terperangah kaget mendapati kerah belakangnya sedang ditarik dan ditahan oleh Alga yang berada dibelakangnya. "Lo mau kemana? Masih sakit juga. Lo ngga boleh kemana-mana selain sama gue." Alga menekankan ucapannya diakhir, seolah menandakan bahwa Algun tak boleh tak menurutinya. Alis Algun tampak berkedut kedalam, jelas ia menunjukkan wajah risih. Alga menarik napas dalam-dalam sebelum berujar lelah, "Capek gue urus lo."

Algun terbelalak, emosi didalam dadanya seketika membludak mendengar perkataan Alga. Sedangkan Alga, laki-laki itu hanya kembali memberi raut lelah. "Sinting, lo! Gue ngga pernah minta diurus!" ia segera menepis cengkeraman dikerahnya lalu berjalan secepat mungkin memasuki sekolah. Meninggalkan Alga sendirian dengan ekspresi tak mengerti.

"Gue salah ngomong?"

Alga membuka pintu kelasnya dengan pelan, memandang pada seisi kelas yang sibuk dengan masing-masing. Ada yang berbincang dengan teman sebangku, ada yang bermain ponsel, bermain laptop atau iPad, ada juga yang bahkan terlelap. Matanya mencari seseorang, lalu menaruh ransel hitamnya tepat dikursi yang kosong disebelah orang itu.

Alisnya kembali naik karena keheranan, kenapa murid-murid dikelasnya menatap Alga dengan tatapan seperti itu? Ini sungguh membingungkan. Lebih baik ia duduk saja. Namun, bahkan ketika duduk pun, pandangan itu tak bisa ia hilangkan dari pikiran. Ia menoleh, menemukan salah satu sahabat perempuan Algun dan Algun sendiri yang menatapnya dengan pandangan tak percaya.

"Ngapain lo duduk disini?" suara itu terkesan tak suka, tetapi Alga tak mempedulikannya.

"Salah? Toh, biasanya ngga ada orang yang duduk disini." Alga tak bohong, memang tak ada yang duduk disebelah Algun tiap harinya. Entah karena alasan apa, Alga tak tahu dan tak terlalu peduli. "Heera, bukan?" gadis itu terlonjak, sedikit tak menyangka bahwa Alga akan memulai pembicaraan padanya. Seingat Alga, gadis ini adalah sang sekretaris kelas. Fredilla Heera Nerissa? 

Alga menumpu wajahnya dengan satu tangan tangan, meneliti wajah gadis yang duduk di bangku depan. Gadis itu berkulit putih bersih dan terlihat halus, dengan bentuk mata yang runcing. Hidungnya mancung, bibir yang seperti buah pir. Ia juga memakai jam tangan berwarna hitam polos, menghidupi warna kulit Heera. Alga bahkan tak menyadari selama memerhatikan Heera, gadis itu juga memerhatikan dirinya dengan seksama.

Dimata Heera, Alga hanyalah sosok teman kelas yang ia kenal sebagai kakak Algun, sahabatnya. Ia tak dekat maupun sering mengobrol dengan Algun, hanya terkait dengan masalah sekolah atau tugas. Penampilan Alga rapi. Kerah yang dikancing, rambut yang disisir rapi dan berbentuk terbelah dua untuk menampilkan kening serta jam tangan dan baju yang dikenakan secara rapi. Orang ini, berbanding terbalik dengan Algun.

Jika harus dideskripsikan, Alga dan Algun itu seperti bulan dan bumi. Algun selalu mengenakan seragam sekolah acak-acakan. Rambutnya berantakan, terkadang memakai jam tangan tetapi kadang melepasnya karena bosan. Tasnya kecil dan ringan, Heera bahkan sering dibuat heran dengan apa yang dibawa dalam tas Algun. Apakah anak itu bahkan membawa buku?

Sikap Alga hari ini membuat murid-murid di kelas maupun sekolah mengerutkan kening keheranan. Sejak semester pertama kelas 10 dimulai, Alga dan Algun bahkan sangat jarang berbicara. Yang mereka tahu hanyalah fakta bahwa Alga dan Algun itu saudara, meskipun terkadang ada yang ragu karena proporsi wajah dan sifat yang berbeda. Bisa dikatakan bahwa orang-orang memandang Alga dan Algun sebagai, murid pintar yang teladan dan murid nakal pembuat onar. Entah setan apa yang merasuki Alga hari ini hingga ia bahkan mengambil tempat duduk disebelah Algun. 

Alga menoleh pada pintu kelas sesaat setelah pintu itu dibuka dan guru Sejarah, Pak Charles memasuki ruangan dengan wajah datar. Tanpa penghormatan maupun basa-basi, Pak Charles menyuruh seluruh murid untuk mengeluarkan pekerjaan rumah yang diberi 3 hari yang lalu. Bisa ia dengar gerutuan sebal dari sebelahnya. Ia tebak, Algun tak membuat pekerjaan rumahnya lagi sehingga wajahnya menjadi sangat kesal seperti sekarang. Ia menatap lekat pada Algun yang kini sedang dimarahi okeh Pak Charles. Anak itu tak terima dan menjawab ucapan gurunya, mengejek dan membuang muka hingga Pak Charles semakin memarahinya.

Pemandangan ini, sudah biasa terjadi.

Alga menoleh kebawah meja, pada tangannya yang bergetar. Pikiran yang ia pikirkan dalam benaknya barusan, tanpa sadar membuat jari jemarinya bergetar. Jika, ia yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, akankah hal yang sama terjadi? Akankah ia hanya dimarahi oleh guru dan tidak oleh ayahnya seperti Algun? Akankah ia tidak dicambuk atau dikurung oleh ayahnya seperti Algun? Akankah ia tak dihina oleh ibunya karena tak becus menjaga nilai dan urusan sekolah seperti Algun?

Sial, ia sungguh iri.

"Ah, seperti biasanya! Alga selalu memenuhi ekspektasi saya."

Alga tersentak, ia mendongak menemukan bahwa Pak Charles sudah memegang buku tulisnya sembari mengusap dagunya yang dipenuhi jenggot dan kumis. Pak Charles tersenyum puas membaca isi pekerjaan rumah milik Alga, senyum lebar itu tak kunjung pudar dari wajah yang sudah bekerut itu. Alga harus bersyukur, sepertinya guru sejarah yang terkenal killer dan pemarah itu puas dengan hasil pekerjaan rumahnya

"Kamu itu harusnya bisa seperti Alga!" Alga termenung mendengar ucapan Pak Charles sedangkan laki-laki berusia kisaran awal 50-an itu memandangnya bangga. Sepertinya guru itu tak berbicara dengannya melainkan dengan yang duduk disampingnya. "Mengerjakan pekerjaan rumah tepat waktu, hasilnya juga memuaskan. Sikapnya bagus, seragamnya rapi, murid baik. Kamu? Merusak nama sekolah saja!" lanjut pak Charles semakin tajam. "Padahal kamu sama Alga itu saudara, coba untuk seperti dia sekali. Jangan mengecewakan setiap hari!"

Alga mencoba menatap Algun karena merasa apa yang dikatakan oleh Pak Charles sedikit keterlaluan. Mereka sempat bertatapan untuk sebentar, tetapi Algun segera membuang muka. Anak itu menumpu dagunya dengan lengan, alisnya berkedut menahan emosi.

Selalu saja Alga, Alga dan Alga. Algun muak.


⚫⚪ To Be Continue ⚪⚫






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro