BAB SATU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Inikah yang dinamakan cinta yang salah? Bahwa ternyata aku telah menghabiskan waktuku hanya untuk mencintai seseorang yang bukan jodohku?

▫️▫️▫️

AINA pikir the power of social media hanya berlaku untuk orang-orang dengan jumlah followers ribuan bahkan jutaan. Nyatanya, lambe nyinyir effect itu bisa menyerang siapa saja. Termasuk dirinya yang hanya punya followers 100-an saja karena memang ia bukan tipe sosmed addict seperti orang-orang kebanyakan.

Kini, semua mata seolah menajam ke arahnya hanya gara-gara ada yang iseng mengabadikan momen kejatuhannya itu ke instagram. Tidak tanggung-tanggung, grup WhatsApp yang di dalamnya ada dirinya pun ikut membicarakan dan turut andil menyebarkan aibnya di instastory mereka.

Tiba-tiba saja semua orang di tempat kerjanya jadi super perhatian menanyakan kabarnya, "Apa kamu baik-baik aja, Ai?" dan menatapnya dengan tatapan... kasihan?

Aina suka diperhatikan. Tetapi, bukan perhatian semacam ini yang ia harapkan.

"Tuh kan, Ai. Udah gue bilang lo ambil cuti aja untuk sementara. Menenangkan diri. Liburan sepuas-puasnya. Si bos pasti ngerti."

Harusnya, Aina tersenyum senang dan langsung memeluk sahabatnya itu begitu ia memedulikan tentang betapa ia memang membutuhkan liburan. Tetapi kali ini lain. Ia tidak suka, ia sebal, dan Aina ingin marah.

Sudah cukup sepanjang koridor lantai satu tadi ia ditatap sedemikian rendahnya. Sekarang yang ia butuhkan bukan lagi kata-kata hiburan atau belas kasihan. Yang saat ini ia inginkan adalah, semua orang berhenti menatapnya dengan tatapan iba seolah-olah ia adalah manusia yang paling merana di dunia.

"Des, bisa nggak sih lo bersikap seperti biasa? Udah gue bilang kan, gue nggak mau ngebahas masalah itu lagi. Semua sudah selesai. Se-le-sai, Desy!"

Aina menghentakkan kakinya mendahului Desy yang diam membisu. Ia terlalu shock dengan respon Aina.

Padahal niatnya peduli benar-benar tulus dari hati. Ia hanya tak ingin sahabatnya kacau hanya gara-gara kejadian tak mengenakan dua hari lalu.

Batal nikah di hari H karena sang mempelai pria tiba-tiba mengaku kalau dia sudah menghamili mantan pacarnya dan meminta untuk membatalkan pernikahannya. Ini gilaaa!

Bisa bayangin kan, betapa kacaunya Aina saat ini?

Tetapi gadis itu memang keras kepala. Ia tidak tahu apa motifnya yang sangat tiba-tiba memaksa untuk kembali berangkat bekerja. Padahal, berangkat kerja sama dengan harus bertemu dengan mantan calon suaminya. Iya. Si Regy. Pacar 6 tahunnya itu satu kantor dengan Aina.

Bisa dibayangkan bagaimana kalau jadi Aina?

Desy menghela napas. Ada ketakutan tersendiri saat sahabatnya itu pagi tadi ngotot ingin bekerja padahal dua hari ini ia bahkan tak mau keluar kamar dan kerjaannya hanya menangis sepanjang hari. Tapi hari ini?

Desy panik. Ia menduga yang tidak-tidak.

Jangan-jangan, Aina akan melakukan hal gila untuk balas dendam kepada Regy? Jangan-jangan, Aina ingin membuat perhitungan dan mengacaukan kantor dengan emosinya yang masih tidak stabil itu?

Tiba-tiba saja Desy jadi parno. Ia langsung mengejar sahabatnya begitu ia lihat Aina yang berjalan ke arah kiri. Tempat divisi Regy berada.

"Ainaaa! Tunggu! Jangan ngelakuin hal-hal gila!"

▫️▫️▫️

Tetapi, di luar dugaan. Aina tidak melakukan apapun.

Ia hanya mampir untuk membuat kopi dan duduk dengan tenang di sebuah kursi tempat di mana mesin kopi itu berada. Ruangannya memang kecil. Tetapi untuk sampai ke sana, Aina harus melewati kubikel Regy. Itulah yang membuat Desy panik dan menganggap Aina akan berbuat macam-macam atau mengacaukan kantor dengan marah-marah atau melakukan semacam labrakan untuk Regy. Tapi sejauh ini, Desy tak menemukan apapun kecuali Aina yang mengangkat alis seolah bertanya kepadanya, "lo ngapain sih ngikutin gue?"

Ini aneh. Aina bahkan tampak terlalu tenang dan bersikap biasa-biasa saja saat menyesap kopi espresso--kopi berkadar kafein tinggi. Padahal seingat Desy, Aina paling anti kepada kopi karena perutnya terlalu sensitif dengan minuman berkadar kafein.

"Ai, kita pergi aja, yuk? Jangan di sini."

"Kenapa? Ini kan tempat umum. Lagian, Des... semua karyawan termasuk gue berhak menikmati kopi kapanpun."

Desy justru khawatir. Entah kenapa, ia tidak bisa membiarkan sahabatnya itu melakukan hal-hal yang tidak 'Aina banget'. Apalagi saat Regy datang dan menyapa seluruh karyawan. Aina tiba-tiba saja tersenyum lebar dan langsung berdiri dari tempatnya duduk. Hingga semua orang justru menatapnya dengan tatapan aneh saat dengan yakinnya ia langkahkan kaki untuk mendekat ke arah Regy sembari membawa secangkir kopi.

Regy terkejut begitu melihat Aina berada di depannya. Perpaduan ekspresi antara terkejut dan juga salah tingkah.

"Ad-ada apa, Ai?"

Aina tersenyum dan semua mata kini tertuju padanya--Penasaran dengan apa yang akan dilakukan Aina pada Regy.

"Kopi. Gue buatin khusus buat lo," katanya.

Regy terdiam. Ia masih tidak habis pikir dengan tingkah laku Aina. Kenapa tiba-tiba Aina memberinya kopi? Untuk apa?

"Bingung ya kenapa gue tiba-tiba ngasih kopi?" tanya Aina. Kali ini ada nada yang berbeda. Seperti nada sinis.

Semua terdiam. Seolah-olah sengaja menunggu Aina berkata lagi.

"Lo tahu, Gy. Gue bersyukur banget nggak ngelakuin apa yang lo mau dua tahun lalu."

Regy mengernyitkan kening, ia bingung.

"Berhijab. Remember?" katanya. "Iya. Lo bilang kalau gue berhijab, gue bakal lebih anggun dan terjaga dari laki-laki hidung belang. Nyatanya, itu semua bohong kan? Itu cuma alibi lo, kan?"

Suara Aina mulai meninggi. Desy sudah tidak tahan lagi untuk menyeret sahabatnya itu untuk pergi. Tetapi Desy mendapat tatapan mata dari orang-orang yang ada di sekeliling Aina dan Regy--yang sedang asik menonton mereka berdua berbicara. Seolah mengatakan bahwa sebaiknya Desy diam dan ikut jadi penonton saja.

"Semua itu bohong kan, Gy? Lo nyuruh gue berhijab supaya terhindar dari perbuatan bejat cowok lain tapi enggak sama kelakuan bejatnya elo?!"

"Aina jaga mulutmu!"

"Kenapa? Gue bener kan? Tasya mantan lo itu berkerudung dan sekarang lo yang hamilin?!" kata Aina mendesis sinis. Kali ini Regy terdiam.

"Itu yang namanya terjaga?" Aina menatap tajam Regy.

"Gue nggak nyangka, lo pakai cara-cara kampungan kayak gitu. Gue pikir gue udah salah menilai lo. Hanya gara-gara lo sering ngingetin gue ibadah, gue jadi berpendapat kalau lo bakal jadi suami yang baik buat gue. Tapi salah. Label religius lo itu nggak berarti apa-apa. Karena ternyata, lo lebih bejat dari pria hidung belang di luar sana. Lo itu..."

"AINA BERHENTI!"

"Kenapa? Lo malu? Mengatasnamakan cinta karena Allah tapi kelakuan sama sekali nggak mencerminkan definisi cinta karena Allah? Pacaran? Kamu pikir pacaran itu hal yang diridhai Allah?!" Emosi Aina memuncak. "Sorry, Gy. Walaupun gue enggak pinter-pinter amat dalam agama, gue rasa lo itu menjijikan. Menghamili tanpa menikahi. Memacari tapi tidak jadi menikahi. What an asshole you are!"

▫️▫️▫️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro