e n a m

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tiga puluh menit Bia menghabiskan waktu di kamar mandi, dan selama itu juga Andra mencari informasi tentang rumah sakit tempat Dion dirawat. Meski setengah percaya dengan apa yang dikatakan Bia soal Dion, Andra tetap membantu Bia. Selain untuk melaksanakan tugasnya sebagai sahabat, ia juga mencari kebenaran mengenai yang Bia katakan. Jauh di lubuk hatinya, cowok itu masih khawatir dengan kondisi Bia yang terlihat tidak baik-baik saja.

Padahal, Bia hanya terguncang. Selebihnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari seorang Salsabilla Airindiva.

"Lo ngapain disini?" ketus Bia mendapati Andra tengah berbaring di ranjangnya.

"Katanya gue suruh cari info tentang si Dion, ini gue udah lagi hubungi tante Mira."

"Ya kenapa nggak diluar aja sih? Udah tau gue abis mandi mau pake baju."

Seketika Andra terperanjat, ia lupa bahwa sahabatnya itu sedang mandi. Bagaimanapun, ia tetap menghargai Bia sebagai perempuan meski gadis itu menganggap Andra sebagai ... bocah.

"Oke gue keluar, lo tahan dulu," kata Andra sambil menunduk usai melirik Bia yang tengah berdiri di depan lemarinya dalam balutan handuk.

"GAUSAH GUE PAKE BAJU DI KAMAR MANDI AJA," sahut Bia, sedikit berteriak. Rupanya gadis itu hanya mengambil baju dan kembali ke kamar mandi untuk berpakaian.

Padahal Andra sudah berjalan menunduk untuk keluar dari kamar Bia.

Sabar Andra, itu kan hanya sebagian kecil dari sifat menyebalkan Bia.

Setelah Bia selesai, keduanya lantas menuju rumah sakit tempat Dion dirawat. Bia tidak salah, Dion memang koma dan sekarang berada di rumah sakit di Jakarta. Perlahan kekhawatiran Andra memudar, namun pertanyaan baru muncul dalam benaknya. Dari mana Bia bisa tau jika Dion sekarang koma?

"Udah gue bilang gue tau dari sumbernya langsung, sekarang, kan, Dion setengah setan," begitu jawaban Bia ketika Andra bertanya kepadanya.

Dion yang sudah berada di kursi belakang mobil Andra lantas meneriaki Bia di depan telinganya "SEMBARANGAN LO!"

"Aish, Di-ong!! Sakit kuping gue!" ringis Bia. "Kelakuan lo kayak setan beneran muncul dadakan gini tau!"

Tentu saja bulu kuduk Andra merinding, lagi-lagi Bia bicara sendiri dan menyebut nama Dion. Sudah jelas, kan, Dion sedang koma?

"Bi ... jangan bikin gue khawatir lah," lirih Andra. Ia tidak ingin menyinggung Bia dengan mengatakan kalau Bia sedang mengalami gangguan psikis, tetapi apa yang dilihatnya saat ini membuatnya terus-menerus berpikiran ke sana.

Bisa saja, kan, karena Bia terlalu disudutkan oleh teman-temannya ia menjadi kesal dan halusinasi seperti sekarang ini?

"Cie Andra khawatir sama Bia, udah bertahun-tahun gue nggak ketemu kalian sekarang lo berdua romantis, ya? Ahiiwww!" ejek Dion. Bia sudah membuatnya kesal, tak ada salahnya, kan, membalas perbuatan gadis itu sekarang?

"Apaan sih lo, gak jelas," ucap Bia, entah pada siapa.

"Lo ngomong sama Dion lagi? Mana coba, tunjukin bocahnya," ucap Andra dengan nada yang menantang.

Ya, Andra sengaja menantang Bia. Cowok itu sudah kesal rupanya dengan keberadaan misterius Dion.

"Udah gue bilang, Ndra. Si Dion tuh setengah setan dan lo nggak punya indra keenam jadi nggak akan bisa liat dia," Bia berkata serius, tapi ditelinga Andra jawaban Bia seperti hanya sebuah candaan.

"Lo juga bukan anak indigo, kok."

"Ya emang, gue lagi apes aja bisa liat si Dion. Udah ah, Ndra, kalo dilanjut ntar yang ada kita ribut. Males gue ngadepin lo kalo ngambek,"

Andra menghela napasnya, mengalah pada Bia. Benar apa yang dikatakan gadis itu, jika pembicaraan ini terus berlanjut maka keduanya bisa terlibat peperangan. Tapi, Andra kesal pada kalimat terakhir Bia, dia pikir Andra tidak lelah menghadapi dirinya yang sering ngambek? Lagipula, bukankah Bia yang paling sering ngambek pada Andra?

Sementara itu, Dion yang keberadaannya hanya diketahui Bia sedang tertawa kegelian melihat kedua sahabatnya meributkan dirinya. Kurang ajar. Kalau saja Bia bisa menyentuhnya, ingin sekali ia membuat roh Dion juga akan koma.

Keduanya sampai di rumah sakit tempat Dion dirawat, sebelum menyambangi ruangan Dion, Bia menghentikan langkah Andra. "Ndra, masa kita mau jenguk nggak bawa apa-apa sih?"

"Astaga, gue lupa. Kita ke minimarket depan aja dulu yuk." Segera Andra berbalik dan menarik Bia menuju minimarket.

Lagi-lagi, Bia menghentikan langkah Andra.

"Ndra, si Dion kan koma, ngapain juga kita kasih makanan? Kita kasih kembang kantil aja, ngelatih dia buat makan itu sebelum bener jadi setan seutuhnya," ucap Bia dengan wajah polosnya.

Dion mendengar yang barusan dikatakan Bia, kini wajah pucatnya menampakkan gurat kekesalan. Tangannya terkepal kuat, melayang di udara seperti hendak menghajar kepala Bia dan ....

BRUKK!!

Bia jatuh tersungkur karena pukulan keras dikepalanya. Membuat Andra panik bukan main, Bia lantas tidak sadarkan diri.

Jelas saja, Dion menonjok kepalanya sekuat tenaga barusan. Apalagi ia menonjok Bia tepat di bagian belakang kepalanya. Untung saja ini rumah sakit, jadi Bia bisa langsung mendapat pertolongan pertama.

Dion menatap nanar secara bergantian pada Bia yang dikerumuni petugas rumah sakit dan juga tangannya yang ia tadahkan di depan dadanya. Perasaan bersalah menyelimuti dirinya, Dion tidak tahu jika akhirnya akan seperti ini. Bukankah ia tidak bisa menyentuh apapun?

°°°

"Kalo marah atau sedih, roh bisa menyentuh apapun. Kalo lo udah jadi hantu kayak gue sih, lo bisa ngendaliin tenaga biar bisa nyentuh sesuatu kapanpun," ucap David, hantu yang bunuh diri kenalan Dion.

Kini Dion berada di ruangan gawat darurat, tepatnya ia sedang memandangi brankar Bia dimana gadis itu terkulai lemas tidak sadarkan diri karena ulahnya. Lalu David datang menemani Dion, David inilah yang mengatakan kepada Dion bahwa dirinya harus mencari seseorang yang dapat membantunya supaya arwah Dion memiliki nasib yang jelas: kembali pada raganya atau meninggalkan alam dunia ini.

"Dan lo harus inget satu hal, tenaga lo akan jauh lebih besar kekuatannya dibanding tenaga manusia," ujar David.

Sontak Dion menoleh pada lawan bicaranya itu, "Pantesan, gue kan mukul dia nggak sekenceng itu. Gue nggak ada niat bikin dia celaka."

David tersenyum smirk, nyaris menampakkan wujud menyeramkannya. "Lo beda sama manusia-manusia itu sekarang, lo itu mirip-mirip gue, roh gentayangan"

Benar kata Bia, kini Dion adalah makhluk setengah setan. Dikatakan manusia tapi yang hidup hanya rohnya, diktakan hantu tapi raganya masih utuh. Ah, kenapa takdirnya sial sekali, sih?

"Lo udah gentayangan selama tiga bulan, tapi lo keliatan banget belum terbiasa jadi roh. Kayaknya lo bahagia jadi manusia," tutur David yang diacuhkan Dion, cowok itu terus memandangi Bia dengan perasaan bersalah.

"Bang, emang sekarang lo makan kembang kantil ya?" tanya Dion, setelah diam beberapa saat.

Tampak sekali keterkejutan dari mimik wajah David, "Heh! Biarpun gue hantu, tapi gue
makan gituan! Lo kira gue setan dibawah kendali iblis yang kerjaannya ganggu manusia?!"

"Ya gue cuma nanya aja sih, denger-denger katanya hantu makan gituan." Dion diam sejenak. "Terus lo makan apa? Darah? Bangke? Oh gue tau, pasti lo makan janin manusia yang hasil aborsi itu, kan? Makanya lo betah di rumah sakit," sambung Dion.

David kesal, bahkan hantu itu menampakkan wujud menyeramkannya. Kantung matanya menghitam dan urat-urat di wajah pucatnya menonjol berwarna biru keunguan, pupil matanya melebar dan menghitam, hingga matanya tampak bolong, ditambah pergelangan tangan kirinya mengalir darah menandakan urat nadinya putus, semakin membuat David terlihat mengerikan. Ya, David meninggal karena memotong urat nadinya.

Dion menelan ludahnya, ia sangat takut melihat David saat ini.

Di sisi lain elektrokardiograf yang terhubung dengan tubuh Dion berbunyi semakin nyaring, menandakan kinerja jantung Dion berdetak lebih cepat dari biasanya.

David menatap Dion yang sangat ketakutan, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Dion dan melayangkan tangannya seolah-olah akan mencekik Dion. Seringai mengerikan penuh dendam ia tunjukkan untuk Dion, membuat cowok itu semakin ketakutan.

Dan lagi, tubuh Dion yang berbaring di ranjang mengucurkan keringat.

Ketika wajahnya dengan wajah David hanya berjarak satu sentimeter, Dion memejamkan matanya, pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti. Rupanya sedetik kemudian David kembali ke wujud semula, seperti pemuda yang mengenakan pakaian rumahan, namun dengan kulit yang pucat-sedikit membiru.

David tertawa keras, menertawakan wajah Dion yang ketakutan seperti menahan ngompol. Kalau ia manusia biasa mungkin tawa David akan terdengar renyah, tapi kini David adalah hantu. Tawanya malah terdengar mengerikan meski raut wajahnya mengisyaratkan kegelian.

Setidaknya Dion baik-baik saja, cowok itu akhirnya dapat bernafas lega mendapati dirinya yang masih utuh (tidak dimakan David).

"Kocak banget muka lo, sumpah!!" David tertawa lagi. "Ah, gue jadi kangen nakut-nakutin manusia," ucapnya lagi, sembari menghentikan tawanya.

"Sumpah, Bang, gue kira lo bakal makan gue atau ngapain gue," sahut Dion.

David tertawa lagi, kali ini lebih pelan.

"Gue makan apa yang pengen gue makan" David melompat hingga dirinya duduk diatas brankar kosong. "Misal nih ya, gue lagi pengen makan pizza ya gue makan, atau gue pengen McD, ya gue kesana buat makan."

Dalam hati Dion mengumpat, dasar setan banyak gaya!

"Kata mereka yang udah puluhan tahun jadi hantu sih, darah dan semua yang lo sebut tadi enak. Tapi gue jijik liatnya, yaa, semasa hidup kan gue makannya yang hypebeast mulu."

Sekali lagi dalam hatinya, Dion mengumpati hantu banyak gaya itu.

"Dahlah, males gue ngobrol lama-lama sama lo." Setelah itu, David menghilang entah kemana.

🌻🌻🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro