SOUL KISS 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


HELLO TO ME ?

Chapter 1

Discalimer

Masashi Kishimoto

Story By

Lavendark

[Hinata Hyuuga, Sabaku Gaara]

Genre

Romance, Drama, Fantasy

.

.

.

.

.

Hiashi berlari terpogoh-pogoh di lorong rumah sakit Konoha. Lorong yang tidak seberapa itu terasa semakin panjang dan jauh saat Hiashi mendapati dirinya yang sudah sangat panik. Mencari ruangan dimana putri kecilnya dirawat. Mendapati telfon mengenai kecelakaan yang menimpa putri kecilnya adalah hal yang membuat Hiashi hampir pingsan sesaat. Baru satu tahun yang lalu dirinya harus rela ditinggalkan oleh istri tercinta yang dijemput kami-sama, sekarang Hiashi menjadi lebih takut ketika putri kecilnya harus di jemput juga.

Hiashi tak peduli dengan penampilan berantakannya dan juga keringat yang bercucuran, terus berlari dan beberapa kali menabrak bahu orang lain, mengabaikan segala bentuk emosi dan umpatan yang dilayangkan kepadanya. Saat mata Hiashi menatap sekumpulan orang tua yang tak kalah paniknya dengan dirinya, saat itu... jantung Hiashi rasanya ingin berhenti.

Hal yang tak pernah diduga oleh pria paruh baya sepertinya adalah, perjalanan yang menyenangkan, bisa berubah menjadi malapetaka. Putrinya yang sedang piknik yang diadakan oleh taman kanak kanak, harus mendapatkan kejadian pahit berupa kecelakaan bis. Mata perak itu, menelisik kesekitar, melihat raut khawatir para orang tua, dan bahkan sudah ada yang pingsan karena terlalu syok dan histeris. Ya, bukan hanya putrinya, tapi anak anak yang mengikuti piknik ini juga harus dilarikan kerumah sakit ini. Bukan hanya anak-anak, guru-guru dan supir yang berada di bis juga masih di dalam ruang perawatan dan bertaruh nyawa. Entah Hiashi ingin menyalahkan siapa.... Karena sampai sekarang, Hiashi masih tidak tau bagaimana kejadian pastinya. Apakah karena kelalaian supir atau kejadian tak terduga lainnya.

Hiashi bisa memaklumi rasa khawatir dan ketakutan para orang tua yang masih menunggu disini dengan tidak sabaran. Kabar yang didapat pastilah sama, kecelakan bis yang masuk kedalam jurang. Tentu saja, bagi manusia biasa.... Hanya kemungkinan kecil akan hidup jika kecelakaan nya sampai masuk jurang, apalagi tubuh rapuh anak-anak. Oooh,.... Tanpa di komando air mata dari pria paruh bayah itu harus meluncur dengan derasnya. Ketakutannya makin mencekam. Persetan dengan julukan pria Tangguh yang tersemat di dirinya karena kenyataannya Hiashi hanyalah kertas yang terkena air jika itu menyangkut keluarga kecilnya.

Rapuh.

Semua hening. Degupan jantung Hiashi memompa berjuta-juta kali kala melihat satu dokter keluar dari ruang UGD. Dokter yang menampilkan ekspresi bersalah dan sedih itu semakin membuat Hiashi merana dan diambang kewarasan.

"Maaf, kami sudah berusaha sebaik mungkin...... beberapa dari mereka ada yang meninggal ditempat dan diperjalanan.... Dan maaf, ada juga yang meninggal saat masa pengobatan" Histeris, suara salah satu wanita yang tidak Hiashi kenali. Pastinya dia salah satu ibu dari anaknya yang berada di bis. Tungkai Hiashi lemas, dan ambruk secara tidak elitnya...

Dokter itu sedikit tersenyum bersalah, lalu kembali mengucapkan sebuah harapan dengan persentase yang kecil

"kami hanya bisa menyelamatkan dua anak.... Dan mereka berhasil melewati masa kritisnya"

Deg

"Hyuuga Hinata dan Sabaku Gaara"

.

.

.

...

.

.

.

"Uzumaki,.... Naruto?" Hinata menatap Sakura dengan tatapan bertanya. Sakura mengangguk tanpa minat, dan masih asik dengan ponselnya. Mengambil beberapa kali potret wajahnya dengan menggunakan ponsel mahal itu. Hinata yakin, perempuan itu sedang membuat story untuk sosial medianya. Perempuan berambut pink itu memang sangat gila popularitas, meski Hinata harus akui.... Mereka bertiga memang sangat populer di jurusan hukum universitas Konoha.

Hyuuga Hinata, Haruno Sakura, dan Yamanaka Ino.

Calon-calon firma hukum dimasa depan.

Mereka bertiga sedang asik mengobrol disalah satu café ternama di daerah Konoha. Mahasiswi sosialita yang lebih menyukai uang daripada hal lainnya. Uang adalah bentuk kebahagiaan dan penunjang hidup,.. tentu mereka bertiga tidak menampik itu.

Sebagai seorang perempuan, entah kenapa,... saat memiliki barang branded dan cantik bisa memberikan efek kepuasan dan kebahagiaan yang sulit untuk dijabarkan.

"Bagaimana menurutmu, Ino?" Hinata mengalihkan pandangannya, menatap Ino yang masih asik bercermin dan membenarkan poni halusnya.

"huh! Palingan si jidat itu yang menggodanya duluan" mata hijau Sakura membelalak, menatap temannya dengan sebal. Tidak ada ceritanya kalau Sakura yang jatuh cinta duluan. Sakura itu cantik!

"enak saja! dia yang mendekatiku, katanya aku tipenya..." Sakura menaruh ponsel berwarna merah muda itu di atas meja, lalu menyeruput minuman soda yang tadi dipesannya. "bukankah itu terlalu klasik?" lanjutnya diiringi dengan kekehan.

Hinata terkikik, lalu mengambil beberapa uang dari dompetnya "kali ini, aku yang traktir"

"Wah... Hime! Kau membeli dompet baru? Dan lihat kuku-kukumu!!" Ino mengenyampingkan cerminnya, lalu menarik tangan Hinata dengan antusias memandangi kuku-kuku yang dicat dengan warna pastel itu... ditaburi dengan pernak-pernik yang membuatnya terlihat lebih berkilau. Untuk sesaat mereka melupakan pembicaraan mengenai Uzumaki Naruto.

Sakura sibuk melihat dompet milik sahabatnya, lalu memberengut kesal. "hei! bukankah ini dompet incaranku minggu lalu? Kau membelinya?" Hinata menangguk bangga, tanpa lupa mengibaskan rambut lembutnya.

"bukankah warna violet cocok untukku?" tanya Hinata tanpa merasa bersalah. Kedua temannya menyipit tak suka.

"kau bahkan tidak mengajak kami pergi kesalon dan malah mempercantik kuku mu sendiri?!" Ino mulai jengkel, dan Hinata hanya menatap malas sahabatnya itu.

"aku sudah mengajak kalian berdua, tapi Sakura sibuk dengan pelajaran tambahannya dan kau sibuk dengan pacar mainanmu" Sakura mendengus sebal mendengarnya. Memang kenyataan pahit ketika kau menjadi orang yang selalu remedial, sedangkan perempuan berambut indigo di depannya merupakan mahasiswi yang pintar dan Sakura yakini akan dapat gelar cumlaude saat lulus nanti. Sakura melirik Ino, sahabat pirangnya itu juga tak kalah bodohnya dengan dia, dan sialnya, keluarga Yamanaka masa bodoh dengan Pendidikan sang putri, berbeda dengan keluarganya yang menomor satukan Pendidikan.

"lalu kau menerima si Uzumaki itu?" berusaha mengalihkan topik, Hinata merasa sedikit bersalah karena menyinggung masalah pelajaran tambahan. Hinata heran dengan mereka berdua, terutama Sakura,... Sakura selalu menginguti les dimana-mana, dan masih saja perlu remedial tiap akhir semester.

"tentu saja tidak!" dengan lesu, Sakura mengambil lagi ponselnya. Sedikit memaki kedua orang tuanya yang mengirimi pesan agar cepat pulang kerumah.

Ini menjijikan.

Sakura harus mengenyam Pendidikan selama senin hingga jumat secara penuh, dan ketika weekend datang, bahkan Sakura tetap tak bisa bermain dengan puas? Rasanya Sakura ingin terlahir di keluarga Yamanaka saja.

"sok jual mahal" Ino mencibir. Hinata diam dan mengamati interaksi keduanya. Memang diantara mereka bertiga, Hinata adalah tipekal yang lebih pendiam. Hinata memang lebih suka berfoya-foya dan melakukan hal yang menyenangkan untuk merawat dirinya sendiri.

"aku bukan jual mahal, Ino-pig! Aku punya kriteria sendiri....... Mungkin akan beda cerita jika Sabaku Gaara yang menyatakan cinta untukku" mata hijaunya berbinar, tanpa sadar mencari akun Gaara di social mediannya.

Lihatlah! Bahkan difoto wajahnya sangat tampan. Bagaimana dengan aslinya?

"Sabaku Gaara?" Ino mengernyit. Mencoba mengingat-ngingat sang pria yang disebutkan itu. "maksudmu si berandal dari jurusan Teknik itu?"lanjutnya agak mengernyit jijik. Ino itu anti kekerasan. Yah, meski Ino akui, Gaara lumayan tampan. Tapi tetap saja.... tipekal Ino adalah cowo perhatian dan pintar, kepintaran itu bisa Ino gunakan untuk memperbaiki kebodohan pada keturunannya kelak.

"meski berandal, dia itu tampan! Figur yang akan selalu membuat kita merasa aman" lagi, Sakura meninggikan Gaara dan membuat Ino mau muntah. Hinata malah mengernyit tidak suka.

Apa bagusnya seorang berandal? Pikir Hinata.

"baru kemarin kau bilang tipemu seperti Uchiha Sasuke dari kedokteran, dan secepat inikah berubah?" lagi, Ino menyindir keras sifat Sakura yang terlalu subjektif terhadap ketampanan. Ino khawatir, jika Sakura memiliki pacar nanti, apakah mungkin Sakura bisa setia? Ketampanan seseorang tak akan ada habisnya di dunia ini.

"Suka-suka diriku dong!" Sakura tertawa mengejek. Apa yang salah dengan pria idaman? Toh tidak merugikan siapapun saat Sakura mengatakannya. Kecuali Sakura berniat untuk menjadi pelakor! Dan itu terlalu rendah untuk perempuan berharga diri tinggi sepertinya.

Untuk apa menjadi pelakor jika kau punya wajah cantik dan bisa mendapatkan pria yang lebih baik? Yang hanya mencintai satu wanita.

"Oh iya, ngomong-ngomong tentang Gaara, bukankah kau selama ini selalu bersekolah di tempat yang sama?" pertanyaan Sakura sukses menghancurkan mood Hinata yang sedang asik memandangi kuku pastelnya. "kau punya nomer ponselnya tidak?!"

"tidak punya!" Hinata berdecak kesal. Memang Hinata selalu satu sekolah dengan si berandal itu, namun tentu saja Hinata tidak pernah dekat bahkan untuk saling menyapa. Mereka berdua sangat berbeda.

Hinata terlalu betina, dan Gaara terlalu jantan.

Tidak akan cocok, Hinata yakin,... mereka bisa bertengkar hebat hanya karena masalah warna. Jelas saja! Hinata menyukai warna yang cantik sedangkan Gaara sangat terlihat menyukai warna yang kelam. Itu baru warna,... belum hal hal yang lebih besar lagi.

No!..... No! Hinata lebih memilih menjaga jarak. Lagian, Hinata pikir dirinya juga bukanlah tipekal yang bisa diajak berteman oleh Gaara. Sejauh yang Hinata tau, teman-teman Gaara semuanya ber-anting dan bertato. Itu mengerikan dan tak baik untuk tubuh indahnya.

"kenapa kau seperti marah, Hinata? Jangan katakan kalau kau menolak Inuzuka karena kau menyukai berandal tampan itu?" untung saja soda yang dipesannya sudah habis, jika tidak... Hinata yakin tangannya sudah otomatis menyiram wajah Ino yang berbicara terlalu bar-bar.

"Jangan gila Ino! Bertegur sapa saja tidak pernah..." Hinata memasukan dompetnya. Entah kenapa Hinata jadi menyesal telah mentraktir teman-temannya. oh anggap saja Hinata seperti tidak ikhlas, dan Hinata tidaklah peduli. "bergaul dengannya hanya akan membuat tubuh indahku lecet" ucapan Hinata seratus persen benar. siapa yang tau jika Gaara itu senang ugal-ugalan dijalan, bahkan sering bertengkar tanpa sebab. Benda tajam sepertinya menjadi teman seperjuangan si Sabaku itu. dan itu tak akan cocok untuk perempuan gemulai sepertinya.

Padahal mahasiswa, tapi tingkahnya seperti criminal. Oh apa yang dipikirkan universitas Konoha saat menerima laki-laki seperti itu?

"lupakan tentang pria! Bagaimana jika sekarang kita ke bar?" tawaran menggiurkan Sakura membuat Hinata dan Ino mengangguk antusias.

"Girls time....!!!" Ucap bebarengan ketiganya yang diakhiri dengan tawa cekikikan.

.

.

.

...

.

.

.

Dan disinilah mereka bertiga berakhir. Di ruangan yang sengaja mereka sewa, dengan beberapa botol soju yang masih utuh di meja. Sejujurnya mereka bertiga tidaklah kuat untuk minum minuman beralkohol,... mereka membeli ini hanya untuk menunjang status di media social mereka. Image sebagai wanita tersoisalita di universitas Konoha tidak boleh luntur hanya karena mereka yang tidak tahan dengan mabuk.

Oh lagipula mabuk juga tidaklah baik.

Kegiatan berfoto ketiganya harus terhenti saat ponsel Hinata berdering.

Beruang raksaksa is calling......

"Oh sial!" itu suara Sakura, dibarengi dengan ekspresi tak suka dari Ino. Mereka berdua tau, siapa itu beruang raksaksa.

Ayah Hinata. Terkesan durhaka memang,... tapi meski begitu, Hinata tak pernah membangkang atau mengabaikan sang ayah tercinta. Tentu saja Hinata sangat mencintai ayahnya, mengingat hanya ayahnya lah yang membesarkan Hinata seorang diri.

"aku harus mengangkatnya dulu" suara Hinata sedikit berteriak, itu karena music di bar yang sangat memekakkan telinga. Ino dan Sakura hanya mengangguk lesu. Ini sudah sering terjadi, ketika sang beruang menelfon, maka kesenangan mereka harus terhenti disini. Yah mau bagaimana lagi? Toh Sakura juga sudah diteror pesan oleh kedua orang tuannya.

"ayo beres-beres" ucap Ino dan diangguki oleh Sakura.

.

.

.

Hinata berdiri di dekat lorong toilet. Setelah memastikan lokasinya sepi, akhirnya Hinata mengangkat telfonnya.

"Kenapa lama sekali diangkatnya? Kau dimana? Sekarang sudah jam 10... cepat pulang" Hinata rasanya ingin berteriak marah. suara serak dan berat itu selalu seperti ini. Bertanya ini itu dan menyuruhnya pulang tepat waktu. Oh ayolah..... Hinata sudah dewasa, dan ini adalah jepang! Apa ayahnya tidak mengerti sebuah kesenang anak muda?

"Iya, Ayah.... Aku akan pulang" memilih memedam kemarahannya. Hinata tidak bisa jika harus melihat ayahnya bersedih dan khawatir. "eum... ayah, bisakah untuk kedepannya ayah menambah jam mainku? Satu jam~ saja" satu jam, itu artinya Hinata bisa pulang jam sebelas malam. Terdengar suara dengusan dari seberang telfon. Hinata sudah menebak akan penolakan sang ayah.

"Tidak bisa" lihatkan?! Si tua kolot itu benar-benar!

"Kalau begitu 30 menit!" Hinata masih berusaha negosiasi.

"Tidak! Sekarang cepat pulang atau anak buah ayah akan menjemputmu!" mata Hinata melotot kesal! Benar-benar si tua kolot.

"Iya! Iya...!!" apa yang lebih menyebalkan saat sedang asik bermain tapi harus terhenti karena sudah lewat jam perjanjian dengan orang tua?? Hell.... Berasa seperti kentang (kena tanggung)

"kau mau ayah tambahkan jam mainnya?" Hinata membisu, mengangguk tanpa sadar. Mungkinkah ayahnya dalam kondisi yang baik? "jika kau mau, ayah akan menambah jam mainmu sebanyak 15 menit, asal kau mau berlatih judo" kali ini Hinata mendengus. Sudah diduga... penawaran dengan syarat. Dari dulu sang ayah memaksanya untuk berlatih judo. Memang keluarga Hyuuga memiliki tempat pelatihan judo dan sang ayah sekarang bekerja sebagai instrukturnya. Sedangkan Neji, sang sepupu, akan digadang-gandang menjadi pewaris terkuat untuk memiliki tempat itu.

"tidak mau! aku lebih baik pulang jam sepuluh daripada harus belajar judo" habis sudah kesabaran Hinata. Dan apa kata ayahnya tadi? Ditambah 15 menit? Oh yang benar saja...... bahkan tiga jam tidak akan terasa jika kau sudah mengobrol dan menggosip asik dengan teman-temanmu "judo itu untuk laki-laki... ayah!" protesnya lanjut. Apa ayahnya tidak sadar jika Hinata ini perempuan ideal berhati lembut?

"Adikmu perempuan, tapi lihat! Dia bisa memukuli teman laki-laki yang nakal padanya" Hinata memutar bola mata mendengarnya. Selalu saja dia dibandingkan dengan adiknya -Hanabi.

"Hanabi itu tomboy! Dia bukan perempuan normal.... Perempuan seperti itu akan sulit mendapatkan pacar" Hinata dan segala alasan bodohnya. Hanabi memang jago dalam urusan berkelahi, tapi otak adiknya itu tumpul. Lihat Hinata...!.. Cantik dan pintar, bahkan selalu berprestasi dan mendapatkan rangking. Apa otak ayahnya hanya di isi oleh judo saja? tidak lihatkah potensi Hinata yang lain?

"berhenti menyalahkan Hanabi! Kau saja yang sudah sangat centil masih belum memiliki pacar...!" Hinata diam, giginya mulai bergemelutuk. Ayahnya benar-benar menyulut pertengkaran.

"ah... terserah ayah! Pokoknya aku tidak akan menginjakan kaki ke tempat terkutuk itu"

"ayolah sayang...... ini demi kebaikanmu, ayah ingin kau bisa membela dirimu sendiri saat dijahati! Kau tau... kejahatan sudah mengakar dimana-mana" mendengarnya membuat Hinata menghembuskan nafas Lelah. Hinata tau, ayahnya melakukan ini demi kebaikan dan keselamatannya. Yaaah..... bukan rahasia lagi jika Hinata adalah anak kesayangan Hiashi.

"Aku bisa menjaga diriku, ayah... lagipula aku tidak pernah pergi sendiri kok... aku selalu Bersama Ino dan Sakura kemana-mana" lagi-lagi ayahnya hanya mendengus. Tentu saja Hiashi mengenal Ino dan Sakura,.... Hinata sering membawanya kerumah dan bergosip berisik di kamarnya.

"apa yang bisa diandalkan dari kedua perempuan yang menye-menye itu? palingan kalian hanya bisa berteriak nyaring saja" perdebatan tanpa ujung yang hanya akan membuat kulit Hinata cepat mengkerut. Ini harus segera di akhiri.

"Aku tetap tidak mau belajar judo! Sekarang aku harus pulang... sampai ketemu dirumah, ayah!"

"hei sayang! Tung-"

Tut.....tut.....

Dan Hinata langsung memutus telfonnya. Semoga saja perdebatan tadi tidak berlanjut saat dirumah, oh... Hinata menyesal berkompromi tentang waktu bermain.

.

.

.

Hinata menghentikan langkahnya ketika sebuah lengan dengan kasar menariknya.

"he-hei!" Hinata berteriak.

"ssst.... Diamlah cantik!" Hinata melihat pria yang tidak dikenalnya. wajahnya sungguh...~

Jelek.

Mata amethis Hinata mulai lari kesana-kemari mencari Sakura ataupun Ino. Sialan! Disini sangat sepi. Kenapa Lorong toilet di bar sering sepi dan gelap sih? "hei, bagaimana jika kita bersenang-senang sebentar?" sambil mengurung Hinata diantara kedua lengan yang menurut Hinata sangat kasar dan tak terawatt.

Dasar laki-laki!.

"Tidak mau!" suara Hinata dibuat setenang mungkin, meski dalam hati dirinya sudah sangat ketakutan setengah mati. Hinata mencoba mengingat-ngingat gerakan Hanabi saat memukuli teman prianya.

Bisakah Hinata melukai pria ini dengan tangan lentiknya? Ah tidak! Hinata tidak mau merusak kuku yang baru saja dihias tempo lalu.

"ayolah... aku tau kau belum punya pacar! Ne? ini akan menyenangkan dan nikmat..." Hinata mulai takut saat pria itu memegang dagu imutnya, memajukan bibir seperti ingin mencium bibir Hinata. Panik dan takut. Matanya lagi-lagi bergerak liar, mencari bala bantuan.

Tidak boleh! Ciuman pertamannya harus diambil oleh laki-laki dengan bibir halus dan kenyal! Dan yang paling penting adalah pria tampan dan penyayang.

Ketika amethis itu menangkap seorang pria dengan rambut merah, Hinata terbelalak. Hinata kenal pria itu, pria yang beberapa jam lalu menjadi bahan obrolannya.

Sabaku Gaara. Si berandal tampan.

Dengan ide gila dikepalanya, Hinata mulai mendorong dada si pria. "aku sudah punya pacar! Itu pacarku!!" dengan lantang tanpa keraguan. Dalam hati, semoga Gaara mengenalinya dan mau membantunya. Lebih baik Hinata bermasalah dengan orang yang dikenalnya dibanding dengan yang tidak dikenalnya.

"Sa-Sabaku?" pria yang hampir melecehkannya itu mundur. Tentunya sangat mengenal si berandal pembuat onar.

"Ga-Gaara-kun! Tolong aku.... A-aku... digoda olehnya" dengan langkah yang cantik, Hinata mengapit lengan kekar Gaara dan berekspresi sedih. Sedangkan si pria yang hampir mencium Hinata, mulai mundur ketakutan, meminta maaf dan dengan segera pergi dari sana.

Gaara diam dan mencerna sebuah kejadian. Dirinya yang sedang ingin ke toilet tiba-tiba dipanggil dengan manja oleh gadis yang menurut Gaara cukup cantik. Menatap sekilas,.... Dan bertanya-tanya, mungkinkah dia salah satu gadis yang memujanya? Gaara sudah sering berkencan satu malam dan lupa dengan beberapa gadis.

Tapi... Gaara tidak ingat pernah mengencani wanita secantik ini.

"Huft... syukurlah" sambil melepas tangannya, Hinata mulai membersihkan beberapa debu yang menempel di dress violetnya... dan pergi meninggalkan Gaara tanpa berterimakasih.

Dan Gaara sadar, dia baru saja dimanfaatkan.

Lagi-lagi lengan Hinata tertarik oleh telapak tangan yang menurutnya sangat kasar. Hinata merutuk dalam hati, ternyata Gaara tanganya lebih kasar dari pria yang tadi.

"hei, kau tidak sopan,... nona" suara berat dan maskulin itu menyapa indra pendengaran Hinata. Dan dengan cepat Hinata menyentak tanganya.

Kulit halusnya bisa lecet jika digenggam lama oleh tangan sekasar itu. "no-nona? Kau tidak ingat aku? Aku ini Hyuuga Hinata!! Kita selalu satu sekolahan" Hinata heran, Gaara keterlaluan, meski tak pernah bercakap-cakap,... setidaknya Gaara haruslah mengenal orang yang selalu satu sekolahan dengannya. Bahkan dari TK hingga SMA.

Gaara menelisik wajah jelita di depannya. Teman sekolahnya? Gaara memang tidak terlalu peduli dengan perempuan-perempuan di sekolahnya, jadi wajar Gaara tidak tau nama ataupun wajahnya. Apalagi tipikal perempuan manja seperti ini. Ugh... tentu perempuan manja seperti ini lebih cocok sebagai teman bercintai. Itu saja.

"aku tidak peduli... aku minta bayaranku" dingin dan menusuk. Suaranya sedikit berubah, sepertinya Hinata salah meminta bantuan. Gaara lebih menyeramkan dari pria brengsek yang sebelumnya

"berapa?" Dengan santai Hinata mengeluarkan dompetnya. Uang bukanlah masalah besar untuknya. Toh ayah dan sepepunya -Neji, selalu memberikan uang berapapun yang ia minta.

"aku tidak ingin uang... aku ingin yang lain" ucapan yang membuat Hinata mendongkak, melihat terkejut pria yang lebih tinggi darinya ini. Tipikal pria brengsek seperti Gaara pastilah tidak menyukai uang. Jadi apa yang diinginkannya?

"A-apa?" dan Hinata tidak tersadar, dengan satu tarikan.... bibir halusnya di lumat kasar oleh Gaara.

Saat sadar, Mata amethis nya terbelalak. Sialan! Ciuman pertama yang indah... hancur Sudah!

.

.

.

...

.

.

.

Hinata terbangun saat mendengar suara weeker yang cukup aneh. Seingatnya, Hinata tidak pernah memasang weeker dengan lagu rock seperti sekarang. Hinata mencoba segera duduk. Dan merasa aneh pada badannya yang tiba-tiba terasa berat.

Memijit keningnya sebentar, dan kilasan malam langsung mampir dalam ingatannya.

Sabaku sialan! Dia mencuri ciuman pertama Hinata. Ini sama saja seperti dicium oleh pria yang tak dikenalnya tadi malam. Bahkan Hinata rasa, bibir Gaara lebih kasar dari pria brengsek sebelumnya. Katakan selamat tinggal pada firstkiss impiannya. Tentu saja setelah dilumat dengan kasar, Hinata langsung menampar pipi keras Gaara. Berlari dari sana dan menemui Ino dan Sakura yang kebingungan.

Hinata akan mengadukan ini pada Neji, Neji adalah yang terbaik dalam judo,.... Biar saja si Sabaku itu dihajar sampai mati.

Berbicara tentang dihajar, tangan mungil Hinata merasa sakit tadi malam saat menampar Gaara. Tangan lembut itu menampar pipi yang seperti besi. Hinata langsung mengangkat tangannya, berdoa agar tangan halus kebanggaannya tidak lecet atau membengkak sedikitpun.

Lalu Hinata membelalak. Tangannya berubah.

Tunggu.!! sejak kapan tangan halus ini berubah menjadi tangan penuh urat dan kasar,.?? Jugaaa~ besar? Dan saat itu Hinata tersadar, dirinya tidak terbangun di kamar cantiknya. Kamar ini menengerikan, cat abu-abu gelap dengan poster poster menyeramkan. Dimana kamar bercat lavender dengan hiasan bunganya? Hinata relfeks loncat dari Kasur yang juga bukan Kasur nyamannya.

"A-apa yang--" ucapan Hinata terhenti, kenapa suaranya menjadi berat? Kemana suara lengkingan merdunya?

Dan saat Hinata melihat cermin, saat itu dirinya mengernyit takut.

Disana, terlihat Sabaku Gaara sedang menatapnya terkejut, sama seperti Hinata. Hinata Memegang pipinya, lalu Gaara dicermin juga mengikuti gerakannya.

Tunggu dulu!

Hinata langsung bergerak kesetanan. Tangannya dengan liar menyentuh semua badannya.

Pipi gembil imutnya......Dada semok menggodanya..... pantat kencangnya.... Oh kemana tubuh yang sudah Hinata rawat selama ini? Semuanya menghilang!! Kuku-kuku yang baru dicat pastel beberapa hari yang lalu pun berubah dengan tangan yang banyak luka besutan.

Ini.... Adalah tubuh Gaara!!

Hinata mencoba berfikir rasional. Sedikit mencubit pipi kerasnya dan berharap jika ini mimpi. Tidak.. Hinata merasakan sakit, dan tetap seperti ini.

Kondisinya tidak berubah.

Pada akhirnya Hinata tersadar.

Dia bukanlah Hinata.

Dirinya yang sekarang adalah Sabaku Gaara.

"A-apa yang terjadi!! KYAAAAAAAAAAAA~~~~~"

Pagi itu, kediaman Sabaku dihebohkan oleh suara lengkingan keras yang berat dan maskulin.

.

.

.

TBC

.

.

.

Akhirnya Semua Trilogy ku sudah dipublish... tinggal namatin satu-persatu.

'Hello to me' bermakna menyapa diri sendiri. tadinya agak bingung, mau judulnya soul kiss atau hello to me, dan akhirnya aku pilih hello to me.

cerita ini sedikit bergenre fantasy.

aku sedang bereksperimen dengan membuat karakter hime menjadi manja dan lenye-lenye.

semoga bisa dinikmati oleh penggemar Gaahina.

Untuk @ikaacemplux sudah yaaaa.... sudah ku publish nih! jangan rewel lagi.....

selamat menikmati akhir pekan kalian :-))

.

.

.

Signature,

Lavendark

02 Februari 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro