第二十三章 Bab 23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Now playing: Sweet Little Happiness 甜甜的小美满 by Liu Renyu ft. Simon Gong

Cap Go Meh sudah berakhir kemarin. Chen Ai sudah memesan tiket kereta dan ia akan berangkat ke Shanghai hari ini. Setelah selesai mengemasi barangnya di kopor, ia melirik jam dinding. Waktu keberangkatan keretanya masih dua jam lagi, jadi Chen Ai duduk sebentar di kasurnya dan mengecek handphone. Ia membuka WeChat, lalu membaca ulang chat-nya dengan Zhao Nan kemarin siang.

Zhao Nan: Chen Ai, kau berangkat dengan kereta jam berapa? Duduk di kursi nomor berapa?

Chen Ai: Aku berangkat jam 08.00 a.m gerbong nomor tiga. Soal nomor tempat duduk, aku tidak mau memberitahumu, kau juga tidak boleh meretas. Pokoknya aku tidak mau duduk di sebelahmu.

Zhao Nan: OK.

Chen Ai tidak tahu apa yang dipikirkan Zhao Nan ketika mengetikkan kata "OK". Namun, dalam hati, ia berharap Zhao Nan menyiapkan kejutan lain.

Ia mengembuskan napas sambil tersenyum senang. Ia meletakkan handphone-nya di bufet dan menghadap ke meja rias. Ia merapikan tatanan rambutnya, lalu membubuhkan bedak tipis di wajah. Beberapa saat kemudian, handphone-nya bergetar. Ia pun mengambil benda itu dan mengecek pesan masuk.

Zhao Nan: Selamat pagi, Chen Ai. Semoga kau bahagia hari ini. Aku akan sampai di depan rumahmu lima belas menit lagi. Kita akan berangkat ke stasiun bersama.

Chen Ai langsung mengirim pesan "OK", lalu berjalan cepat keluar dari kamar sambil menyeret kopor. Ia duduk di samping orang tuanya yang sedang menonton TV di sofa ruang keluarga.

"Ma, Pa, aku berangkat sebentar lagi," ujar Chen Ai tenang.

"Baiklah. Di Shanghai jangan terlalu lelah bekerja. Jangan sampai kantung matamu menghitam. Di kantor jangan fokus berlebihan, perhatikan sekeliling juga. Kalau ada orang yang kelihatannya mapan dan akrab denganmu, tidak ada salahnya berpacaran dengannya," tutur ibunya sambil masih menonton televisi.

Chen Ai mencebik, tetapi akhirnya mengangguk patuh. Ia pun menemani orang tuanya menonton siaran berita pagi itu hingga Zhao Nan akhirnya datang menjemput. Begitu Zhao Nan tiba, Chen Ai memeluk kedua orang tuanya singkat, lalu masuk ke taksi. Ia pun berjalan menuju stasiun Wuhan.

Sesampainya di stasiun, Chen Ai dan Zhao Nan segera menyerahkan boarding pass ke petugas dan memasuki gerbong kereta. Chen Ai duduk di kursi kereta sesuai dengan nomor yang tertera di tiketnya. Kursi di sebelah Chen Ai masih kosong, jadi Zhao Nan duduk di sebelah Chen Ai.

"Apa kau benar-benar duduk di sini?" tanya Chen Ai skeptis. Ia berusaha melihat nomor kursi di tiket kereta Zhao Nan, tetapi pria itu buru-buru meremasnya dan memasukkan kertas itu ke saku celana.

"Anggap saja begitu," jawab Zhao Nan santai.

Chen Ai mendengkus dan memandang Zhao Nan dengan tatapan menyelidik. Namun, ia tidak menanyakan apa pun. Ia menutup ritsleting jaket, memanjangkan lengan, dan menarik hoodie. Setelah itu, ia duduk bersandar di kursi kereta.

Beberapa saat kemudian, seorang pria tua berjaket abu-abu tebal mendekati kursi yang diduduki Zhao Nan. Chen Ai ikut menoleh.

"Permisi. Tuan, apa benar ini kursi 17?" tanyanya sambil mencocokkan lagi tiket yang dibawanya.

Chen Ai menahan tawa, tapi tidak mengatakan apa pun.

"Iya, benar. Kalau Anda bersedia, Anda bisa bertukar tempat duduk dengan saya." Zhao Nan mengeluarkan tiket yang sudah tak berbentuk dari sakunya. "Tempat duduk saya sangat nyaman. Anda tidak akan rugi bila bertukar tempat duduk." Ia pun menyodorkan tiket pada pria tua itu.

Chen Ai masih menahan tawa. Ia pun menaikkan ritsleting jaket hingga menutupi mulutnya.

Pria itu memicingkan mata, berusaha membaca nomor tiket Zhao Nan. "Apakah ini masih legal?"

Chen Ai tidak senang dengan pertanyaan itu. Ia langsung menurunkan ritsleting jaketnya. "Tentu saja legal," tukasnya kesal.

Pria tua itu membelalak kaget. "Baiklah, baiklah. Aku akan duduk di tempat dudukmu." Ia pun berjalan dan duduk di tempat duduk Zhao Nan.

Chen Ai kembali duduk bersandar dan bersedekap. Ia menyalakan handphone, menancapkan earphone, lalu mendengarkan musik.

Zhao Nan sepertinya tidak terlalu suka Chen Ai melakukan itu. Ia menggelitik dagu Chen Ai, lalu melepas earphone yang dikenakan wanita itu. Chen Ai pun mengerucutkan bibir dan menepis tangan Zhao Nan.

"Tolong jangan mengganggu," tegas Chen Ai.

"Hei, kau sudah membantu mempertahankanku untuk duduk di sebelahmu. Masa kau tidak mau mengobrol denganku sepatah kata pun?" Zhao Nan menurunkan hoodie Chen Ai.

"Aku mengantuk." Chen Ai menarik hoodie-nya kembali.

"Baiklah. Tidurlah." Zhao Nan tersenyum, lalu menepuk-nepuk bahunya.

Chen Ai melengkungkan alis. "Untuk apa?"

"Sandaranmu."

Chen Ai tertawa kecil. "Tidak perlu."

Zhao Nan berdecak. "Oh, ya. Soal pernyataanku di depan Restoran Qingshi dua hari yang lalu, apakah kau sudah selesai mempertimbangkan? Apa jawabanmu?"

Mengingat hal itu, wajah Chen Ai jadi menghangat. Ia mengulum senyum, lalu berkata, "Aku akan memberikan jawabannya padamu saat malam akhir pekan di Restoran Beef and Liberty, Shanghai."

Setelah mengucapkan hal itu, Chen Ai menyandarkan tubuh ke sandaran kursi dan memejamkan mata. Kemudian, ia melanjutkan tidurnya yang tidak terlalu pulas semalam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro