[17] Dilema

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Up lagi part terbaru dari Aurelia_nwh91. Happy reading yorobeun.

💖||💖

Sungguh sial nasib Winter. Dia tidak menyangka akan mendengar pertengkaran hebat itu di dalam ruang UKS. Jika dia ketahuan menguping, bisa tamat riwayatnya oleh Pelatih Shin.

Perasaannya terasa janggal, saat melihat Karina ternyata ikut mendengar pertengkaran tersebut. Rasa iba mulai menyelubungi perasaannya. Dia tidak pernah mengira, ternyata hidup seorang Karina itu berat. Penuh tekanan. Pantas saja gadis itu sampai pingsan di tempat latihan tadi.

Kepalanya kembali menjulur melewati tirai yang tertutup secara diam-diam. Takut, jika pelatih galak itu masih ada di sana.

Sepi.

Hanya ada Karina di atas pembaringan. Pelatihnya sudah tidak ada, pun dengan si dokter baru yang lumayan tampan itu.

Dia menyelinap keluar sambil berjinjit. Takut membangunkan Karina yang sedang beristirahat. Salep di kakinya yang melepuh pun belum cukup kering, tetapi Winter tak mau ambil pusing. Dia harus kabur detik ini juga.

"Eommo!" pekik Winter keras, saat dia membuka pintu dan menemukan Jake, kekasihnya, sudah berdiri mematung di depan pintu. Jake hendak mengetuk, tapi Winter sudah terlebih dulu membuka pintu.

"Ya, mwohaneungoya?!" Winter berusaha untuk berbicara sepelan mungkin. Menutup kembali pintu UKS rapat.

Senyum Jake terpancar, meski tubuhnya terlihat kuyu karena keringat sehabis lari keliling lapangan, hukumannya karena membolos latihan tadi.

"Aku ingin memberikanmu ini," ujar Jake, sambil memberikan sepasang sepatu kets berwarna hitam dengan gradasi merah muda. Itu milik Winter. "Aku khawatir sekali, begitu Sunghoon bercerita tentang keadaan kakimu yang terluka." Wajahnya tertunduk sedih. Bibirnya mengerucut.

Kening winter mengernyit. "Ya, kau kenapa?!"

Sunghoon malah mendekap erat tubuh Winter. "Aku sangat khawatir. Jebal, jangan buat aku ketakutan seperti ini. Aku tidak mau kau terluka."

Alih-alih menghindar atau marah, Winter malah bungkam. Otaknya seakan beku untuk memberikan reaksi pada aksi yang baru saja Jake lakukan. Dia benar-benar terkejut.

***
HEART REFLECTIONS


***

Karina sudah berdiri dengan tegang di depan Pelatih Shin. Jantungnya berdetak tak beraturan. Selepas dia sadar dari tidurnya, dia terkejut, mendapati sang pelatih yang sudah duduk menunggu di sampingnya.

Dan, di sinilah mereka sekarang.

Winter ikut berdiri mematung di samping Karina. Merasakan hal yang sama. Tegang.

"Kalian tahu, kenapa saya mengumpulkan kalian di sini?" Pelatih Shin mulai angkat bicara. Memecah kesunyian yang malah membuat suasana semakin tegang.

Karina dan Winter menggeleng serempak. Mereka tak bisa menebak apa yang pelatih itu pikirkan.

"Karina, apa cederamu sudah sembuh?" tanyanya ketus.

Karina menggeleng pelan. "Ajikyo, Ssaem."

"Aku ingin menjadikan Winter sebagai penggantimu untuk bertanding di Spanyol."

"Ye?!"

"Ye?!"

Karina dan Winter sama-sama terbelalak kaget. Tak mengira akhirnya akan seperti ini. Secepat itu kah?

"Wae? Apa aku harus menjelaskannya lagi?"

"Animnida, ssaem," tukas Karina cepat. Dia tahu, jika akhirnya akan seperti ini. Pelatihnya itu memang benar-benar keras dan obsesif. Dia akan melakukan apa pun, agar tujuannya tercapai. Termasuk mengganti posisi Karina yang menurutnya sudah tak layak pakai, dengan Winter si anak ayam yang mulai menunjukkan taringnya karena sudah berlatih keras.

"Bagus kalau kau mengerti. Aku pergi."

Pelatih Shin melenggang begitu saja seolah tanpa beban. Meninggalkan Karina dan Winter yang menjadi sedikit canggung.

Apakah keduanya memang tidak ditakdirkan bersama? Baru saja retakan itu mulai merekat kembali, tetapi tiba-tiba, retakan baru ikut bermunculan.

"Sunbae, gwaencanhayo?!" Winter memberanikan diri untuk memecah keheningan antara keduanya.

Karina mengangguk cepat, lalu mendekap tubuh Winter erat. "Sugohaesseo, Winter-ah. Aku tahu, kau memang layak menggantikanku. Semoga beruntung," ujarnya mantap. Namun siapa tahu, di dalam hati kecilnya, dia sangat terpukul. Sakit yang teramat tak lagi bisa dia tahan. Dia menangis, namun menutupinya dengan tawa bahagia. Seolah ikut senang atas terpilihnya Winter sebagai pengganti.

Gadis itu ikut melenggang pergi. Meninggalkan Winter sendiri untuk fokus berlatih. Langkah terasa begitu berat menghiasi kedua kaki Karina. Pikirannya sudah tak karuan.

***
HEART REFLECTIONS


***

Di saat Winter tengah sibuk menari mengikuti alunan musik lambat, Dua pasang mata tengah memerhatikannya dari balik pintu kaca.

Sepasang manik yang sama dengan manik Winter, terlihat berbinar. Merasakan kebahagiaan juga kemenangan pada pikirannya.

"Lihat itu. Bukankah kekasihku luar biasa, Summer-ah?!" tukas Jake. Dia dan Summer tengah asyik memerhatikan Winter yang tengah berlatih dengan diam-diam.

Saeron mengangguk cepat. "Ne, Oppa. Aku bahagia sekali, melihat Winter Eonni akhirnya menemukan kebahagiannya. Sudah cukup lama dia menderita karenaku. Karena penyakitku," ujar Summer sedih. Namun itu tak menutupi perasaan bahagianya.

Jake mengelus lembut rambut Summer. Bahagia, melihat si kembar bahagia. Apalagi jika keduanya benar-benar bisa akur.

"Akh!!" pekik Summer keras. Memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sakit. Sakit yang teramat sakit, hingga untuk bernapas pun terasa begitu sulit.

Jake ikut terkejut dibuatnya. "Summer-ah, waegeurae?!"

"Oppa, jantungku!" ujar Summer terbata, lalu jatuh tak sadarkan diri dalam dekapan Jake.

"Summer-ah!"

Teriakan keras Jake membuyarkan konsentrasi Winter.

Gadis itu buru-buru memakai sweater-nya, lalu keluar dari dalam ruang berlatih untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Waegeurae?!" tanya Winter bingung.

"Winter-ah!"

"SUMMER-ah!!"

Jake langsung membawa tubuh lemah Summer keluar gedung latihan, sementara Winter baru selesai memanggil ambulance yang katanya sebentar lagi akan datang.

Jake sudah pegal menunggu di depan kampus yang entah kenapa sepi sekali. Biasanya, security akan berlalu-lalang memeriksa keadaan. Aneh.

Winter ikut kelabakan karena ambulance yang datang lama sekali. Sesekali dia menggigiti kukunya cemas. Takut, jika terjadi hal buruk pada adiknya.

Lambat laun, sirine ambulance mulai terdengar. Memecah keheningan malam yang semakin merangkak naik.

Dua orang petugas berseragam oranye lantas mengeluarkan brankar. Mempersilahkan Jake untuk membaringkan tubuh Summer di atas sana. Keduanya ikut menemani Summer menuju rumah sakit terdekat.

Pikiran Winter semakin kacau. Baru saja dia diberikan tanggung jawab berat oleh Pelatih Shin untuk mengikuti perlombaan di Spanyol. Sekarang, adiknya tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri. Dia kembali teringat dengan perkataan Jake tempo lalu.

Sakit.

Summer memang tengah sakit keras.

Setibanya di pelataran rumah sakit, brankar segera dipindahkan ke ruang UGD, sementara Winter dan Jake hanya bisa berdiri menanti dengan cemas di depan pintu ganda besar tersebut.

Beragam pikiran buruk selalu menghiasi pikiran Winter. Membuat gadis itu kalut. Untung saja ada Jake yang hadir mendampingi. Jika tidak, entah hal buruk apa yang akan Winter lakukan.

"Jake-ah, aku takut," gumam Winter bergetar. Tubuhnya mulai terasa dingin, tetapi keringat terus mengalir deras. Dia sangat ketakutan.

Jake mendekap erat tubuh sang kekasih. Memberikan ketenangan pada dirinya yang khawatir. Jake pun tak luput dari rasa khawatir, tetapi lebih memikirkan tentang psikis Winter yang kembali depresi. Kepalanya semakin berdenyut kencang.

***
HEART REFLECTIONS


***

Cukup lama keduanya menanti. Sang dokter akhirnya selesai melakukan penanganan gawat darurat. Dimintanya Winter dan Jake, selaku wali dari si pasien menuju ruang kerjanya.

Perasaan Winter semakin ketar-ketir. Khawatir dan takut. Cemas. Semua hal yang hubungan dengan itu dia rasakan sekaligus.

"Dokter, apakah adikku baik-baik saja?" tanya Winter tak sabar, begitu ketiganya sudah duduk di atas kursi.

Sang dokter menyandarkan pundaknya pada kepala kursi. Membuang napasnya berat, lalu kembali duduk tegak. Menatap Winter lekat. "Penyakit Nona Summer sudah sangat parah. Harus segera dicarikan pendonor untuk menggantikan jantungnya yang bermasalah. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja," jelas sang dokter gamblang. Membuat Winter dan Jake tercengang. Keduanya terkejut.

Sebegitu parahkah penyakit yang tengah Summer hadapi?

"Dokter, jebalyo. Bantu kami!" Winter memohon dengan sangat kepada sang dokter. Dia bahkan rela berlutut di depan meja sang dokter. Jake ikut prihatin, saat melihat betapa terlukanya Winter, karena mengetahui kondisi adiknya yang sakit parah.

Entah apa yang harus dia lakukan. Dia sendiri bingung, ke mana harus mencari bantuan.

"Kami akan usahakan semaksimal mungkin untuk mencari pendonor. Jangan patah semangat, Nona. Anda harus terus berusaha," hibur sang dokter. Memberikan kekuatan pada Winter yang semakin rapuh.

Kini pikirannya terbelah dua. Antara fokus latihan untuk ikut perlombaan sebagai mana mimpinya, atau mengurusi adiknya yang malang. Dia dilema.

***

Tangerang, 08 Mei 2018-05-08
Repost 19 September 2021

Aurelia_nwh91 Storyline


Jangan lupa klik votenya yaaaa ;)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro