Kepingan Dua Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ngeri juga membayangkan kalau seumur hidup Dinar selalu menghindari keramaian. Di dunia ini, omong kosong seseorang bisa tunggal hidup sendiri. Suka tak suka Dinar akan selalu menemukan orang, bahkan di rumahnya sendiri. Siapa yang tahu nanti suatu saat ada tamu yang datang, mungkin itu tukang leding, petugas pos, tukang ac, atau malah tamu-tamu ayahnya. Hidup tak sesederhana tinggal bareng pasangan saja, toh ada orang lain yang akan secara alami berada di belakang kita. Jika nanti pun Dinar dan Rishi memutuskan tinggal terpisah dengan orang tua masing-masing, masih akan ada pembantu, tukang kebun, atau minimal sopir yang bakal berada di belakang mereka. Melihat kenyataan tersebut strategi muncul di kepala Petty. Ini adalah buntut dari apa yang dia saksikan kemarin saat keramaian tak sengaja memberikan efek menyenangkan pada Dinar.

Detik ini juga Petty menelepon Rishi. Mereka janji bertemu. Dua menit mengobrol keduanya sepakat bertemu di tempat gym dekat rumah Rishi.

Sesuai arahan Rishi, Petty menyambangi gym yang dimaksud. Gym itu berlantai dua. Lantai pertama difungsikan sebagai lobi, restoran mini dan minimarket yang menjual segala kebutuhan terkait dengan olahraga. Sementara lantai dua digunakan seluruhnya untuk tempat gym. Menyesuaikan kondisi Petty datang mengenakan atribut olahraga lengkap, meski sebenarnya dia tak berniat untuk menyentuh satu pun alat-alat.

Petty menemukan Rishi di back machine. Pria itu mengenakan singlet hitam ketat dan celana pendek selutut. Rishi tampaknya sedang bekerja keras melatih otot punggung. Keringat membasahi hampir seluruh badan. Petty memutuskan duduk di kursi instruktur yang berada di samping back machine. Wanita itu membaca angka 15 kg pada beban yang dipasang pada mesin.

Rishi menghentikan gerakan dorong. Dia menoleh ke Petty. "Aku hanya bingung dengan usulmu," tutur Rishi. "Apa kau yakin kita bisa menghilangkan rasa takut Dinar terhadap keramaian?"

"Jangan pesimis, pasti ada jalan untuk menghilangkan fobianya."

Rishi cepat-cepat berkomentar. "Terlalu jahat jika kau menyebutnya fobia. Ketakutannya tidak terlalu berlebihan."

"Ya maaf," ujar Petty kikuk. "Aku tidak tahu harus menggunakan istilah apa."

"Lalu apa idemu?"

"Setahu aku salah satu cara menghilangkan fob—maaf maksudku ketakutan itu, dengan sesering mungkin menjebak penderita dalam situasi yang ditakutinya. Kalau di dunia psikologi disebut dengan flooding."

"Kau pikir Dinar sakit?" Rishi sedikit tak acuh. Pria itu malah kembali menarik mesin sehingga otot-otot punggungnya menggembung.

"Tapi kurasa ide ini bisa berhasil. Kau lihat sendiri, kemarin Dinar benar-benar menyukai keramaian. Dan itu untuk pertama kali. Kita bisa merekayasa situasi keramaian, merekayasa sehingga terlihat menyenangkan."

"Merekayasa?"

"Benar. Dengan begitu mungkin saja, Dinar dapat berubah pikiran untuk tidak terlalu menutup diri dengan orang lain, minimal mulai belajar bahwa tak selamanya berada di kerumunan membawa dampak buruk."

"Tapi bagaimana caranya? Kurasa itu memakan waktu. Pernikahanku tinggal seminggu lagi," ucap Rishi menggagap sebab sibuk mendorong beban.

"Kita bisa menciptakan situasi keramaian yang sudah diskenariokan sebelumnya. Misalnya makan malam, pesta, temu alumni atau—"

"Lumayan menarik!" Rishi melepaskan tangan dari mesin. "Bagaimana kalau makan malam?"

"Boleh. Hampir semua wanita menyukai momen itu."

"Kalau begitu tunggu aku selesaikan beberapa repetisi dulu. Kita mengobrol usai aku latihan." Pria itu kembali fokus dengan mesin di depannya. Dia tahu niat Petty benar-benar tulus.

Petty membagi pandangan ke sekeliling. Beberapa pria kekar terlihat sibuk dengan peralatan, ada yang cekatan menggunakan twister, ada yang coba melatih otot dada di cable fly, ada yang lari-lari di atas treadmill dan ada yang kerja keras sit up di atas matras. Sesaat wanita itu berhenti di cermin yang berada di sampinya. Dari pantulan cermin dia dapat membandingkan betapa bedanya kulit yang membungkus dagingnya dengan kulit milik Rishi. Meski tak bening-bening amat, kulit Rishi dua puluh persen lebih merona dari kulitnya. Inilah imbasnya jika memutuskan diri jadi seorang traveler. Dari cermin tersebut dia juga dapat memantau Rishi yang lihai mendorong dan menarik mesin. Gerakannya pelan dan teratur. Otot-ototnya bekerja maksimal.

"Kenapa tidak dari dulu tubuhmu begini?" celetuk Petty, posisinya masih fokus ke cermin.

"Memangnya kalau dulu aku bertubuh atletis, kau akan jatuh cinta padaku?"

Petty menoleh ke arah Rishi tiba-tiba, "Kau ngomong apa sih!" Keningnya mengerut.

"Aku suka lihat wajahmu yang terlipat-lipat kayak begitu," Rishi tertawa pelan. Dia paham wanita di sampingnya ini tak suka disentil seperti itu.

---

Mereka akhirnya sependapat membahas rencana tadi di resto gym. Restoran di sini full menyajikan makanan sehat. Tentu yang bebas lemak. Hal-hal yang berbau protein memenuhi segala menu yang ditawarkan. Mulai dari olahan daging sapi, buah-buahan, susu, telur serta aneka jus segar. Rishi hanya memesan jus blueberry yang dicampur avokad. Sementara Petty yang lumayan lapar tak sanggup menolak saat pelayan menyodorkan menu nasi merah dengan ikan tuna. Dia ikut-ikutan memesan jus blueberry plus avokad.

Di meja resto mereka berhadap-hadapan.

Rishi meneguk minum, lalu membuka gym bag yang berada di lantai. Pria itu mengeluarkan satu notes kecil dan sebuah pena. Dia menulis satu kalimat, Special Dinner Plan for Dinar.

"Kita harus menentukan dulu konsep dinner ini," ujar Rishi yang mulai serius membahas rencana makan malam. "Aku pribadi sih kurang ngerti soal konsep yang benar-benar diinginkan wanita."

"Menurutku sih kita bikin senyaman mungkin. Bila perlu kita beri kesan romantis. Suasananya nyaman di hati. Masakannya nyaman di lidah. Pemandangan di sekitar nyaman di mata. Kalau bisa ada live music."

"Wow," pekik Rishi. "Seribet itu?"

"Ya, demi Dinar!" Petty menekan kata-katanya. "Jadi kita tentukan dulu lokasinya. Di pantai bagaimana?"

"Itu terlalu jauh dari sini."

"Ya udah bagaimana kalau di rooftop gedung. Beberapa film romantis sering mengambil scene ini. Kita bisa menyonteknya. Dari rooftop gedung kita bisa melihat seluruh suasana sekeliling. Cahaya dari lampu gedung-gedung sekitar bisa membantu menyemarakkan suasana."

Rishi berpikir sebentar. Lantas menuliskan hasil rencana di bawah kalimat pertama. 1. Lokasi: Rooftop gedung. Setelah berdebat panjang Rishi bersedia akan menyurvei lokasi gedung yang kira-kira dapat mewakili segala aspek. Mulai dari view kota, tempat yang strategis dan kapasitasnya.

"Kalau makanannya sih bisa ambil dari restoranku aja," tawar Rishi. "Kami memiliki chef-chef andal. Mereka pandai meracik menu dinner. Aku bisa menyuruh anak buahku membuat menu baru."

Petty menyetujui saran Rishi. Toh Rishi bisa mengomando anak buahnya bekerja maksimal. Hasilnya kembali, Rishi tulis di notes. 2. Makanan: Menu restoran keluarga. Mereka sempat buntu sekian menit dalam menentukan penunjang-penunjang lain dalam menghadirkan kesan romantis. Hasilnya beberapa gagasan mereka sepakati. Rishi menuliskan gagasan selanjutnya dengan harapan berjalan sesuai rencana, di antaranya: 3. Dekorasi lokasi. Mereka membutuhkan banyak lampu dalam malam spesial itu, sebab lighting aspek penting dalam dekorasi. Mulai dari lampu hias lilit, lampu sorot yang berfungsi sebagai lampu utama, dan cahaya lain semisal lilin. Mereka butuh banyak meja-meja dan kursi, bukan hanya untuk dia dan Dinar, namun juga untuk pengunjung lain. Properti-properti penunjang juga mereka perlukan diantaranya peralatan makan, bunga, pot, karpet, kabel-kabel dan banyak hal lain.

"Kenapa tidak menggunakan jasa event organizer?" tanya Rishi, dia cukup pusing membayangkan seberapa sukarnya mendekorasi ruangan.

"Kau ini, biayanya pasti mahal. Ini kan untuk Dinar, masa kau tak bisa turun tangan langsung. Aku janji nanti bakal membantumu mendekor."

Sarana penunjang lain kini menjadi tahapan pembahasan, yaitu 4. Live music. Karena tak memungkinkan untuk menghadirkan penyanyi terkenal, mereka akan menyewa penyanyi atau band kafe. Untuk genre musik mereka mufakat segalanya bertema cinta, sebab Petty selalu tahu seribu wanita memimpikan hal demikian saat dinner. Mereka akhirnya sampai di pembahasan akhir. Rishi menulis lagi, 5. Pengunjung yang hadir. Mengingat kesan ramai yang dihadirkan, tentu saja orang-orang yang datang semuanya harus di-briefing dulu. Mereka perlu tahu tentang suasananya nanti. Mereka juga wajib tahu apa yang harus dilakukan, dan tentu saja yang paling penting mengetahui keadaan Dinar agar nantinya tak satu pun dari mereka menunjukkan sikap kasihan atau malah sembunyi-sembunyi menggunjingi Dinar.

"Moga-moga rencana ini berjalan baik," harap Petty.

"Amin," imbuh Rishi. "Aku juga sangat berharap suatu saat Dinar bisa menjalani hari-harinya normal seperti sebelumnya."

Dan pembahasan mereka tuntas setelah satu piring nasi merah nyaris ludes di atas meja. Petty kekenyangan. Jujur dia tidak rugi bertemu Rishi di restoran mini ini, sebab sebagai traveler merasakan kuliner yang berbeda di tempat-tempat berbeda juga merupakan tujuan traveling. "Kapan-kapan kau harus mengajakku ke restoran keluargamu," tutup Petty di akhir obrolan mereka.

***

Demi melancarkan rencana dinner spesial itu keesokan harinya Rishi bergegas menuju lokasi-lokasi yang lumayan bagus dijadikan spot makan malam. Tentu saja dia harus minta izin dari Ayah untuk meninggalkan sebentar pekerjaannya. Pertama, dia menuju daerah gedung tua yang jaraknya satu kilometer dari restoran keluarga. Gedung itu berlantai lima. Setelah naik ke puncaknya, Rishi setengah ragu memanfaatkan gedung tua ini. Alasannya gedung ini tak memiliki arus listrik, dan kedua, gedung ini malah akan terkesan menyeramkan, sebab di sana-sini banyak barang-barang menggeletak berantakan. Alih-alih mendatangkan kesan romantis yang ada Dinar akan lari terbirit-birit karena melihat makhluk astral misalnya.

Sebelum waktu paginya makin habis Rishi berkeliling lagi. Mobil sedan membawanya ke sebuah gedung yang baru dibangun. Jauhnya setengah kilometer dari lokasi pertama tadi. Gedung ini berlantai enam, dan tiga lantai terakhir belum berdinding. Dari puncak rooftop-nya, memang nyaris seratus persen tampak seluruh jantung kota. Rumah-rumah penduduk, perkantoran, mal, menjadi satu pemandangan yang padu. Kalau malam pasti ini luar biasa. Sayang, kepala proyek gedung benar-benar tak mengizinkan, sebab gedung ini masih dalam tahap pembangunan. Dikhawatirkan ada barang-barang atau alat-alat konstruksi terlepas atau jatuh dan memakan korban, apalagi dari keterangan Rishi, dia akan mengundang lebih dari 50 orang. Tentu kepala proyek menolak rencana ini.

Sejenak Rishi berkacak pinggang. Memikirkan gedung mana lagi yang harus menjadi target tujuannya. Pria itu meliarkan pandangan. Pantauannya berhenti di sebuag gedung asuransi. Gedung ini satu tingkat lebih tinggi dari gedung baru yang sedang dipijakinya. Lama memonitor, tanpa aba-aba Rishi lari menuruni anak tangga. Dia meninggalkan kepala proyek.

Hanya butuh memindahkan mobil untuk mencapai gedung asuransi. Rishi menerobos masuk ke lobi gedung. Secara jujur pria itu memberi tahu keinginannya ke resepsionis. Menunggu beberapa menit, dia dipertemukan dengan kepala perusahaan. Dengan tenang Rishi menjelaskan niatnya untuk meminjam rooftop gedung. Bahasa yang digunakan Rishi sangat ramah, hal itu membuatnya mengantongi izin dari kepala perusahaan. Sayang dunia tak melulu soal bantuan dan terima kasih, nyatanya untuk bisa memuluskan niatnya ini, Rishi harus merogoh kocek sebesar tiga juta rupiah. Kepala perusahaan menolak memberikan fasilitas tempatnya secara cuma-cuma, tapi Rishi berpikir tidak apa-apa. Untuk mencapai sesuatu dia memang harus sedikit berkorban.

Rishi meninjau lokasi rooftop. Seperti yang dibayangkan rooftop gedung berlantai tujuh ini, lumayan besar. Kapasitasnya bahkan diperkirakan bisa menampung hingga dua ratus orang. Tempatnya juga cukup bersih. Tidak sia-sia dia membuang uang. Rishi kemudian mengirimkan, sms ke ponsel Petty, done, aku sudah mendapatkan tempatnya.

---

Tak sudi waktunya makin mepet, siang itu juga Rishi berkunjung ke restoran. Dia benar-benar memburu waktu sebab akan ada banyak hal lain yang mesti dia tuntaskan hari ini. Sesampainya di restoran Rishi membariskan semua chef. Dia menginterogasi satu per satu. Dari keterangan yang diperoleh dia mulai membagikan chef dengan menu berbeda-beda. Ada yang mengerjakan appetizer, main course, dan juga dessert.

"Bikin yang paling enak, yang paling menggugah selera makan, dan satu hal yang paling penting, menunya harus menu yang belum pernah saya lihat di restoran kita," Rishi mengultimatum. Dia agak garang menekan anak buahnya.

"Baik Pak!" seru kepala chef mewakili yang lain.

"Buatlah menu ini untuk kisaran 50 sampai 80 orang, mengerti?" tandas Rishi.

Di kesempatan itu dia menyuruh salah satu chef untuk menghadirkan brownies sebagai salah satu menu pencuci mulut. Wanita yang akan dinikahinya itu memang tergila-gila dengan jenis kue ini.

Merasa tugasnya mendakwah para chef selesai, Rishi bergerak lagi dengan mobilnya. Dia malah tak sempat makan. Pria itu mengemudi mencari di mana dia bisa menyewa properti. Bakal ada banyak barang nanti yang dia harus borong. Mulai dari kursi, meja, karpet, vas, bunga-bunga, taplak, lampu-lampu dan segudang barang penunjang lain. Astaga, dia baru sadar kalau properti-properti itu akan kewalahan jika dia angkut sendiri. Mobilnya jelas-jelas tak bisa menampung semua itu, dan pasti bakal lama berpindah-pindah lokasi memilih items yang berbeda. Jalan satu-satunya adalah menemui penyewa barang-barang dekorasi. Untunglah Rishi mengetahui tempat penyewaan berkat beberapa bulan lalu membantu salah satu karyawannya mengadakan hajatan.

Di tempat penyewaan Rishi menyortir barang-barang. Dua cukup membayar semua hal yang dibutuhkan. Dia benar-benar memberi arahan kepada pemilik agar semua barang ini dibawa ke lokasi yang dialamatkan. Sesaat setelah keluar dari tempat itu, perutnya keroncongan. Rishi memelas wajah sembari memegang perut. Baru separuh jalan saja, aktivitas ini sudah bisa mengaburkan ingatannya untuk mengisi perut. Buru-buru Rishi mencari tempat makan.

Di rumah makan yang lebih kecil dari restoran miliknya, Rishi melahap menu makan siang sederhana. Di situ pula dia mengirimkan pesan singkat kepada Petty, aku tinggal mencari penampil live music dan juga mengontak teman-temanku.

---

Perjalanan Rishi siang itu masih berlanjut. Dari rumah makan sederhana pria itu bertolak ke kafe yang dulu sering dia sambangi tatkala masih berstatus mahasiswa, Nail Kafe. Bagunan Nail Kafe identik dengan barang-barang lama, mulai dari perabotan, dekorasi hingga konsepnya. Rishi kuat mengingat Nail Kafe memiliki band tetap dengan vokalis wanita bersuara enak. Band asal Bandung yang seingatnya sudah puluhan kali mengirimkan demo ke label rekaman namun ditolak tersebut, menamakan diri mereka Starlight. Dan Rishi berminat menggandeng band kafe ini. Suara vokalis wanitanya yang mirip-mirip Rossa bisa menghidupkan dinner spesial nanti.

Sesampainya di Nail Kafe, Rishi segera merealisasikan tujuannya dengan bertemu semua anggota Starlight. Baik-baik Rishi menjelaskan apa yang mesti dilakukan. Dia memperingatkan bahwa lagu bertemakan cinta merupakan lagu wajib yang harus keluar dari mulut vokalis sepanjang malam. Malah secara gamblang Rishi memberikan referensi-referensi penyanyi yang terkenal romantis serta melankolis seolah Starlight adalah band yang baru menetas. Dia menyebutkan nama-nama penyanyi wanita, BCL, Rossa, Krisdayanti, Titi Dj, Raisa dan beberapa penyanyi solo pria, Glenn Fredly, Marcell, Rio Febrian, serta Tulus. Tak lupa dia menyebutkan beberapa band, seperti Nidji, Noah dan juga Kahitna. Full Indonesia. Beruntungnya semua anggota Starlight tak satu pun melayangkan keberatan.

Tugas menyiapkan dinner masih satu tahap lagi, yaitu mencari orang-orang yang bertugas menjadi tamu. Sepulang dari Nail Kafe, Rishi kembali ke rumah. Dalam perjalanan dia membagi perhatian antara setir, jalan dan ponselnya. Pria itu menuliskan broadcast message di aplikasi pesan. Teman-teman, ganggu sebentar. Bisa minta bantuannya? Aku butuh kalian untuk hadir di acara dinner. Tentu saja pesan itu dibumbui dengan penjelasan detail. Tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana prosedurnya, mirip briefing jarak jauh. Panjang lebar Rishi menulis. Lantas mencari secara random teman-temannya (bukan teman Dinar) yang kira-kira mampu bekerja sama dalam menjalankan misi ini. Sekitar seratus kontak yang dikirimi pesan.

Ternyata banyak balasan yang diterima. Ada yang setuju meluangkan waktu, ada yang ogah menerima tawarannya. Namun kalau dilihat-lihat hampir di atas 50 orang yang bersedia hadir dalam misi ini. Rishi yang masih membelah jalan menuju rumah menyandarkan punggungnya di jok mobil. Rasanya lega menyelesaikan tugasnya hari ini. Mungkin benar, untuk menyenangkan orang lain butuh perjuangan.

Mendekati rumah, Rishi meraih kembali ponselnya. Dia mencari kontak Petty. Buru-buru pria itu menekan tombol panggilan dan menanti sambungan telepon.

"Halo Pet, aku sudah membereskan segalanya," cerocos Rishi tanpa mendengarkan sapaan balasan. "Kalau begitu nanti malam aku jemput ya?"

......bersambung

Author Note:

Lanjutan Kepingan Dua Belas, bakal aku posting besok soalnya kepanjangan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro