第三章 Bab 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now playing: Geng Geng Yu Huai 耿耿于怀

Malam hari setelah selesai belajar, Chen Ai menyalakan komputer di kamarnya lalu mengaktifkan MSN. Ia melihat Zhao Nan juga sedang online, jadi ia pun langsung mengirimkan pesan.

07.52 p.m. Zhao Nan, apa kau ada?

Beberapa saat kemudian, Zhao Nan mengirim pesan balasan.

07.53 p.m. Ya. Ada apa?

Chen Ai menghela napas. Sebaiknya bagaimana cara memulai percakapan pesan dengan seorang laki-laki? Ia tidak terbiasa melakukan ini karena teman laki-lakinya memang tidak banyak dan ia tidak pernah begitu dekat dengan laki-laki mana pun sebelumnya. Zhao Nan adalah 'pertama'-nya dalam banyak hal. Setelah banyak berpikir, akhirnya Chen Ai memutuskan untuk langsung to the point saja.

07.54 p.m. Bisa tolong bantu mengecek soal yang kau berikan padaku tadi siang?

07.54 p.m. Tidak masalah. Kau kirimkan saja jawabanmu.

Chen Ai pun mengirimkan jawabannya. Setelah itu, ia menambahkan pesan.

07.55 p.m. Aku hanya bisa mengerjakannya sampai tahap ini. Setelah begini bagaimana?

Chen Ai memainkan mouse-nya sambil menunggu balasan dari Zhao Nan. Hingga beberapa menit kemudian, Zhao Nan masih belum membalas. Chen Ai pun keluar dari kamarnya untuk menyeduh susu. Setelah itu, ia kembali ke kamar dan mengecek MSN sebentar. Rupanya Zhao Nan masih belum menjawab. Ia pun mengambil novel di samping meja lalu membacanya di kasur.

Sesaat kemudian, bunyi notifikasi terdengar dari komputernya. Chen Ai meletakkan novelnya dan melompat bersemangat mendekati komputer.

08.12 p.m. Kau benar-benar tidak paham?

Pertanyaan ini ... maksudnya apa? Memangnya murid seperti aku tidak boleh bertanya tentang pelajaran ekonomi? Pelajaran ekonomi itu susah sekali, ya! Tidak usah sombong hanya karena kau ahli di bidang itu, gerutu Chen Ai dalam hati. Namun, beberapa saat kemudian, muncul pemikiran lain di benaknya. Gosip para gadis di lapangan tadi siang terngiang kembali di kepalanya. Apakah aku sudah mengganggu?

Akhirnya, Chen Ai hanya mengirimkan balasan singkat.

08.13 p.m. Iya.

08.13 p.m. Baiklah. Kau tunggu sebentar. Aku akan menuliskan penyelesaian lengkapnya.

Zhao Nan mengirimkan jawaban pembetulan beberapa saat kemudian. Setelah itu, Chen Ai mengetik 'terima kasih' dan mengirimnya. Selesai. Setelah itu ... apa? Percakapan pesan mereka berakhir sampai sini saja?

Ternyata, laki-laki itu masih lumayan ramah terhadap Chen Ai. Ia mengirimkan pesan lagi.

08.16 p.m. Tidak masalah. Bisa mengajari ranking satu kelas adalah kehormatan bagiku. (tertawa)

Chen Ai tertawa kecil. Sebelum ia mengirimkan pesan balasan, pesan susulan dari Zhao Nan yang lebih panjang sudah masuk lagi.

08.17 p.m. Jika kedepannya ada bagian yang tidak kaupahami, kau boleh menggangguku lagi. Zhao Lao Shi selalu ada. Oh, ya. Kau santai saja belajarnya. Jangan terlalu panik. Ujiannya masih lama, kok. Sampai sini, ya. Bye.

Jadi, percakapan pesan mereka hari itu benar-benar berakhir sampai di situ.

***

Kenyataannya, waktu berjalan begitu cepat hingga tak terasa ujian sekolah tiba. Chen Ai yang terlalu sibuk belajar tidak sempat meluangkan waktu untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai Zhao Nan yang digosipkan sudah punya pacar. Ia bahkan belum tahu siapa gadis yang disebut-sebut sebagai pacar Zhao Nan. Tapi, ya, sudahlah. Bagi Chen Ai, itu bukan prioritas utamanya. Bahkan jika itu karena Zhao Nan, Chen Ai tidak akan dengan mudah membiarkan rencana masa depannya yang cerah tergoyahkan.

Ketika semua siswa sedang pusing mempersiapkan ujian, ternyata Chen Ai mempunyai tambahan beban yang lain yang membuatnya tidak sempat mendengarkan gosip apa pun. Klub jurnalistik yang diikutinya sejak tahun pertama sedang mempersiapkan mading perdana yang akan tayang sebelum liburan musim dingin. Jadi, seusai sekolah, Chen Ai biasanya akan berkumpul di ruang klub jurnalistik bersama teman-temannya dan mendengar penjelasan dari guru. Setelah itu, ia akan langsung berangkat ke warnet untuk mengerjakan bagiannya dan mengirimkan pekerjaan itu lewat faks. Kegiatannya benar-benar padat hingga tak ada waktu untuk memikirkan cara memberi kode-kode pada Zhao Nan. Chen Ai hanya bisa membiarkan hubungan mereka sekarang mengalir bagai air.

Di akhir tahun, ujian akhir semester dimulai dan diakhiri begitu cepat. Semua murid langsung merencanakan hang-out dengan teman sepermainannya. Organisasi sekolah juga mengadakan kegiatan class-meeting sebagai sarana refreshing para murid. Seperti biasa, bagian class-meeting yang paling ramai penggemar setiap tahun adalah pertandingan basket. Klub jurnalistik juga mempunyai tugas dalam kegiatan class-meeting. Para anggota klub akan dibagi menjadi beberapa tim yang bertugas mewawancarai kapten regu pemenang dan meliput pertandingan. Chen Ai tentu saja bergabung dalam tugas ini. Jadi, selain menjadi supporter untuk kelasnya, Chen Ai juga menjadi jurnalis.

Sebelum kelasnya bertanding, Xiao Qing mengajak Chen Ai untuk membeli minuman bagi para teman laki-laki selesai bertanding nanti. "Ini sudah seharusnya. Mereka berjuang di lapangan, kita mendukung mereka dengan memberikan minuman ini. Tidak ada salahnya, kok. Banyak gadis biasa melakukan hal ini," ujar Xiao Qing.

Meskipun merasa agak risih dengan hal itu, akhirnya Chen Ai dan Xiao Qing berangkat ke kantin sebelum pertandingan dimulai. Mereka menghampiri kios Lu Lao Ban yang menjual beraneka minuman.

"Lu Lao Ban, aku beli ini," ujar Chen Ai sambil mengambil sebotol susu cokelat dan menyodorkan uang 5 RMB.

Xiao Qing membelalak tak percaya. "Chen Ai, kau membeli itu? Berapa uang sakumu perhari?"

"Nominal uang saku tidak penting. Yang penting adalah ketulusan hati kita menyemangati tim kelas," jelas Chen Ai sok bijak sambil menyunggingkan senyum palsu. Di balik ekspresi bercandanya, Chen Ai membayangkan Zhao Nan yang akan bermain basket di lapangan nanti. Ia belum pernah melihat Zhao Nan bertanding basket meskipun laki-laki itu sering bermain basket sepulang sekolah di lapangan. Alasannya klasik, lingkar pertemanan Chen Ai dan Zhao Nan berbeda. Chen Ai bukan orang yang suka menghabiskan waktu dengan menonton basket sepulang sekolah.

Kira-kira sekeren apa, ya kemampuan basket Zhao Nan? pikir Chen Ai sambil mengusap-usap botol susu.

Xiao Qing bergidik melihat senyum palsu Chen Ai, lalu melanjutkan transaksi sebotol air mineral dengan Lu Lao Ban.

Chen Ai pun mengembalikan ekspresi wajahnya menjadi datar dan memandang Xiao Qing sebal. "Sebenarnya tidak begitu juga. Sudah sampai sini. Untuk apa beli minuman biasa?"

"Iya, iya," sahut Xiao Qing sekenanya. Ia pun menarik tangan Chen Ai menuju ke luar kantin. "Ayo, cepat kembali ke lapangan."

Suasana di lapangan sangat heboh. Beberapa kelas bahkan ada yang membentuk tim pemandu sorak. Sangat berlebihan, pikir Chen Ai. Ia dan Xiao Qing duduk di sela-sela bangku lapangan yang hampir penuh sambil menunggu kelasnya bertanding. Sesekali, ia menulis catatan kecil untuk diolah menjadi berita liputan supaya bisa ditayangkan di mading nanti.

Beberapa lama kemudian, tiba giliran kelas dua Humaniora ruang tiga. Semua teman sekelas yang tidak bermain segera merapat ke pinggir lapangan untuk menyemangati tim kelas. Chen Ai juga ikut berkumpul di barisan itu supaya bisa melihat permainan Zhao Nan lebih jelas dan ikut menyemangati laki-laki itu. Sebelum Zhao Nan bersiap di tengah lapangan, laki-laki itu sempat bertemu tatap dengan Chen Ai. Ia menyunggingkan senyum percaya dirinya yang biasa ke arah Chen Ai, lalu segera berkumpul dengan tim di lapangan.

Setelah bola dilambungkan oleh wasit, teman-teman sekelas langsung berteriak menyemangati. "Jia you! Jia you! Jia you!" Ketika Zhao Nan berhasil menembak bola hingga masuk ke ring dengan sempurna, semuanya langsung menjerit kegirangan. Begitu terus hingga kelelahan dan suara hampir habis.

Menonton pertandingan basket terasa sepuluh kali lebih seru jika begini. Chen Ai bisa berteriak sekeras-kerasnya untuk menyemangati tim kelasnya—di mana ada Zhao Nan, laki-laki yang disukainya di situ. Chen Ai tidak tahu perasaan kebahagiaan dan kebebasan ini akan bertahan berapa lama, tapi ia pasti tidak akan melupakan momen luar biasa ini; ketika seulas senyum lebar terukir di wajah polosnya ketika melihat Zhao Nan bermain basket dengan begitu mengagumkan.

Belasan menit kemudian, pertandingan pun berakhir dan kelas dua Humaniora ruang tiga menang dengan poin yang fantastis. Chen Ai beserta seluruh teman sekelasnya langsung bersorak riang. Kebanyakan teman sekelas langsung mengerubungi Zhao Nan selaku kapten tim dan ber-high-five dengannya. Chen Ai awalnya ingin langsung bergabung dengan teman yang lain untuk memberi selamat pada anggota tim basket, tetapi ia tiba-tiba teringat pada tugasnya.

Chen Ai mengambil gelas susu cokelat dan catatan kecilnya, lalu berjalan mendekati Zhao Nan ketika kerumunan di sekitar laki-laki itu sudah mereda.

"Bagaimana? Aku keren, kan tadi?" tanya Zhao Nan percaya diri. Chen Ai mengangguk sekenanya, lalu meletakkan gelas susu di kursi panjang di pinggir lapangan dan membuka buku catatan. "Apa itu? Untuk mading?" Zhao Nan menunjuk buku catatan yang dipegang Chen Ai.

"Iya. Jangan mempersulitku, ya," jawab Chen Ai sambil tersenyum. "Jadi, bagaimana pertandingan basket hari ini menurutmu? Apa yang spesial dari pertandingan-pertandingan sebelumnya?"

"Tidak ada yang spesial."

Chen Ai mengerucutkan bibir dan memukul lengan Zhao Nan sebal. "Hei, kau bisa serius sedikit tidak? Jawabanmu akan tayang di mading. Tolong jangan memalukan," protes Chen Ai.

"Huh ... iya, iya. Pertandingan hari ini seru sekali, apalagi karena berhasil jadi pemenang. Yang spesial itu karena banyak teman-teman yang ikut menyemangati," jawab Zhao Nan lancar.

Chen Ai mencatat jawaban Zhao Nan dengan cepat. Ia pun menanyakan beberapa pertanyaan lagi. Setelah dirasa cukup untuk menyusun satu artikel, akhirnya Chen Ai menutup buku dan memasukkannya ke saku jaket biru.

"Sudah. Itu saja. Terima kasih, ya," ucap Chen Ai sambil tersenyum. Chen Ai mengambil gelas susu dari kursi. "Omong-omong, kalau kau—"

"Zhao Nan!"

Seruan seorang gadis yang memanggil Zhao Nan membuat Chen Ai menarik kembali tangannya yang sempat terulur. Gadis datang mendekat sambil membawa botol minum juga. Ia menyentuh lengan Zhao Nan, lalu menyodorkan botol kepada laki-laki itu. Chen Ai mengenal betul gadis itu! Namanya Liu Xia. Chen Ai sekelas dengan gadis itu saat tahun pertama. Liu Xia tidak terlalu pintar, tapi bukan bodoh juga. Gadis itu sangat manis ketika tersenyum. Kulitnya juga putih bersih, hasil perawatan yang intens. Lingkar pertemanan gadis itu sangat elit. Jadi, apa ia yang disebut sebagia pacar Zhao Nan? Zhao Nan menyukai gadis yang seperti ini?

Namun, Chen Ai memilih untuk menyelamatkan harga dirinya dulu sebelum lanjut memikirkan hal lain. "Zhang Lao Shi bilang, kami para jurnalis harus baik-baik melayani narasumber. Minuman ini dibeli dari uang kas klub jurnalistik. Seharusnya untukmu. Tapi ternyata sudah ada yang memberikan minum untukmu. Jadi, ini buat aku saja, ya. Suaraku hampir habis setelah menyemangati tim kelas kita, jadi harus banyak minum. Bye. Kalian berdua dulu saja. Aku akan bergabung dengan teman-teman yang lain," ujarnya cepat. Ia melenggang melewati Zhao Nan dan Liu Xia, lalu meninggalkan lapangan dan masuk ke kelas.

Bagus.Jawabannya sangat bagus. Nilai sempurna untuknya yang masih bisa mengucapkanhal cerdas saat situasi menyakitkan seperti itu. Chen Ai merasa dadanya sesakmendadak. Seluruh warna-warni perasaannya yang indah ketika ia menyukai ZhaoNan sepertinya harus berhenti di sini. Laki-laki itu menyukai gadis lain. Iabisa bagaimana lagi? Ia tidak mungkin merebut Zhao Nan, kan? Seorang Chen Aitidak akan sanggup melakukan hal itu. Terlalu memalukan. Jadi, bagaimanasetelah ini? Apakah lebih baik menyerah saja?

🍃

Footnote:

Lǎo Bǎn 老板= [Bahasa Mandarin] Bos. Terkadang digunakan sebagai panggilan untuk pedagang.

RMB= singkatan dari Rén Mín Bi (Hanzi: 人民币, arti: mata uang rakyat), merupakan mata uang resmi Republik Rakyat Tiongkok. 1 RMB kira-kira setara dengan Rp2.000,00.

Jiā yóu 加油= [Bahasa Mandarin] Semangat!

🍃

Bonus~
Zhao Nan waktu zaman masih sekolah 💖

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro