27. Friends-2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bergaduhnya para spektator mengharu biru dari tribune yang mengelilingi lapangan stadion. Di bawah sana yang menjadi pusat perhatian, dua remaja berseragam PokéTrainer saling hadap, terengah-engah dalam pertarungan nan sengit. Si remaja laki-laki berseru kepada Pokémon ubur-ubur, Tentacruel, yang segera menyerang dengan semburan air berkekuatan tinggi. Sementara remaja perempuan yang bersama Nidoking, Pokémon jara, memekik tak mau kalah. Para penonton berteriak, ‘Hore!’, ‘Maju!’, ‘Habisi dia!’. Keseruan yang amat menggelora menyaingi langit malam.

Pada salah satu sisi stadion, terdapat bangunan tinggi yang lantai atasnya berjendela kaca lebar. Di situ merupakan kafetaria stan-stan kecil dengan meja dan kursi tertata. Karena letaknya yang strategis, beberapa remaja menggunakannya untuk menonton pertandingan.

“Kelas mana melawan kelas mana?” tanya seorang laki-laki ke kerumunan.

“Itu kakak kelas yang memenangkan classmeeting tahun lalu!”

“Walau hanya battle harian, penontonnya bisa sebanyak ini!” 

Pada deretan kursi panjang, ada bagian kosong di pojok yang sengaja tidak ditempati karena jauh. Hanya satu perempuan yang duduk, itu pun tak lama. Pandangannya melirik agak risi, kepalan tangan gemetar di atas lutut, kepala kaku ke depan. Seorang remaja laki-laki muncul.

"Kamu yang sekelas tadi, bukan? Boleh duduk di sini?" tanyanya.

Perempuan itu berdecak, membereskan barang-barang lalu langsung pergi. Si laki-laki dibuat heran.

“Ada apa dengannya, ya?” Dia menggaruk tengkuk. Pada saku seragamnya tertera nama Biru.

Biru sekarang tampak memiliki penampilan rapi. Baju kemeja putih dimasukkan, dari kerahnya menggantung dasi merah panjang, ditambah blazer biru dengan motif kotak-kotak. Celananya hitam kebiru-biruan dan diikat sabuk. Tak lupa kalung logam perak yang talinya pendek sehingga tampak pada leher. Sepatu lelaki itu menapak lantai tegel kemudian dia duduk di kursi terdepan.

Meski kaca terbilang jauh, pemandangan di stadion tetap sampai. Biru heboh sendiri menyaksikan pertarungan sengit itu. Ketika gerombolan yang mengerubung bersorak, dia ikut teriak. Rupanya pemain yang dijagokan unggul dalam kekuatan, sehingga lawan pun tumbang. PokéTrainer di bawah sana melambai berputar ke arah tribune, dan saat sampai di gerombolan, para remaja histeris, senang bukan main. Begitu pun Biru yang memuji kehebatannya sambil memberi tepuk tangan serta bersiul.

Lelaki itu masih termenung di bangku kafetaria ketika kerumunan sudah membubarkan diri. Dia tampak sibuk menulis beberapa hal pada buku catatan. Dari situ, jelas sosok PokéTrainer tadi ialah idolanya, yang sangat ingin dia tantang dalam pertarungan Pokémon. 

Beberapa saat kemudian, datang satu laki-laki bersama dua perempuan sesaat kafetaria benar-benar sepi. Mereka menyapa Biru, tetapi tak diindahkan. Membikin kesal memang si Biru ini.

Laki-laki yang satu itu perawakannya tidak terlalu jangkung. Dia memiliki rambut berwarna putih keabu-abuan, memakai jaket hoodie hitam bertali, dengan gambar Pokémon  umbi ungu di punggung. Sedangkan si perempuan di belakang punya badan semampai dengan lekuk atletis, dan perempuan lainnya berjaket jambon yang tampak ceria lagi periang.

“Dari situasi ini, aku tebak Biru habis melihat senpai jagoannya,” tutur si lelaki rambut putih, namanya Brendan.

“Dari yang kulihat, senpai tadi lebih unggul karena tipe Pokémon yang dia pakai lebih menguntungkan,” ujar perempuan yang tinggi, Lyra.

Hmm … ? Sehebat itukah senpai? Menurut May dia tidak keren karena rambutnya tidak berduri seperti Biru,” papar perempuan ceria.

Tiga orang itu mengelilingi meja pada tiap sisi, mengutarakan pemikiran masing-masing. Biru berhenti menulis, sungging pada senyumnya tanda telah selesai. Dia mendengkus, kemudian mengangkat kepala seraya menggebrak meja.

“Kalian memang tidak tahu apa-apa, ya! Dalam pertarungan Pokémon, ada banyak faktor yang menentukan kemenangan! Tidak hanya satu-dua saja!”

Teman-temannya memasang wajah datar, seakan memang sudah tahu. Jadi Biru tidak usah bilang pun mereka paham.

Namun, Biru yang percaya diri. Dia berkial acungkan jempol sembari tersenyum congkak. “Aku harus segera membuat janji pertemuan dengan Senpai sebelum dia lulus akhir bulan nanti!”

Gerak serta semangatnya yang menggebu-gebu sontak membuat mereka memandang takjub. “Hebatnya, Biru-sama ….”

***

Ini adalah sekolah khusus PokéTrainer. Sistem pendidikan yang mengatur kegiatan belajar-mengajar bagi mereka para generasi muda yang kelak meneruskan masa kejayaan Pertarungan Pokémon. Bangunan sekolah yang besar terdiri atas sayap kiri, sayap kanan, dan bangunan utama. Di belakang bangunan utama terdapat stadion yang dapat dikunjungi orang luar setiap pertandingan besar diadakan.

Di sini para murid dibebaskan memilih tim Pokémon dan mengatur strategi yang diinginkan. Tenaga pengajar membantu mereka dengan memberi berbagai pengetahuan mumpuni dalam kelas rutin yang diadakan setiap hari kerja. Meski demikian, tak sedikit murid yang cepat keluar sebelum empat tahun masa pendidikan. Alasan paling umum mereka tidak lanjut ke tingkat selanjutnya ialah karena merasa ilmu sudah cukup. Kebanyakan PokéTrainer memilih bertualang atau pindah ke sekolah profesi.

Saat ini tinggal Biru dan segelintir orang saja yang bertahan sampai satu tingkat sebelum akhir. Tiga orang yang bersama Biru juga sama tingkatnya.

Di kelas, Biru duduk paling depan, memperhatikan saksama guru yang tengah mengajar. Banyak ilmu yang dia catat dengan cepat pada buku. Lama waktu berselang, bel berbunyi tanda waktu istirahat. Lelaki itu memutar badan ke belakang, mengedik kepala kepada tiga temannya di bangku pojok, Brendan, Lyra, serta May.

Brendan itu orangnya bicara seperlunya, mudah menangkap isyarat dari Biru. Sedangkan Lyra si rambut hitam kucir kuda yang nyata lebih tinggi daripada Biru, agak bingungan, sejujurnya.

Sementara yang memeriahkan suasana di antara mereka berempat ialah May, si perempuan penuh semangat dan beraura kuat. Keramahannya tingkat tinggi bahkan setiap orang yang ditemui di lorong sekolah dia sapa. Terlebih pesona dari rambut sebahu kecokelatan yang berkilau, jaket jambon yang tidak dipasang ritsleting. Biru sering kali bersaing pamor dengannya.

Mereka berjalan dari arah kafetaria dengan jajanan masing-masing di tangan. Di depan kaca yang bersandingan stadion, Biru berhenti, diikuti teman-teman. Mereka menyaksikan pemandangan luar yang bagus karena langit amat cerah bersama bulan sabit pucat dan awan-awan lewat.

Sebenarnya Biru ingin membahas sesuatu di situ.

"Kakakku Daisy akan menikah dengan kakak kelas kita dulu saat masih tingkat awal.”

Semua pendengar menyimak, Biru mengerjap.

"Kalian kenal Kak Seno? Yang badannya tinggi dan rambutnya agak keriting. Yang suka pakai bandana karena rambutnya gondrong."

Biru menatap kawan-kawannya yang berjejer dan melongo. Dia mengharapkan respons bagus dari mereka yang tampak berpikir mendalam, dimulai dari Brendan, Lyra, juga May.

"Yang mana? Aku melihat puluhan orang dengan ciri-ciri seperti itu hari ini." Tipe yang sulit membedakan wajah orang.

"Ah, yang namanya mirip Sven PokéRanger dari Altru itu, ya!" Tipe yang sulit menghafal nama orang.

"Oh! May kenal dia! May kenal Kak Sedodo!" Tipe yang suka mengubah panggilan orang sesuka hatinya.

Mereka semua remaja yang payah dalam bersosialisasi.

Biru menepuk dahi, mendesah pelan. Lantas sebuah pemikiran melintas pada kepala si aneh itu. Kalau dipikir-pikir, Kak Seno mirip Redo juga. Biru membayangkan Redo dengan wajah cabul menggaet Daisy, tertawa dengan nada genit. "Hahaha, kakakmu sekarang jadi milikku, Biru!"

Tamparan mengenai diri sendiri hingga berbunyi kencang. Kawan-kawannya berseru kaget. Entah habis memikirkan apa tadi, Biru menggeleng kuat-kuat. Pipinya memerah senada kedua daun telinga yang berasap.

Saat mereka lanjut melangkah, rusuk Biru disikut oleh May. Dia pun menoleh ke arah yang ditunjuk, lalu sontak agak histeris. Rombongan Senpai yang diidolakannya ada di sisi lain, mengarah ke Biru. Dari dekat, tampak seragamnya mengilap, rambut perak berkilau lumayan gondrong--yang kata May tidak berduri. Senpai tersebut mengangguk kepada Biru, menghampirinya seraya mengawai--memamerkan cincin-cincin pada jemari.

“Kau yang bernama Biru Oak itu? Gen terkuat dari Kanto?” Biru mengangguk-angguk sampai tulang leher hampir keseleo. “Besok hari libur aku berlatih di tempat yang menyediakan jasa untuk PokéTrainer. Kau ikut?”

“Mau! Mau! Aku terima ajakan itu dengan senang hati, Senpai!” balas Biru, cengar-cengir.

Senpai itu mengangguk tersenyum, lalu kembali ke rombongan yang berhenti. Biru senang bukan main, bahkan ketiga teman memuji keberuntungannya. Namun, pada saat bersamaan, Biru yang saling peluk bisa mencerling, mengetahui teman Senpai berbisik, berbicara tidak beres dari eskpresinya, lalu mereka semua berlalu.

###

Kudus, 3 Februari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro