62 - Another Way

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti baru menemukan akar dari skandal mereka berdua, Alby segera menghubungi Jacob. Dari obrolan singkat di telepon, dia meminta bantuan agar Jacob menghubungi tim  di perusahaan untuk mencari tahu siapa si pemilik akun Twitter menggunakan IP dari pemilik akun. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana caranya dan hanya duduk manis di sofa sambil menyantap camilan milik Paula. Ini sudah hampir sore dan aku lapar.

Alby tidak peduli meski sudah kubilang kalau Pete juga mencari tahu siapa dalangnya, tetapi dia pikir timnya akan bekerja lebih cepat. Pada akhirnya kuberi tahu Jeff dan Pete kalau Alby sudah punya tim untuk melakukan pencarian, hanya tinggal menunggu hasilnya. Lumayan, waktu Pete tidak terbuang dan dia bisa bekerja. Untuk Jeff, dia masih dalam perjalanan ke Hartford, kuharap pihak hotel tidak membuatnya repot di sana.

Sekarang Alby mengabaikanku lagi. Dia sibuk dengan laptop dan sesekali bicara dengan seseorang melalui telepon. Sekali lagi aku merasa tidak dibutuhkan di sini dan ingin pulang. Lagi pula, Alby bisa meneleponku jika dia berkenan membagikan informasi tentang si pelaku kepadaku.

Aku beranjak dari sofa, bermaksud ingin memberi tahu kalau mau pulang. Namun, ponsel di saku jaketku berdering. Aku memeriksanya dan menemukan kontak Claudia. Mengingat topik pembicaraannya tidak pernah jauh-jauh dari Alby, aku tidak mungkin membiarkan pria itu turut mendengarkannya.

"Alby, aku perlu kamar mandi."

Tanpa mengatakan apa-apa, dia menunjuk sebuah pintu bercat abu-abu di sisi kanan ruangan. Aku segera ke sana dan menerima panggilan Claudia.

"Ava, aku yakin kau sudah mengetahuinya."

Lagi-lagi tentang masalah ini. Apa aku juga harus menjelaskan kalau saat ini Alby dan Jeff sedang mengurusnya? Meski baru sehari, tetapi aku sudah bosan membicarakannya, sungguh.

"Lalu apa?" Aku merespons dengan nada malas.

"Kau adalah satu-satunya yang tahu kalau itu tidak benar." Aku mulai merasa dia punya satu rencana yang akan melibatkanku. "Aku akan mengadakan konferensi pers dan kau bicara sebagai saksi sekaligus kekasih Alby. Katakan kalau itu hanya kesalahpahaman. Kami menyusulmu, ingat, 'kan?"

Baru dua hari, mana mungkin aku akan lupa. Dan idenya sangat buruk. Aku berusaha menjaga statusku dengan Alby agar tidak diketahui oleh banyak orang. Namun, dengan aku membantu Claudia, sama saja dengan mengumandangkan status kami kepada dunia. Hal terburuk yang akan kulakukan.

"Maaf, aku tidak bisa."

"Kenapa? Itu juga untuk menjaga nama baik Alby."

"Nama baik Alby tidak sedang dipertaruhkan di sini, tapi kau dan Jeff--yang membiarkan seluruh dunia tahu bahwa kalian sudah bertunangan." Aku lelah berdiri, jadi kududuki kloset yang tertutup.

"Kau serius tidak ingin melakukannya?"

"Masih ada cara lain untuk menyelesaikannya tanpa harus mengekspos hubungan kami, Claudia." Aku berusaha sabar menghadapi bujukannya. Bisa kubayangkan wajah memelasnya. Dulu aku akan terbujuk, tetapi aku berjanji kali ini tidak akan seperti itu lagi.

Untuk beberapa saat hanya embusan napasnya yang terdengar. Takada waktu untuk ini. Entah kenapa semua orang suka sekali membuang waktuku hari ini.

"Claudia, kalau sudah selesai aku akan--"

"--tidak ingin diketahui semua orang?"

Dahiku berkerut sesaat. Kami bicara bersamaan dan aku tidak bisa mendengar apa yang dia katakan. "Ucapanmu tidak terdengar sepenuhnya."

"Kau ingin mengandalkan cara lain, atau karena tidak ingin ada lebih banyak orang yang tahu tentang hubungan kalian?"

Aku terdiam untuk beberapa saat. Nada bicaranya terdengar seperti dia tahu sesuatu tentang kami. Apa mungkin Jeff membocorkan itu pada Claudia?

"Aku tahu kau lebih suka hidup undercover, Ava, tapi Alby bukan seseorang yang bisa kau sembunyikan di rumah. Semua orang mengenalnya. Seharusnya kau dengan bangga memperkenalkan Alby sebagai kekasihmu ke semua orang. Dengan kau bersikap seperti ini, memberi peluang besar pada wanita di luar sana untuk mendekati Alby."

Oh, Lord. Aku sudah sangat panik sesaat tadi. Beruntungnya Claudia memiliki cara pandang yang lain tentang kami. Apa jadinya kalau dia benar-benar tahu kami bermain peran untuk membalasnya.

"Lalu apa? Aku percaya padanya. Dia pasti sudah meninggalkanku jika tergoda dengan wanita cantik yang berusaha untuk dekat dengannya."

Entah bagaimana aku bisa sepercaya diri ini saat mengatakannya. Di seberang sana mungkin Claudia akan mengira kalau Alby memang mencintaiku. Padahal hanya karena kesepakatan itu masih berjalan, kami tidak bisa saling meninggalkan satu sama lain. Karena fakta itu pula aku bisa bicara begitu dengan sangat yakin.

"Jadi, kau tidak akan melakukannya?"

"Tidak akan ada yang percaya kalau aku menceritakan kebenaran di konferensi persmu. Jeff sedang mengupayakan yang terbaik. Percayalah padanya."

Sepertinya aku akan sangat kesal jika Claudia tidak menunggu kabar dari Jeff dan menggunakan jalannya sendiri tanpa konfirmasi. Aku khawatir tindakannya akan merusak apa yang sudah Jeff rencanakan. Lagi pula, tidak mungkin Jeff tidak memberi tahu apa yang akan dia lakukan pada tunangannya.

"Aku tahu, dan aku hanya ingin membantunya."

Aku mendengkuskan tawa sebelum membalas, "Yang kaulakukan itu bukan membantu, tapi merepotkan orang lain. Kurasa media akan lebih percaya kalau kau sendiri yang mengklarifikasi bahwa kalian bersama untuk menemuiku, lalu sertakan bukti yang saat ini sedang dicari Jeff."

Claudia diam cukup lama. Wanita sejenius Claudia, tidak pernah kuduga akan kehilangan cara berpikirnya seperti ini.

Aku sibuk menduga-duga apa yang Claudia pikirkan--mungkin salah satunya adalah aku teman yang buruk. Itu pun jika dia memang masih menganggapku sebagai temannya.

"Baiklah, akan kupertimbangkan. Terima kasih, Ava." Lalu sambungan telepon berakhir.

Aku memandang ponsel dengan dahi berkerut. Mungkin Claudia merasa kecewa aku menolak membantunya. Tidak biasanya dia akan seperti ini--mengakhiri telepon sebelum aku merespons--kecuali suasana hatinya sedang tidak baik. Dia terbiasa menyelesaikan masalah dengan aku terlibat di dalamnya, meski aku tidak tahu selama kami berpisah dia melakukannya seperti apa. Kali ini aku tidak akan melakukan itu untuknya, tidak peduli kalau Alby juga terlibat di dalamnya.

Selain itu, kupikir masalahnya tidak akan selesai dengan aku ikut berhadir di konferensi persnya. Pelaku yang menyebarkan foto-foto mereka harus ditemukan. Walau skandalnya tidak menyeret namaku, tetapi aku juga dibuat pusing.

Suara pintu diketuk sukses membuatku terkesiap. Disusul dengan Alby bertanya, "Ava, apa kau baik-baik saja di dalam?"

Ah, aku baru sadar sudah terlalu lama berada di sini. "Ya, aku baik."

Aku beranjak dari kloset dan membuka pintu kamar mandi. Sosok Alby menghadang jalanku dan sama sekali tidak tampak tanda-tanda ingin menjauh meski sadar aku ingin keluar.

Kupandangi wajahnya lamat-lamat dan aku baru sadar rambut yang biasa disisir rapi itu sudah sangat kering dan kusut. Tanganku gatal ingin merapikannya, tetapi Alby akan menganggapnya macam-macam, jadi tanganku hanya terkepal di kedua sisi tubuh. Dan wajah cemasnya cukup menghiburku. Itu seperti ketika dia menemukanku sakit perut saat di pantai.

"Justru kau yang terlihat tidak baik-baik saja." Aku menegurnya dan dihadiahi helaan napas.

"Sudah hampir waktu makan malam, kau mau makan sesuatu? Aku akan memesan," tawarnya.

Namun, alih-alih membayangkan masakan favoritku, aku justru tertarik dengan dapur Paula yang begitu berkilau. Semua perabotannya sangat bersih, seperti tidak pernah dipakai sebelumnya. Aku jadi tertarik ingin menyentuhnya. Kupikir memakainya satu kali tidak akan membuatnya marah.

"Um, apa boleh aku memakai dapur? Mungkin aku bisa memasak sesuatu yang ada di kulkas?" Aku menggigit bibir bawahku saat bertanya begitu. Kupandang Alby penuh harap. Aku tahu ini bukan dapurnya, tetapi setidaknya dia bisa membelaku jika Paula marah nanti.

Alby mengerutkan dahinya sebentar, nyaris membuatku pesimis dan mengira dia akan menolak. "Paula mungkin senang seseorang memakai dapurnya. Wanita itu bahkan tidak bisa memecahkan telur dengan benar. Silakan, Ava, lakukan sepuasmu. Kalau tidak ada cukup bahan makanan di kulkasnya, kita bisa belanja."

Aku benar-benar tidak bisa menahan senyumku sekarang. Bisa saja terlalu lebar dan tampak mengerikan. Aku hanya merasa, ini menjadi hal paling baik dari apa yang terjadi hari ini.

"Mau kumasakkan sesuatu?" Kali ini aku yang membalikkan pertanyaan itu kepadanya. Anggap saja untuk mengobati kekacauan yang sedang dialaminya hari ini.

"Apa saja asal tidak ada kacang polong dan jangan sampai overcooked."

Aku hanya mengacungkan sebelah jempol sebelum mendorong tubuhnya agar menyingkir dari ambang pintu. Dia tidak melawan dan membiarkanku lewat. Langkahku terlalu ringan sampai mencapai kulkas dalam sekejap, padahal jaraknya lumayan jauh dari kamar mandi.

"Oh, iya. Selagi aku memasak, sebaiknya kau mandi, Alby. Kau terlalu kacau," kataku saat dia berjalan mendekat.

"Bagaimana kalau aku menunggumu selesai saja? Kau juga belum mandi, 'kan?"

"Hah? Tapi aku baru mandi sebelum bertemu Jeff tadi."

Decakan keras lolos dari bibirnya. "Kau harus membersihkan aura tubuhnya dari tubuhmu. Dan mandi bersama akan menghemat waktu."

Satu tomat dariku berhasil ditangkapnya. Aku spontan melemparkan apa yang ada di tanganku ketika dia berkata begitu dengan santainya. Aku tahu dia hanya sedang menggodaku, tetapi rasanya agak berlebihan meski sukses membuat wajahku memanas.

"Padahal aku sangat ingin menggosok punggungmu."

"Alby!"

🎶

Paula - Aku akan pulang terlambat, Ava. Kalian saja yang makan.
Paula - Tolong jangan pulang dulu sebelum aku datang, ya.

Saat sedang memasak tadi, aku juga bertanya pada Paula kalau dia ingin dimasakkan sesuatu. Namun, dia tidak kunjung membalas dan Alby berkata saudaranya itu bisa makan apa saja. Jadi, aku memasak dari bahan yang tersedia saja. Dan begitu aku selesai menyajikannya ke atas meja makan, barulah aku mendapat respons dari Paula.

Aku memandang mahakaryaku dengan senyum yang tidak kunjung luntur sejak mulai memasaknya. Semuanya kumasak dengan sepenuh hati. Tidak pernah aku merasa seperti ini sebelumnya. Apakah karena aku memasaknya untuk Alby?

Apakah jatuh cinta bekerja seperti itu?

Apakah saat sedang jatuh cinta semua yang dilakukan untuk orang itu akan terasa semenyenangkan ini?

Sekarang aku malu pada diriku sendiri. Meski sudah sejak lama kusadari, tetapi baru kali ini aku tidak ragu untuk mengakuinya. Aku juga tahu, tidak ada akhir baik untukku. Dan kuharap, aku akan melupakannya begitu semua ini berakhir. Aku ... hanya perlu untuk tidak bertemu dengannya, bukan?

Sendiri di meja makan membuatku memikirkan hal-hal aneh. Aroma yang menguar dari masakan ala kadarnya ini menggugah seleraku. Tidak banyak yang bisa dimasak dari bahan dapur yang ada di sini, aku hanya berhasil membuat Pasta Brokoli dan Krim Sup Tortelini. Kuharap rasanya tidak terlalu buruk di lidah Alby, karena saat aku mencicipinya tadi, rasanya sudah pas.

Aku jadi ingat sudah memanggil Alby sejak tadi, tetapi pria itu masih sibuk dengan laptop di salah satu kamar yang dia klaim sebagai miliknya. Tidak mungkin kalau aku makan sendirian, jadi kuputuskan untuk memanggilnya sekali lagi.

Namun, dia sudah muncul ketika aku baru beranjak dari kursi.

"Ada kabar dari Jeff?" Itu yang dia tanyakan sembari meletakkan ponsel ke atas meja. Dia menarik kursi di sebelahnya untuk diduduki.

"Belum. Dan aku juga tidak menghubunginya lebih dulu," balasku sembari menyodorkan satu piring kosong kepadanya. Terserah dia mau makan yang mana lebih dulu.

"Pelakunya sudah ditemukan, tetapi identitasnya sedang diselidiki," ujarnya sembari menyendok Pasta Brokoli ke piringnya. "Sepertinya dia juga orang sini. Titik GPS dari IP-nya terus bergerak, tetapi masih di dalam New York."

"Aku tidak bisa memikirkan bagaimana mereka menemukannya," sahutku dengan tenang, sebelum menyuap krim sup. Aku sedang lapar dan belum bisa memikirkan tentang skandal itu saat ini.

"Salah satu programmer kami berhasil mendapatkan nama pengguna beserta kata sandi untuk akun Twitter-nya. Kita bisa melakukan sesuatu dengan itu. Aku sempat berpikir untuk membuat utas baru tentang klarifikasi kesalahpahaman. Itu akan membuatnya dipermalukan oleh semua orang dan terpaksa mengakui siapa yang sudah mengutusnya untuk membuntuti kami."

Itu sungguh cara yang bagus. Namun, aku tidak bisa mengatakannya langsung karena sedang mengunyah.

"Dan tentu saja kita perlu bukti. Aku menunggu Jeff mendapatkannya untuk kita."

Lagi, aku tidak merespons dan hanya mengangguk.

"Apa yang kau lakukan di kamar mandi tadi? Kau yakin baik-baik saja?"

Kali ini aku harus menjawabnya. Kupercepat kunyahan makanan di mulutku dan menelannya. "Hanya Claudia menelepon."

Aku langsung menemukan ketertarikan di matanya. Dan itu selalu berhasil membuatku merasa terganggu. "Oh? Bagaimana kondisinya? Dia baik?"

"Baik. Dia memintaku melakukan sesuatu untuk membantu menyelesaikan skandal kalian." Aku tidak lagi menatap wajah Alby sekarang. Mudah sekali suasana hatiku hancur hanya karena melihat wajahnya berseri-seri.

"Apa?"

"Aku sudah menolak, jadi kuharap kau tidak memaksaku untuk melakukannya." Kuperingatkan terlebih dahulu dia sebelum aku menceritakan apa yang Claudia inginkan. Alby mungkin saja menganggap itu ide yang bagus dan memintaku melakukannya juga.

Dengan dua alis bertaut seperti itu sudah menunjukkan betapa dia sangat penasaran dengan apa yang kami bicarakan.

"Dia memintaku hadir ke konferensi persnya dan turut bersaksi kalau foto-foto kalian yang tersebar itu hanya sebuah kesalahpahaman. Tentunya aku hadir sebagai kekasihmu. Mungkin itu akan sangat membantu kalian, tapi kau tahu, aku tidak ingin lebih banyak orang tahu kalau aku kekasihmu."

"Bagus kau menolaknya."

Aku terkejut pada reaksinya, bahkan tanganku berhenti bergerak saat akan menyuap makanan. Dia tampak sangat terganggu soal itu. Padahal aku sudah sangat yakin kalau dia bisa saja sependapat dengan Claudia, apalagi tidak jarang dia berusaha memamerkan hubungan kami.

"Aku tidak bisa merepotkanmu untuk masalah ini, Ava. Bahkan aku tidak ingin kau ada di sini." Alby tampak menyesal saat mengatakannya. Aku jadi merasa tidak enak berada di sini lebih lama lagi. Namun, karena pesan Paula, aku tidak bisa pulang. Ada alasan untuk itu.

Dad sangat marah, dia bisa datang kapan saja dan aku tidak mau Alby menghadapinya sendirian.

Aku ingat isi pesan terakhirnya sebelum kami memutuskan makan malam. "Tidak masalah," balasku sebelum tersenyum padanya. "Asal tidak menginap. Aku harus bekerja besok."

"Aku akan mengantarmu pulang setelah ini."

"Jangan. Kita tunggu sampai Paula pulang saja. Aku tidak masalah tidur larut."

Akhirnya, Alby bisa tersenyum sekarang. "Terima kasih, Ava."

Kami melanjutkan makan malam dalam keheningan. Alby selesai lebih dulu dan meninggalkan meja makan karena ponselnya berdering. Sementara aku, tentu saja harus bertanggung jawab atas kekacauan di dapur ini. Aku memakai banyak perabotan dan tentu saja harus kubersihkan.

Saat tanganku penuh sabun, ponselku sempat berdering singkat beberapa kali. Meski penasaran, tetapi aku tetap menyelesaikan pekerjaanku sebelum memeriksanya. Dan makin lama kuabaikan, ponsel itu terus mengeluarkan bunyi. Aku jadi kesal dan mau tidak mau meninggalkan peralatan makan yang tinggal dibilas ini untuk memeriksanya.

Chuckle (43 new messages)
Jeff (5 new messages)
Paula (3 new messages)

Ah, yang pertama adalah grup kami berempat; aku, Hyunjoo, Dave, dan Pete. Melalui pratinjau pesan, aku membaca beberapa pesan yang isinya adalah kekhawatiran mereka padaku. Terutama Hyunjoo dan Dave. Mereka mungkin merasa kasihan karena aku dikhianati oleh pacarku lagi. Senang memiliki teman yang perhatian, tetapi di satu sisi aku justru merasa bersalah karena sudah berbohong.

Sedangkan Paula hanya sedang memberi tahu kalau dia akan pulang.

Pesan Jeff lebih menarik perhatianku karena dia mengirimkan sebuah tautan. Kuharap itu sesuatu yang akan membantu menyelesaikan masalah ini.

Jeff - [📷]
Jeff - [📷]
Jeff - Bukti dari kamar yang dipesan malam itu. Hanya ada satu atas nama Claudia. Sementara kamar yang kau tempati bersama Alby dan yang satu lagi untuk Hyunjoo dipesan atas nama Jacob. Apakah Jacob nama asisten Alby?
Jeff - Aku mengirimkan tautan untuk mengunduh video rekaman CCTV. Dengan ini postingan di Twitter itu akan selesai. Tinggal mengurus kasus artikel. Lobi hotel di foto yang menampilkan mereka berdua dengan jubah mandi, berbeda dengan hotel di Hartford.
Jeff - [tautan]

AvaClair - Terima kasih, Jeff. Benar, Jacob adalah asisten Alby dan tautan yang kau kirimkan akan kuberikan pada Alby, dia punya rencana.

Jeff - Baiklah, aku sedang di jalan kembali ke NYC. Jika ada apa-apa, feel free to call me.

Aku tidak membalasnya lagi, tetapi meneruskan tautan dari Jeff ke Alby. Aktivitasku sebelumnya tertunda lagi. Peralatan makan itu bisa menunggu untuk dibilas, tetapi membiarkan skandal seperti ini akan menimbulkan masalah lebih besar. Ia akan menjamuri seluruh media dan bukan tidak mungkin akan memicu munculnya rumor-rumor yang lain.

Sekarang aku berada di depan kamar Alby, baru akan mengetuknya, tetapi pintu itu sudah lebih dulu terbuka. Aku bermaksud ingin menjelaskan apa yang bisa dilakukan dengan tautan itu, tetapi apa yang dia katakan setelah ini membuat lantai yang kupijak serasa bergoyang.

"Kau benar, Ava, seseorang memang merencanakannya. Paparazi, postingan di Twitter, sampai foto lama yang tersebar itu, semuanya berkaitan meski dilakukan oleh orang yang berbeda."

***

Selamat hari Minggu dari aku yang belum siap mengakhiri cuti lebaran.
Cerita Ava makin melebar ke mana-mana, ya, padahal ini sama sekali nggak direncanakan tapi otak ini terlalu aktif manjangin cerita. So, terima kasih yang masih bertahan dan buat yang merasa cerita ini membosankan, boleh balik badan. Hehe.
Yang pasti, aku terlalu enjoy menulis kisah mereka sampai nggak mau buru-buru kisahnya abis. Anuu ini bukan mau kayak sinetron yang dipanjang-panjangin yak. Bukan :")
Tapi mengingat ini minim konflik, aku mulai mikir mau nambahin apa lagi. Terus tersadar kalau model bisa terjerat skandal juga, apalagi acara pertunangannya sama Jeff dirayain dan diumumkan ke publik, jadi terciptalah konflik abal-abal ini.

Baiklah, mari kita cukupkan cuap-cuapnya.
See you on the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
8 Mei 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro