第二章 Bab 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now playing: Xiao Xing Yun 小幸运 by Hebe Tien

🌹

"Chen Ai, kau yakin tidak ingin mengambil pelatihan militer tahun ini? Katanya tahun 2012 nanti Bumi akan kiamat. Itu sekitar tiga tahun lagi. Kau tidak mau menyiapkan diri dari sekarang?"

Chen Ai yang baru saja meminum yoghurt tersedak dan memuntahkan sebagian minumannya. Ia segera mencari tissue di tas, lalu mengelap mejanya yang ternodai yoghurt. Ia memelotot ke arah laki-laki yang memulai pembicaraan tak bermutu itu. "Zhao Nan, itu pertanyaan macam apa? Konyol sekali!"

"Eh, aku serius. Aku sering mendengarnya di radio. Menurutmu, ikut pelatihan militer saat di universitas apa tidak terlalu terlambat?"

"Kalau kau tidak yakin, kau ikuti kemauanmu sendiri saja. Tidak perlu memengaruhiku. Aku sudah memutuskan untuk tidak mengambil pelatihan militer tahun ini," jawab Chen Ai santai, "lagi pula, siapa yang masih percaya ramalan seperti itu?"

Zhao Nan berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Benar juga. Kalaupun memang benar-benar ada kiamat, kita mungkin hanya akan berakhir dengan reinkarnasi. Itu bukan masalah besar juga," gumam Zhao Nan.

Ketika itu, Xiao Qing datang memasuki kelas. Ia berdecak sebal ketika bangkunya ditempati oleh Zhao Nan. Chen Ai yang melihat gestur itu segera mengambil tindakan.

"Zhao Nan, kau menyingkir dulu. Aku ingin mengobrol dengan Xiao Qing. Bye," ujar Chen Ai sambil mendorong lengan Zhao Nan hingga laki-laki itu hampir terjatuh dari kursi. Seolah-olah tidak memedulikan nasib Zhao Nan, Chen Ai segera menarik tangan Xiao Qing untuk duduk di sebelahnya.

Zhao Nan yang tersingkirkan hanya bisa menghela napas sambil menggeleng pelan. Ia pun kembali ke bangkunya di belakang Chen Ai.

***

Waktu berjalan begitu cepat hingga tak terasa musim dingin tiba. Meja-meja dan kursi di kelas menjadi lembab. Angin musim dingin menggugurkan bunga-bunga di lapangan sekolah. Lapangan basket semakin sering basah hingga Para murid semakin sering menjalankan aktivitas di dalam ruangan sambil mengenakan jaket biru khas siswa SMA. Di samping itu, pelajaran juga semakin rumit dan menimbulkan tekanan.

Mata pelajaran ekonomi adalah salah satu hal yang membuat Chen Ai pusing. Meskipun pada akhirnya siswa seperti Chen Ai akan memahami penjelasan guru, tetapi kali ini ia memerlukan waktu sangat panjang. Ia harus benar-benar fokus di kelas, mengulang pelajaran di rumah, dan sesekali meminta penjelasan ulang pada guru. Namun, ketika Chen Ai berada di fase itu, laki-laki ribut yang duduk di belakangnya malah terlihat santai dan lihai di kelas ekonomi.

"Apa kalian tahu mengapa ada selisih nominal di hasil pembukuan ini? Bagian mana yang keliru? Siapa yang dapat menjelaskan letak kesalahan selama proses pembukuan dan menuliskan ralatnya?" tanya Gao Lao Shi sambil mengacungkan spidol.

Semua murid langsung berdiskusi sambil membuat coret-coretan di kertas. Sementara itu, Chen Ai masih memperhatikan papan tulis, mencari letak kesalahan di alur pembukuan yang dijelaskan Gao Lao Shi.

"Ini sulit sekali. Bagaimana bisa selisih? Alur pembukuannya kelihatan rapi dan teliti," gumam Chen Ai sambil memutar-mutar bolpoinnya.

"Kupikir alurnya tidak terlalu teliti juga," timpal Zhao Nan tiba-tiba.

Chen Ai segera menoleh ke belakang dan menghadap Zhao Nan. "Kau punya pandangan lain?"

Zhao Nan memperhatikan soal di papan tulis sebentar, lalu beralih memandang Chen Ai. Ia menaikkan sebelah alis dengan percaya diri, lalu berkata, "Tentu. Lihat ini."

Laki-laki itu beranjak dari bangku, kemudian maju ke depan kelas untuk menerima spidol dari Gao Lao Shi. Zhao Nan pun menulis jawaban di papan tulis selama beberapa menit, sementara murid lain mendiskusikan apa yang ditulis laki-laki itu. Namun, pikiran Chen Ai malah beralih ke hal lain di luar pelajaran. Chen Ai mengagumi rasa percaya diri Zhao Nan, cara laki-laki itu memandang masalah, cara laki-laki itu berbicara dengannya, sampai senyum laki-laki itu ke arahnya begitu selesai menuliskan jawaban. Rasanya seperti ada minuman hangat yang mengalir di dadanya, sangat nyaman.

"Jawaban Zhao Nan sangat tepat," ujar Gao Lao Shi. Teman-teman sekelas pun memberikan tepuk tangan untuk Zhao Nan.

Sementara itu, Zhao Nan mengangkat kedua tangan untuk menghentikan keriuhan itu dengan sombong. Kemudian, ia pun kembali duduk di bangkunya. "Chen Ai, bagaimana? Jawabanku keren, kan?"

Sejujurnya, jawaban Zhao Nan memang mengagumkan. Laki-laki itu teliti sekali ketika mengoreksi alur pembukuan. Zhao Nan juga merupakan laki-laki terpandai di kelas. Namun, jika Chen Ai mengakuinya, takutnya kepala Zhao Nan akan membesar nanti. Jadi, Chen Ai hanya mengerucutkan bibir sambil memicingkan mata. "Kau jangan terlalu pelit! Cepat ajari, bagaimana cara mengerjakan soal itu?"

"Sudah, sudah. Zhao Lao Shi ingin memperdalam ilmu dulu sekarang. Chen Tong Xue, selaku murid terpandai di kelas ini bisa mencariku nanti sepulang sekolah di perpustakaan. Aku akan mengajarimu." Zhao Nan mengibaskan tangan ringan.

Chen Ai membelalak sambil tertawa. "Hah? Atas dasar apa kau begitu percaya diri dan menyebut dirimu sendiri sebagai 'Lao Shi'?"

"Atas dasar itu." Zhao Nan menunjuk jawabannya sendiri di papan tulis.

Jadi, apa nanti siang aku bisa belajar berdua dengan Zhao Nan di perpustakaan? pikir Chen Ai sambil mengulum senyum. Imajinasi gadis muda berpendar-pendar di hatinya. Jantungnya pun berdetak dua kali lebih cepat.

Sudut mata Zhao Nan tidak sengaja melihat Xiao Qing yang mengacak rambut frustrasi melihat tulisan di papan tulis. "Kau juga boleh mengajak ia kalau mau," tambahnya sambil menunjuk Xiao Qing.

Saat itu juga, Chen Ai mengembalikan ekspresinya menjadi datar. "O," sahutnya singkat. Ia segera berbalik menghadapi buku ajar. Sebenarnya, ia cukup kecewa karena kalimat tambahan Zhao Nan tadi. Tapi, ya, sudahlah. Untuk apa juga belajar berdua di perpustakaan? Tidak berguna. Chen Ai bukan gadis sembarangan seperti itu.

***

Seusai kelas, Chen Ai dan Xiao Qing berjalan menuju ke perpustakaan. Sementara itu, Zhao Nan langsung berlari ke arah lain ketika teman dari tim basket memanggilnya. Laki-laki itu bilang ia akan menemui Chen Ai nanti.

Sesampainya di perpustakaan, Chen Ai dan Xiao Qing pun duduk di meja di pinggir ruangan. Chen Ai mengeluarkan handphone Huawei T261L-nya dan beberapa buku pelajaran. Ia mengirimkan pesan singkat kepada mamanya.

02.03 p.m. Ma, hari ini aku pulang agak sore. Aku akan belajar bersama temanku dulu.

Ketika Chen Ai hendak memasukkan handphone-nya ke tas kembali, saat itu Zhao Nan datang. "Bagaimana?" tanya Chen Ai.

"Chen Ai, aku baru saja mendapat kabar dari teman setimku. Ternyata hari ini ada latihan basket karena kebetulan lapangan sedang kering, jadi waktu emas harus dimanfaatkan. Sepertinya aku tidak bisa menemanimu terlalu lama di sini," ujar Zhao Nan cepat.

Chen Ai menggigit bibir bawah, sedikit kecewa mendengar berita itu. Hanya meluangkan sedikit waktu untuk belajar bersama, apa tidak bisa? Apa sesulit itu? Chen Ai pun menghela napas berat. "Oh, begitu, ya. Kalau begitu, bisakah kau memberiku latihan soal saja? Aku akan mencoba mengerjakannya dulu."

"Baiklah. Maaf, ya. Aku merasa tidak enak, seperti mengingkari janji."

Kata 'maaf' dari Zhao Nan membuat hati Chen Ai menghangat seketika. "Tidak apa-apa," sahutnya sambil tersenyum.

Zhao Nan membalas senyuman itu. Kemudian, ia mengambil buku tulis Chen Ai dan pensil yang tergeletak di meja, lalu menulis dua soal dengan cepat.

"Ini, ya. Tipe soalnya tidak beda jauh dari yang diberikan Gao Lao Shi di kelas tadi, hanya saja cara penyelesaian soal yang ini lebih sederhana," ucap Zhao Nan dengan nada serius sambil menyodorkan buku. Laki-laki itu berdiri di belakang Chen Ai, lalu mengajarkan beberapa cara cepat untuk menyelesaikan soal. Chen Ai bisa merasakan ujung kepalanya sesekali menyentuh dada Zhao Nan. Wajahnya menghangat perlahan, tetapi ia diam saja dan menyimpan segala debar perasaan itu dalam hati.

"Chen Ai, kalau ada yang tidak kaupahami, kau bisa menanyakannya padaku lewat MSN. Nanti kau saja yang mengajari Xiao Qing, ya. Bye. Aku akan ke lapangan dulu." Zhao Nan pun langsung melenggang keluar dari perpustakaan.

Di tempatnya sendiri, Chen Ai menghela napas memandang kepergian Zhao Nan.

"Chen Ai, Zhao Nan sepertinya mengajarkan semuanya cepat sekali. Kau paham?" celetuk Xiao Qing tiba-tiba.

"Tidak terlalu."

"Baguslah. Lanjut belajarnya nanti saja. Kita menonton basket di pinggir lapangan dulu. Laki-laki yang kusukai sedang latihan basket di sana," tukas Xiao Qing cepat. Ia pun segera meraih tas Chen Ai, lalu memasukkan buku-buku sahabatnya ke dalam tas. Setelah itu, ia pun menarik tangan Chen Ai keluar dari perpustakaan.

"Bai Lao Shi, kami pamit dulu, ya. Sampai jumpa," ujar Xiao Qing sekilas pada penjaga perpustakaan yang duduk di dekat pintu masuk. Bai Lao Shi menurunkan kaca matanya sebentar dan balas menyapa Xiao Qing, lalu kembali berkutat pada novel tebalnya.

Chen Ai masih berusaha menyusul langkah Xiao Qing ketika mereka sudah sampai di koridor. "Eh ... memangnya siapa laki-laki yang kausukai itu? Apa kau tahu pasti dia akan berlatih basket hari ini? Tidak mungkin hanya karena kata-kata Zhao Nan tadi, kan? Soalnya tim basket di sekolah kita ada lebih dari satu."

"Aku tahu pasti, kok."

"Dari mana kau tahu? Jangan-jangan kau mencuri jadwalnya, ya?"

"Ehm ... bagaimana, ya? Pada dasarnya, semua gadis yang sedang jatuh cinta adalah Sherlock Holmes."

***

Chen Ai duduk di bangku di pinggir lapangan sambil menyahuti ucapan-ucapan Xiao Qing sekenanya. Sahabatnya itu terus-terusan memuji laki-laki yang disukai hingga Chen Ai kehabisan tanggapan dan hanya menggangguk mengiyakan.

"Chen Ai, bagaimana denganmu? Kita sudah enam belas tahun. Apa kau benar-benar tidak pernah menyukai seorang laki-laki sebelumnya? Aku belum pernah mendengar sesuatu seperti itu darimu," tanya Xiao Qing.

Chen Ai mengedikkan bahu. "Entahlah. Mungkin pernah, mungkin tidak. Tapi sepertinya ada orang yang benar-benar pernah membuat jantungku berdebar-debar."

Beberapa saat kemudian, ada dua orang gadis yang berjalan di depan Chen Ai dan Xiao Qing sambil menggosip. Chen Ai tidak berniat mencuri dengar, tetapi ada beberapa kalimat yang tertangkap jelas olehnya.

"... tahu, Zhao Nan itu sudah punya pacar."

"Ya, aku tahu. Katanya pacarnya serasi sekali dengannya."

"Iya. Beruntung sekali gadis itu, berpacaran dengan laki-laki pintar dan keren seperti Zhao Nan. Katanya mereka ...."

Seketikaitu juga, Chen Ai mengingat perkataan Xiao Qing di koridor tadi; 'Semua gadis yang sedang jatuh cinta adalah Sherlock Holmes.' Seberapa banyak hal yang tidak diketahuinya tentang Zhao Nan? Apakah laki-laki itu benar-benar sudah punya pacar?

🌹

Footnote:

MSN= layanan situs web portal milik Microsoft.

🌹

Enjoy reading, guys. Jangan lupa kasih vote dan komen untuk mendukung cerita ini, ya. 😍

Thank you. Have a nice day.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro