#11 (A)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

PHASE 2: FIVE HELL-FUTURE WOMEN

Chapter 11
Casey's Special Gift

PAGI-PAGI BENAR keesokan harinya, John berlari menyebrangi jalan raya, menuju rumahnya secepat kilat. Dia bergegas ke kamarnya, menyambar sebuah kunci elektronik di meja, dan segera menuju garasinya.

Tanpa membuang waktu lagi, dihidupkannya mesin mobilnya. Lalu, mobil itu melesat keluar rumah dan berhenti sebentar di pintu depan toko besarnya yang di seberang jalan raya.

Tidak ada tanda-tanda kemunculan zombie di sepanjang jalan raya itu.

Kelima perempuan muda yang belum lama menjadi teman dekatnya keluar dari toko, dan secepatnya masuk ke dalam mobil.

Setelah semuanya sudah berada di dalam mobil, John menyalakan sistem terbang. Kendaraan itu langsung melesat ke langit yang masih sedikit diterangi cahaya matahari. Meninggalkan daerah di sekitar rumah John dan toko Joostone di kota besar itu.

Tak lama kemudian, John menurunkan ketinggian terbang mobilnya. Mereka tiba di wilayah perbatasan beberapa negara bagian di sebelah selatan.

Akhirnya, mobil berpenumpang enam orang ini turun, dan berhenti di ujung sebuah pemukiman kecil yang agak sepi. Tepat di hadapan sebuah rumah yang cukup sederhana dengan ukuran agak kecil.

Tak ada seorang pun yang terlihat dan muncul saat mereka berenam keluar dari mobil dan mulai memasuki rumah.

Rumah itu terlalu kecil dan sempit untuk ditinggali enam orang.

"John, apa tidak salah kau membawa kita semua ke sini? Rumah kecil ini tak bakalan cukup menampung kita berenam," kata Susan.

"Memang aku tidak bilang kalau kita akan menetap selamanya di sini kok," balas John dengan santai.

"Maksudmu?" tanya Deindree kebingungan. Begitu juga dengan keempat teman perempuan barunya. Mereka berlima tidak mengerti dengan rencana John.

"Bukankah kau bilang semalam kalau sebaiknya kita tinggal di sebuah rumah, dan di daerah pinggiran?" tanya Arbyl.

"Ya benar. Katamu lebih terjamin kalau berada di dalam sebuah rumah. Juga kau bilang, lebih sedikit zombie kalau di daerah pinggiran daripada di pusat kota. Semua perkataan dan penjelasanmu semalam terdengar masuk akal," sambung Miley.

"Memang lebih terjamin. Lihatlah ke sini," John mengajak semuanya ke dapur dan ke ruangan-ruangan lain.

Begitu melihat semua yang ada di situ yang ditunjukkan oleh John, mereka berlima langsung mengerti maksudnya.

"Kalian pasti bosan kalau selamanya tinggal di tokoku. Lagipula dengan adanya dapur, hidup kita bisa lebih sehat. Juga bisa mengusir rasa bosan dengan sedikit hiburan yang tertinggal di sini," John melanjutkan penjelasannya.

"Juga lebih nyenyak tidur di tempat yang empuk dan nyaman," celetuk Casey sambil melompat ke salah satu ranjang di sebuah kamar. Ranjang itu bisa diputar sejauh besaran sudut lingkaran, dan beralih fungsi menjadi matras untuk olah raga.

"Dasar kau tukang molor," ledek Miley.

"Omonganmu benar -- tidak bagus untuk tubuh kalau mengonsumsi makanan dan minuman kalengan terus menerus setiap hari. Belum terpikirkan olehku selama ini," Susan membalas perkataan John tadi sambil membuka-buka kulkas.

"Hiburan yang cukup menarik," Deindree ikut membalas perkataan John sambil melihat-lihat koleksi film dan musik kepunyaan sang pemilik rumah sebelumnya. Tibalah dirinya menemukan salah satu judul film yang dibintanginya, lalu berkomentar, "Bukan cukup menarik saja nih. Lebih dari itu -- luar biasa!"

Arbyl yang berada dekat di belakangnya menimpali, "Apa ada filmmu di sini?"

"Pasti ada," malah Miley yang menjawab. "Kalau tidak ada, mana mungkin dibilangnya sangat luar biasa."

"Kau baru saja menemukannya ya?" tanyanya pada Deindree.

Tak lama kemudian, John mengumumkan sesuatu, "Kita tidak bisa selamanya menetap di sini -- seperti yang kubilang tadi."

"Kenapa begitu? Enak sekali di sini loh," celetuk Casey lagi.

"Dalam situasi yang serba tidak menentu ini, kita harus selalu berpindah-pindah tempat tinggal. Tidak bisa hanya menetap di satu rumah selamanya. Lamanya tinggal di suatu rumah tergantung dari keadaan rumah itu, dan lingkungan di sekitarnya," tanpa lelah John menyambung penjelasan panjang lebarnya.

"John benar lagi. Kita tidak bisa lagi berlama-lama menikmati kenyamanan hidup," sambung Susan, "tapi rumah ini tidak bisa ditinggali untuk satu malam...."

"Cuma ada dua kamar saja," Casey menimpali, "yang satu ada dua ranjang, dan satunya lagi cuma satu ranjang. Kalau Deindree tidak masuk hitungan, ada empat perempuan kan...."

"Aku tidak bilang kalau malam ini kita bakal menginap di sini loh," potong John. "Beberapa di antara kita akan tinggal di sini hanya sampai sore saja. Bersama beberapa yang tersisa dari kalian itu, aku akan mencari hunian yang agak lebih besar sedikit dari rumah ini."

"Jadi kita akan terpencar lagi seperti kemarin?" tanya Miley sedikit kaget.

"Tepat sekali. Aku dan seorang lagi untuk memilih rumah...," jawaban John terpotong oleh ucapan Arbyl berikut. "Bagaimana dengan persenjataan? Aku cuma membawa sedikit koleksi ayahmu di ransel ini. Kita harus selamanya punya senjata, kecuali Deindree tentunya."

"Kau bisa mencari di pertokoan kecil dekat sini. Pasti ada yang menjual senjata. Itulah maksudku untuk berpencar kali ini," jawab John mantap.

"Tapi aku tidak bisa sendiri. Misalkan aku yang membutuhkan Deindree, lantas siapa yang akan menjaga di sini?" tanya Arbyl lagi.

"Kupikir suasana di sini jauh berbeda dengan di tokoku. Rumah ini tidak memerlukan penjagaan," jawab John pada Arbyl, sebelum berpaling ke Susan, Casey, dan Miley, "Bagaimana dengan kalian?"

"Tidak masalah," ketiganya menyetujui.

"Baiklah, kau bisa bersama Deindree sekarang," kata John pada Arbyl, lalu berbalik lagi kepada tiga perempuan muda yang tadi. Pikirannya berusaha memilih satu orang untuk ikut bersama dirinya memilih rumah.

Dia teringat kalau Casey kuliah bagian arsitek.

"Casey, sebaiknya kau ikut aku saja. Mau kan?" ajak John dengan ramah dan singkat.

Sosok yang diajak langsung mengangguk dan melompat kegirangan.

Jadi untuk hari ini, giliran Miley dan Susan yang tinggal selama setengah harian di rumah kecil itu. Mereka menyetel musik favorit dan filmnya Deindree. Susan mendapati bahan-bahan makanan menarik di dalam kulkas, dan mencoba membuat masakan di dapur. Untuk satu siang saja, mereka serasa bagaikan berada di surga.

Arbyl dan Deindree mencari daerah pertokoan terdekat. Mereka berjalan kaki saja. Pasangan yang naik mobil tentulah John dan Casey, sebab mereka harus bergerak ke daerah yang cukup jauh dari situ.

"Menurutku, kita ini tidak jauh berbeda. Kau militer, dan aku ini polisi," kata Deindree membuka obrolannya saat bersama Arbyl.

"Ya, kita sama-sama berada di lingkungan yang keras. Dan begitu juga dengan karakter kita," balas Arbyl. "Tapi sebelumnya kan, kau sempat menjadi artis. Kelihatannya menyenangkan menjadi seorang artis -- bukankah begitu?"

"Tidak juga. Kadang aku menyukainya, tapi lebih berarti bagi diriku menjadi polisi. Sebenarnya aku terinspirasi dari sosok ayahku yang militer. Aku tidak mampu mengikuti jejaknya yang seperti dirimu...."

"Oh, jadi ayahmu seorang militer. Maaf kalau kukira kau sempat merasa nyaman dengan profesi keartisanmu. Apakah ibumu juga militer?"

"Ayahku saja yang militer, sebelum akhirnya menjadi pemadam kebakaran yang gagah berani. Ibuku seorang gadis biasa yang juga hebat dengan peran keibuannya.

"Tidak apa-apa kok, Arbyl. Tidak hanya kau saja yang berpikiran kalau aku sangat menyukai dunia hiburan.

"Oh ya, selama ini kuperhatikan kalau dirimu dibentuk oleh lingkungan militer. Apa berarti ibumu...."

"Ibuku seorang perawat di garis terdepan medan peperangan. Sama luar biasanya dengan ayahku. Aku amat bangga pada mereka."

Tak lama kemudian, mereka tiba di deretan toko yang lengang. Sejauh mata memandang, terlihat masih tidak ada siapa pun di sekitar situ.

Arbyl mengenali salah satu toko sebagai toko senjata.

"Kau mau ikut ke dalam juga?" ajaknya.

"Tidak usah. Aku menunggu di luar saja -- lebih suka melihat-lihat keadaan. Terima kasih banyak ya."

☆☆☆☆☆

Perjuangan kawanan Arbyl bersama John memasuki babak baru.
Mereka mulai tidak tinggal menetap di suatu tempat untuk waktu yg lama.
Sampai kapan mereka akan begini?
Apa yg bakal terjadi berikutnya di akhir cerita Chaos?

Btw, apa ada yang menghitung berapa hari lamanya mereka berenam tinggal di toko Joostone?
HF #09
HF #10

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro