BAB V

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Hari demi hari pun telah berganti, hingga Lima tahun telah dilewatinya. Akan tetapi, kejadian dimasa lalu terus mengiringinya dan terbayang-bayang dikepala---setiap ia ingin memejamkan mata.

Chanyeol tidak bisa mengindahkan apa yang ada di hatinya, untuk melupakan setiap masa yang pernah dilaluinya. Masa-masa saat Sekolah menengah atas, hingga masa-masanya dengan Misun---mendiang istrinya sendiri.

Setiap mengingatnya, Chanyeol kadang merasakan, rasa penyesalan atas perbuatan yang mengedepankan nafsu yang menggebu, hingga menyebabkan semua impiannya hancur dan takdirnya yang berbelok arah. Akan tetapi, ia tidak bisa mengubah ataupun memutar waktu agar ia kembali ke masa-masa itu untuk memperbaikinya. Semuanya begitu mustahil. Apalagi, saat ia telah memiliki dua malaikat yang hari demi hari, terus bertambah usia juga keaktifannya.

Alhasil, setiap saat, ia mencoba untuk bersyukur atas tulisan takdir dari Tuhan. Apalagi, saat ia mendapat banyak dukungan dan cinta dari keluarganya, membuat ia bisa melalui semua rintangan maupun cobaan kehidupan yang datang untuk membuatnya menyerah. Sesuai janjinya pada sang istri; ia berusaha untuk menjadi orangtua yang baik kepada kedua anak mereka. Walau ia, harus menahan kekesalan juga kegemasan pada kedua anaknya yang sangat aktif diusianya ke-5 tahun.

"Ayah! Aku mau Bungeoppang!"

"Jangan kasih ke Kakak! Ke Yeola saja! Ayah!"

"Jangan ke Adik, Ayah! Adik belum mandi! Adik bau!"

"Ayah! Lihat Kakak! Adik itu tidak bau!"

Ya, begitulah yang didengarnya setiap pagi. Pertengkaran kecil antara sikembar yang sama-sama tidak ingin mengalah. Setiap Chanyeol selesai memasak untuk membuat sarapan, sikembar tentu akan berceloteh untuk mendapatkan sarapan dari koki andal seperti dirinya. Walau pada dasarnya, mereka tentu akan mendapatkannya tanpa meminta.

"Chanhyuk, Yeola, kalau di meja makan, tidak boleh ribut," ucap Chanyeol sekadar menegur. Alhasil, kedua anaknya yang berusia lima tahun itu, mengangguk dan langsung menutup kedua bibirnya untuk diam. Sangat paham, dan langsung mengamati Bungeoppang---kue serupa wafel dengan bentuk ikan mas---dengan berselera. Bahkan, sikembar sangat menyukainya, sebab sang Ayah sering membuatnya dengan isian pasta kacang merah---isian favorit mereka.

Si kembar sontak tersenyum lebar---memperlihatkan jejeran gigi gusinya pada sang ayah yang telah menaruh b?Bungeoppang di atas piringnya. "Terima kasih, Ayah!" ucap mereka serempak. Lantas, berkutat pada piring masing-masing.

Chanyeol yang berada di antara kedua anaknya, tersenyum lebar. Melihat kegemasan pada Yeola dan Chanhyuk, membuat rasa lelahnya langsung sirna begitu saja. Seakan bermakna, Yeola dan Chanhyuk adalah kekuatan bagi dirinya.

"Kak, ini hari pertamaku bekerja, aku harus pergi dengan segera! Dan oh iya, di mana Ayah?" Baekhyun sang adik, datang dengan napas tersengal-sengal sembari memegangi jas kerjanya. Membuat, Chanyeol langsung mengamati adiknya dengan sebelah alis yang terangkat.

Sesuai yang pria itu katakan, hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai Arsitektur di salah satu perusahaan yang masih berumur jagung, setelah melalui rangkaian rumit untuk mendapatkan posisi itu. Baekhyun tentu sangat berterima kasih dengan Chanyeol (sang kakak) juga sang ayah yang terus mendukungnya hingga kini---hingga ia bisa mencapai impiannya.

"Kakak, di mana Ayah---"

"Ayahmu di sini. Ada apa denganmu, Nak? Kenapa kau terlihat sangat kusut seperti kemeja yang belum disetrika?" ucap Tn. Shin yang benar-benar tidak percaya dengan anak bungsunya itu yang belum memperlihat kedewasaannya.

Baekhyun yang terlihat sangat ribet dan pusing, memilih untuk mengambil Bungeoppang milik keponakannya---Yeola---sembari mengelus dua kepala kecil itu yang terlihat kesal dan menepuk bahu Chanyeol, lantas berhenti melangkahkan kedua kakinya---tepat di hadapan sang ayah untuk membungkukkan tubuh.

"Aku terlambat, Ayah. Dan ... sampai jumpa nanti, semuanya!" ucap Baekhyun sebagai salam perpisahaan, meninggalkan semua orang yang membeku melihat keterburu-buruan pria itu yang berlalu dengan gayanya.

Tn. Shin alias Changmin yang melihatnya, hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Kenapa dengan adikmu itu?" Sembari menatap Chanyeol yang hanya tersenyum dan mengedikkan kedua bahunya.

"Entahlah, Ayah. Biarkan saja," balas Chanyeol.

"Tapi, Yeola tidak bisa menerimanya! Paman Baekie mengambil Bungeoppang milik Yeola!" Anak perempuan berusia lima tahun itu memekik kesal (tidak terima). Yeola juga berkacak pinggang dengan menggembungkan kedua pipinya.

Itu sangat menggemaskan, membuat Chanyeol ingin sekali mencubit pipi anak perempuannya itu yang sangat mirip dengan kue beras (mochi). Hal yang Chanyeol lakukan pun, ikut berkacak pinggang---menirukan gaya anaknya itu. Changmin dan Chanhyuk yang melihat Chanyeol yang meniru gaya Yeola pun, langsung tertawa dibuatnya.

"Ayah! Paman Baekie mengambil bungeoppang milik Yeola. Bahkan semuanya!" ucap Yeola makin kesal.

"Jadi, Tuan Putri Yeola, apa yang harus Ayah lakukan untuk itu?" balasnya. Namun, bukannya menjawab, Yeola langsung memperlihatkan ekspresinya yang ingin meneteskan air mata.

Buru-buru, Chanyeol mendekat ke arah sang putri dengan rasa bersalah. "Jangan menangis, Sayang. Yeola tentu akan mendapatkan bungeoppang lagi---"

"Dan ... Pamanmu itu, akan membawa ice cream sebagai hukumannya, karena telah membuat cucu Kakek kesal seperti ini," pangkas Changmin atas perkataan Chanyeol yang belum usai.

Sekejap, Chanyeol menatap sang ayah dan mengangguk. "Ya, Pamanmu akan membawa pulang ice cream."

"Tapi, harus banyak-banyak," timpal Yeola dengan mengangguk berulang kali.

Chanyeol yang mendengarnya, langsung menatap sang ayah yang memberikan balasan sebuah senyuman.

"Apa Chanhyuk akan dapat ice cream?" tanyanya yang mengalihkan amatan kedua pria dewasa dan anak perempuan itu. Berbarengan, dengan Yeola yang mengangguk.

"Yeola akan memberikannya kepadamu, Kakak. Itu kenapa, Yeola meminta banyak-banyak! Biar Yeola, bisa membagikannya kepada Kakak, Ayah dan juga Kakek!" serunya amat bahagia. Membuat, Chanhyuk ikut bahagia dan langsung memeluk Yeola.

Inilah pemandangan yang sangat disukai oleh Chanyeol, di mana kedua anaknya akan saling menyayangi walau terdapat banyak perbedaan. Juga, kebahagiaan yang terus mengiringi keluarganya sebesar apapun masalah yang datang.

Chanyeol amat bersyukur. Alhasil, beban pada pikiran dan hatinya langsung menghilang, saat ia harus meninggalkan kedua buntalan itu untuk bekerja di kedai makanan sebagai koki, seperti biasanya.

***

Gadis dengan rambut panjang terurai itu, mengamati sebuah kertas dijemarinya. Kertas berisi alamat rumah yang difasilitasi oleh perusahaan tempatnya bekerja. Tentunya, akan menjadi tempat tinggalnya selama menjadi pekerja di Yue Xi cabang Seoul, Korea Selatan.

Seandainya tidak difasilitasi pun, Weiwei bisa saja tinggal di rumah bibinya hingga uangnya cukup untuk menyewa tempat tinggal. Akan tetapi, itu tidak ia lakukan. Sebab, semuanya berjalan sesuai dengan apa yang pernah ia mimpikan.

Kini, Weiwei tersenyum lega, setelah melalui perjalanan cukup panjang untuk tiba di Bandara Internasional Incheon. Merelakan tidur siangnya, sebab ia tidak bisa tenang jika berada di dalam pesawat. Alhasil, seluruh tubuhnya terasa remuk.

Terlihat, Weiwei meregangkan seluruh tubuhnya setelah mengambil koper miliknya. Lalu lalang pengunjung di bandara pun, ia abaikan. Sungguh, ia benar-benar lelah---mengharapkan sandaran empuk untuk punggungnya.

Akan tetapi, ia harus menghilangkan pikirannya itu, karena ia masih harus menjelajahi jalanan aspal untuk menemukan alamat yang akan ditinggalinya. Belum lagi, ia harus berberes-beres dan menyiapkan beberapa hal. Bahkan, itu dilakukannya seorang diri. Tidak ada yang membantunya.

Sehenarnya pun, Weiwei tidak ingin meminta bantuan dan merepotkan orang lain. Sehingga, Weiwei tidak mengabari bibinya jika penerbangannya hari ini dan menjadi ketibaannya di Seoul. Bahkan, Weiwei juga belum memberitahu soal alamatnya. Bukannya tidak ingin, Weiwei memang baru mendapatkan alamatnya saat hendak melakukan penerbangan.

"Huft, melelahkan sekali," ucapnya sembari mengamati sekeliling. Ia bahkan, meloloskan helaan napas kala amatannya berakhir pada koper. Mengingatkannya, untuk segera mencari alamat tempat tinggalnya.

Namun, ia belum meraih kopernya untuk melanjutkan atensinya yang telah tertunda. Sebab, yang ia lakukan malah tersenyum---pada koper yang tidak bernyawa. Bukan tanpa alasan Weiwei tersenyum. Dikarenakan, masa-masanya sewaktu tinggal di Seoul, membuat kedua bibirnya langsung terbentang.

Ada banyak kenangan yang tidak bisa dilupakannya, dan keinginan hati untuk mengulangnya. Termasuk, saat pertemuannya dengan pria itu. Hampir setiap saat. Walau, pria itu juga menjadi alasan dirinya yang merasakan luka hingga kini.

Weiwei masih tersenyum. "Akankah kita bertemu kembali, Shin Chanyeol?"

Tbc.

Hello, aku up🐣 semoga tetap terhibur dengan kehaluan satu ini💜 dan tandain kalau ada tipo😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro