BAB XIX

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perkataan Weiwei terus terbayang di kepala Sehun, dan itu benar-benar membebani pikiran dan juga hatinya.

"Tidak ada yang marah, tetapi aku tidak nyaman jika orang-orang salah paham denganku dan dengan dirimu. Kita hanya teman dan sebatas kerja saja. Ouh, ini menjengkelkan sekali ...."

Dengan kilat, Sehun tertawa pelan. "Hanya sebatas teman?" Lantas meraih gelas soju dan meminumnya sekali teguk.

Benar saja, Sehun tidak bisa mengubah perasaannya begitu saja kepada Weiwei, sekalipun 5 tahun telah berlalu. Sampai sekarang pun, Sehun bingung dengan hati Weiwei di mana tidak bisa memahaminya.

Sehun masih mengingat, saat ia dengan berani mengatakan perasaannya, Weiwei secara halus menolaknya dengan alasan, lebih nyaman dengan ikatan pertemanan mereka. Akan tetapi, menurutnya itu omong kosong. Mana ada pertemanan di antara pria dan wanita yang sangat murni? Tanpa melibatkan sebuah perasaan?

Mungkin, ia memang terlalu berharap akan perhatiaan Weiwei kepadanya saat Sekolah menengah atas dulu, dan selalu salah mengartikan perhatian dari Weiwei. Alhasil, ia sontak mendapatkan hantaman besar saat mengetahui semua kebenarannya.

Sehun tersenyum miris, saat mengingat alasan lain Weiwei menolaknya.

Itu karena, Weiwei mencintai Shin Chan Yeol.

Pria itu pun tertawa pelan dengan frutasi. "Amat sangat beruntung, Chanyeol dicintai gadis sepertimu, Hui Weiwei ...," ucapnya lirih, kembali meneguk soju.

Beginilah kehidupan seorang Lee selama ini. Ia akan menumpahkan seluruh masalahnya dengan meminum alkohol di sebuah kelab malam, walau tidak ada solusi yang didapatnya. Berbeda saat Sekolah Menengah Atas dulu, ada Chanyeol yang selalu membantu. Namun, sekarang sudah sangat berbeda, dan Sehun tidak ingin bergantung pada orang lain.

Pria itu juga akan sakit hati, melihat wajah Chanyeol sedikit saja, sebab Weiwei mengagumi semua yang ada pada diri Chanyeol. Sehun akui, Chanyeol lebih dari kata sempurna. Walaupun Chanyeol lahir dengan keterbatasan ekonomi, semua orang mengagumi akan kemampuan dan keberanian pria itu.

Sehun memiliki semuanya. Harta, kekuasaan dan paras tampan, tetapi tidak sedikit pun membuat Weiwei mengalihkan hatinya untuk dirinya. Lagipula, kenapa ia bisa jatuh hati begitu dalam kepada Weiwei? Kenapa ia tidak bisa melupakan perasaanya kepada Weiwei, setelah mendapat penolakan di masa lalu? Dan, kenapa bayangan saat Weiwei ingin menyatakan perasaannya pada Chanyeol, tidak bisa hilang dari pikirannya?

Sungguh, ia benar-benar frustasi jika berhubungan dengan perasaan ini sejak dulu.

***

Hari ini, gadis bermata bulat itu terus saja mondar-mandir dengan perasaan yang campur aduk. Gadis itu bahkan tidak memedulikan, saat tatapan bingung dari beberapa orang yang berseragam sama dengannya saat ia melakukan itu.

Entahlah, gadis itu serasa gelisah dengan sesuatu yang membebani pikirannya. Namun, terus memikirkan hal yang membuatnya gelisah, ia langsung dibuat frustasi sendiri.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" gumamnya.

Gadis yang tidak lain adalah Hui Weiwei, kini mendudukan dirinya di atas kursi taman sekolah dengan gelisah. Otaknya benar-benar buntu, saat sesuatu mendorongnya untuk mengatakan hal yang berhubungan dengan perasaan pada temannya sendiri, Shin Chanyeol.

Perasaan itu sudah cukup lama, dan bermula dengan Chanyeol yang menjadi pahlawan baginya saat menolongnya dari keusilan Jisu, hingga sekarang. Memang, tidak benar dengan melibatkan perasaan kepada teman yang menganggapmu sebagai saudara, tetapi Weiwei bisa apa?

"Hei, Weiwei! Kau sedang apa?"

Sekilat, Weiwei yang sedang gelisah dibuat sangat terkejut. Itu adalah Misun, seorang teman yang sangat baik kepadanya selama ini. Bahkan, Misunlah yang selalu membantunya, ketika Sehun dan Chanyeol tidak ada, sebab keduanya satu kelas.

Alhasil, Weiwei langsung bersikap seolah baik-baik saja setelah berhasil menenangkan dirinya dari keterkejutan itu. Akan tetapi, Misun terlebih dahulu dapat membacanya, sebelum Weiwei ingin melakukannya.

Terbukti, saat Misun kini menggenggam jemari Weiwei dan tersenyum tipis. "Ada sesuatu yang menganggumu, Weiwei?" tanya Misun dengan ramah.

Namun, Weiwei menggeleng dengan kikuk. Mana mau, Weiwei mengatakan kejujuran di mana ia sedang dimabuk kasmaran dan bingung dengan perasaan itu.

Misun tentu tahu jika temannya itu sedang berbohong. Ia sangat bisa membaca kebohongan itu, tetapi Misun memilih mengangguk.

"Oke, kau tidak ingin mengatakan apapun. Aku tidak akan berbicara kepadamu, sebelum kau mengatakan hal yang sebenarnya---"

"Misun ...."

Sang empu sontak menopang dagu dengan kedua mata yang mengerjap-enjap. Amat lucu jika Misun melakukan itu, bahkan membuat Weiwei menghela napas, karena tidak bisa menahannya lagi.

Weiwei pun mengangguk. "Ya, aku punya masalah." Sembari meloloskan helaan napas dan menyandarkan diri pada sandaran kursi, lalu berkata, "Ini soal hati. Kau mana tahu!"

Sontak, Misun memukul kepala Weiwei, karena kesal. Ia yang berbaik hati, malah mendapat ledekan seperti itu, di mana seolah-olah ia tidak pernah jatuh cinta saja.

"Hei, Hui Weiwei! Kau pikir aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti dirimu?" tanyanya dengan micingkan mata pada Weiwei yang tengah mengusap kepalanya dengan cemberut. Lalu, Misun berdecak. "Memangnya, kenapa dengan hatimu itu?"

Weiwei secara obyektif, menghela napas. Ia sungguh membutuhkan masukan untuk masalahnya dan selama ini, Misun selalu melakukannya. Alhasil, Weiwei memperbaiki posisi untuk menghadap ke arah Misun.

"Oke, aku akan mengatakannya," ucapnya final yang kemudian menghela napas. Bersiap-siap mengatakan apa yang ia rasakan, tetapi melihat Misun yang menantikan hal itu, ia malah keburu tertawa, lalu gelisah. "Aku malu!"

Weiwei yang kini menutup wajah, membuat Misun geli sendiri. Ia langsung tertawa pelan saat Weiwei cukup malu jika berurusan dengan hati.

"Kau sangat lucu, Weiwei. Katakan saja!"

Mendengar hal itu, Weiwei mengangguk dengan tangan yang masih menutupi wajahnya. "Aku menyukai seseorang sejak lama. Aku bingung, haruskah aku terus terang atau memendamnya?"

"Kau jatuh cinta? Itu sangat bagus! Dan kusarankan, terus terang saja. Kau juga akan mengetahui bagaimana perasaan orang kau suka jika mengatakannya daripada memendamnya seperti itu," jawabnya.

Sekejap, Weiwei menyingkirkan jemari yang menutupi wajahnya, lantas memasang wajah gelisah. "Bagaimana jika dia akan menghindariku jika aku berterus terang atau bahkan, dia akan membenciku? Aku sangat takut---"

Tutur kata Weiwei terhenti kala Misun langsung menempelkan jemari telunjuknya di bibir Weiwei sembari menggeleng. "Dia tidak akan melakukan itu, lagipula apa salahnya berterus terang? Sungguh, Weiwei! Jika kau melakukan saranku, kau akan bisa tenang," ucapnya dengan senyum manis, sembari menatap beberapa orang yang tengah berlalu. Tatapan itu, seakan memiliki makna dan Weiwei pun langsung menyenggol lengan Misun.

"Misun, apa kau sudah melakukan saran itu?" tanyanya dengan senyum menggoda.

Sekejap, membuat Misun gelagapan. "Itu ... aku ... memang sudah melakukannya. Dia ... dia meminta waktu untuk menjawab dan aku menunggunya!" Misun mengatakannya dengan merona yang membuat Weiwei mendelik.

"Astaga, benarkah? Wow! Aku berdoa, agar dia ingin berkencan denganmu. Kau itukan, sangat menggoda!" Lantas Misun langsung memukul kepala Weiwei kedua kalinya. Bisa-bisanya, Weiwei mengatakan hal itu. Karena itu pun, dia mendadak malu sendiri. Terlihat dari ia yang menutup wajahnya.

Weiwei benar-benar bahagia menggoda Misun, tetapi ia langsung penasaran---siapa yang berhasil membuat Misun menyatakan perasaan itu terlebih dahulu?

"Misun, siapa lelaki itu?"

"Akan kuberitahu, nanti!" Misun mengatakannya sembari berdiri. Tanpa menatap Weiwei, lalu berkata, "Coba lakukan saranku saja dan aku harus pergi! Aku ... aku harus ke ruangan jurnalistik!"

Melihat Misun yang telah pergi, membuat Weiwei mendesah pelan, padahal ia masih ingin menggoda temannya itu. Namun, Misun harus meninggalkannya setelah memberikan saran seperti itu. Kayaknya, Weiwei memang harus berterus dengan perasaan ini.

Ya! Dia harus melakukannya!

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro