4.1 : Misunderstood

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rain langsung menoleh ke belakangnya, dan iris birunya melebar kaget saat melihat Samatoki sudah berdiri di depan pintu keluar panggung. Ekspresi datar Samatoki membuat Rain merasa sesak hingga dia menghindari kontak mata dengan Samatoki. Rain ingin berbicara, namun tidak ada suara yang keluar.

Bagaimana Rain bisa menjelaskan semuanya pada Samatoki jika dia tidak bisa berbicara?

"Kami duluan, Samatoki," sahut Jyuto disusul anggukan kepala Riou berjalan meninggalkan lokasi.

Melihat reaksi dua anggota MTC, Ichijiku akhirnya menyuruh dua anggotanya menyeret Richard menuju kantornya. Kini tersisa Rain dan Samatoki.

"Oi, Rain."

Rain tersadar saat Samatoki memanggilnya, yang spontan membuat sang perempuan menoleh ke arah Samatoki.

"Apa yang dikatakan oleh laki-laki itu benar?"

Rain hendak menjawab, namun suaranya tidak keluar. Akhirnya Rain menggeleng kuat. Samatoki memandang lama Rain, sebelum akhirnya menghela napas kasar.

"Apa yang kau lakukan di sana?"

Rain berkedip beberapa kali saat Samatoki mendekatinya, dan tersentak kaget saat sang laki-laki mengangkatnya dengan posisi tuan putri. Samatoki sempat berhenti saat menyadari bahwa tubuh sang perempuan gemetaran dengan hebat.

'Apa yang terjadi?' pikir Samatoki.

Ini kali pertama Samatoki melihat Rain setakut ini, kondisi dulu saat Samatoki menyelamatkannya dari kelompok rap yang kalah tidak ada apa-apanya dibanding dengan kondisi Rain sekarang.

'Lagi pula siapa laki-laki tadi?' Samatoki mengerutkan alisnya, 'keluarganya atau ....'

Samatoki menggeleng pelan, sebelum akhirnya kembali berjalan dan mendudukkan Rain di kursi yang ada di dekat mereka. Samatoki menatap logo Chuo-ku yang ada di jubah seragam Rain untuk sejenak, sebelum akhirnya kembali fokus pada Rain.

"Kenapa kau tidak memberitahuku?"

Rain membuka mulutnya, namun tidak ada suara yang keluar. Rain menjadi frustrasi, dan tangannya yang memegang hypnosis mic melonggar hingga hypnosis mic terlepas. Samatoki yang duduk di depan Rain tidak melakukan apa-apa, dia hanya melihat Rain.

"Sebenarnya aku sudah menduga kau adalah anggota Chuo-ku," ungkap Samatoki, "dan aku tidak akan terkejut atau marah jika kau memberitahuku."

Ekspresi Rain berubah menjadi terkejut saat mendengar tawa kecil Samatoki, sebuah tawa paksaan.

"Tapi sampai hari ini kau tidak memberitahuku. Walaupun kau menyanggahnya barusan, tapi mau tidak mau aku kembali berpikiran bahwa apa yang laki-laki tadi ucapkan benar adanya, Rain."

Iris Rain melebar saat tangan Samatoki yang memegang kedua lengannya mulai lepas dan Samatoki berdiri. Ekspresi yang Samatoki berikan tidak bisa Rain baca, namun ekspresi yang Samatoki berikan sukses membuat napas Rain tercekat.

"Apa menyenangkan mempermainkan perasaanku, kuso onna?"

Setelah itu Samatoki melangkah menjauhi Rain. Tangan Rain terangkat untuk menahan Samatoki tapi terlambat, sang laki-laki sudah tidak bisa Rain raih.

"Tunggu ...."

Namun percuma, Samatoki tidak bisa mendengar suara pelan Rain. Jika pun dia bisa mendengarnya, tidak mungkin dia akan berhenti untuk mendengarkan.

Rain sudah melukai Samatoki, itulah alasannya.

Air mata menggenangi mata Rain, sebelum akhirnya mengalir di pipi sang perempuan dan jatuh ke atas lantai. Tetes demi tetes jatuh di lantai, karena air mata yang tak kunjung berhenti keluar dari mata Rain.

'Kenapa ini bisa terjadi?'

'Aku tahu akan ada perpisahan hari ini.'

'Aku tahu perpisahan kami akan menyakitkan.'

'Tapi tidak begini. Tidak dengan Samatoki mengetahuinya dari pihak ketiga.'

'Menyakitkan, aku tahu itu.'

'Tapi aku tidak menduga, bahwa rasanya akan sesakit ini.'

[][][]

Setelah menenangkan diri, akhirnya Rain berdiri dari kursi dan pergi ke ruangannya untuk memperbaiki make up-nya. Saat sampai di kamar mandi ruangannya dan berdiri di depan cermin, Rain menarik napas panjang sebelum akhirnya menghembusnya.

"Hancur sekali wajahku," komentar Rain mendengus geli.

Rain membuka lemari kacanya, dan tangannya meraih set make up yang dia simpan di lemari kaca. Namun Rain terdiam saat melihat cutter tersimpan rapi di lemarinya. Tangan yang awalnya berencana meraih make up, kini berpindah ke cutter tersebut.

Rain melepas sarung tangan dan menggulung lengan bajunya. Rain menatap tangan kirinya yang sudah sembuh, sebelum akhirnya menyeringai—bersamaan dengan tangan kanannya mendorong pisau cutter keluar.

"Sudah lama aku tidak melakukan ini."

"Apa yang kau lakukan?"

Tangan kanan Rain langsung berhenti tepat di atas tangan kirinya, sedikit lagi sebelum pisau cutter menyentuh kulitnya. Rain mengangkat kepalanya, melihat refleksi dirinya sedang mengerutkan alisnya.

"Bukannya sudah jelas?" gumam Rain memandang kosong refleksinya, "bisakah kau lepaskan kontrolmu terhadap kedua tanganku? Aku ingin mengakhirinya segera."

"Mengakhiri apa Rain? Kau melakukan hal ini hanya saat bertemu dengan laki-laki itu."

"Dan bukannya aku sudah bertemu dengannya?"

"Kau melakukannya saat phobia-mu kambuh, dan itu terakhir kali kau lakukan saat di Inggris. Selain itu, aku tahu sekarang phobia-mu sedang tidak kambuh."

Rain mendengus, lalu memutar matanya dengan bosan.

"Lalu kenapa? Baru kali ini kau peduli padaku, biasanya kau menyuruhku mati."

Pembicaraan mereka terpotong oleh suara ketukan di pintu kantor Rain, yang disusul oleh suara pintu yang terbuka. Rain mendecih, dan merasakan bahwa dia bisa menggerakkan tangannya kembali.

"Miss Rain?"

"Masuklah, aku akan keluar sebentar lagi," balas Rain dengan sedikit berteriak.

Rain kembali membuka lemari kacanya, meletakkan cutter dan mengambil set make up-nya. Setelah mencuci wajahnya, tangan Rain dengan cekatan memoles make up di wajahnya hingga beberapa menit kemudian, wajah Rain sudah kembali seperti biasa.

Mengabaikan matanya yang sedikit merah dan sembab karena habis menangis.

Rain keluar dari kamar mandi, melihat salah satu anak buahnya sudah menunggu di depan mejanya.

"Ada apa?" tanya Rain duduk di kursinya.

"Interogasi terhadap Richard Doran Smith selesai dilakukan, dia sudah diusir keluar dari Chuo-ku," lapor perempuan yang juga memakai seragam Chuo-ku tersebut, memberikan sebuah map ke Rain.

"Begitu?" gumam Rain menerima map tersebut lalu membacanya.

"Selain itu, sebentar lagi battle rap antara Fling Posse dari Divisi Shibuya dan Matenrou dari Divisi Shinjuku akan dimulai. Namun Ichijiku-sama mengizinkan Miss Rain untuk tidak hadir saat pertandingan berlangsung."

Rain mengerutkan alisnya.

"Kenapa—"

Namun ucapan Rain terhenti saat membaca lembar terakhir dari laporan yang dia terima. Irisnya memandang tak percaya tulisan yang ada di depannya.

Tujuan datang: Memberitahu Rain Victoria Eastaugffe bahwa kedua orang tuanya akan datang menjemput Rain pulang.

:: :: ::

:: :: ::

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro