Hera is Technology

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seanna memperhatikan sekali lagi gadis yang duduk di depannya. Duduk berdua dengan sang ayah, presiden Greecia. Rambut merahnya ditata dengan model half updo. Sederhana tapi terkesan elegan. Dari rias wajah, Seanna bisa memperkirakan gadis itu berusia awal dua puluh tahunan. Pakaian yang dikenakannya menandakan dia bukan dari kalangan biasa. Midi dress tanpa lengan berwarna peach yang dipadukan dengan blazer berwarna hitam menambah kesan anggun dari gadis di hadapannya.

“Anda terlihat cantik,” puji gadis itu, “Saya tidak menyangka akan berhadapan dengan seseorang yang terlihat seperti … bidadari.”

Seanna tersenyum lebar mendengar pujian itu. Biasanya dia mendengarnya dari mulut kaum adam. Bukan berarti kalangan perempuan tidak ada yang memujinya. Penggunaan kata bidadari itulah yang membuat pemilik Hera Inc merasa tersanjung.

“Benarkah? Padahal itu dilarang,” kata Seanna sambil menatap Sophie prihatin. Dia membuat mimik wajah sedih.

“Benarkah?” gadis berambut merah terkejut dan menutup mulutnya, “Kenapa?”

“Karena seharusnya para mempelai pengantin yang seperti bidadari, Sophie.” Seanna mengedipkan sebelah matanya. Dia sengaja memanggil gadis itu dengan nama depannya.

Damian dan putrinya tertawa mendengar gombalan dari Seanna. Mau tidak mau semburat kemerahan nampak di pipi gadis itu. 

“So, you are the bride?” 

Gadis itu menggeleng. Rona bahagia masih belum lepas dari wajahnya. “Bride to be,” koreksinya.

“Aahh, benar. Bride to be. Jadi, kenapa gadis secantik Anda harus datang ke tempat kami?”

Senyum di wajah Sophie perlahan luruh. Dia terdiam dan berusaha untuk menyusun kalimat sebelum menjawab pertanyaan standar Seanna. Pertanyaan yang memang selalu diajukan oleh pihak Matchmaker profesional manapun di belahan dunia ini.

Bagi Seanna, alasan dari para calon mempelainya yang akan menentukan bagaimana calon yang tepat untuk mereka. Setiap orang memiliki pasangan hidup itu sudah pasti. Alasan untuk menjalin ikrar dengan orang itulah yang akan membuat masa depan pasangan sukses atau tidak.

Perempuan yang memiliki alasan fisik tidak akan cocok dengan laki-laki yang juga memiliki alasan yang sama. Laki-laki yang memiliki alasan ekonomi pun tidak akan cocok dengan perempuan yang memiliki alasan serupa.  

“Saya belum pernah bertemu dengan satu laki-laki pun yang cocok dengan diri saya dan keluarga. Terkadang ada yang cocok dengan saya, tetapi ternyata bermasalah dengan keluarga saya. Begitu juga sebaliknya.”

Seanna memperhatikan Damian mengusap tengkuknya ketika Sophie menceritakan hal tersebut. Bukankah itu juga yang sedang dilakukan oleh laki-laki itu sekarang.

“Jadi, saya rasa menggunakan jasa profesional justru mempermudah hal itu.”

“Berapa usiamu?”  tanya Seanna.

Sophie terhenyak dengan pertanyaan random dari Seanna. Bukankah tadi dia sedang ditanya soal alasan.

“Eerr … 29 tahun.”

Seanna tersenyum. Tebakannya meleset jauh. Gadis di hadapannya bukan awal dua pulahan melainkan akhir dua puluhan. Dalam hati dia memuji penata rias yang mampu memberikan tampilan young adult untuk gadis dewasa untuk Sophie.

“Kenapa memilih Hera? Bukankah keluarga juga memiliki tim sendiri …” Seanna sengaja menggantungkan kalimat pertanyaannya. Dia melihat pelipis Damian yang meulai berkedut menandakan ketidaknyamanannya.

“Kenapa tidak?” jawab Sophie dengan senyum ceria. “Aku sudah melakukan pengecekan silang. Teknologi yang kalian pakai justru membuat semua pasangan di sini menjadi pasangan sukses.”

Seanna menatap gadis di hadapannya. Dia terlihat jauh lebih dewasa dibanding anggapan sang ayah. Seann tahu siapa klien dia yang sebenarnya.

“Kami tidak akan mengecewakan kien, terutama yang memiliki alasan seperti dirimu, Sophie,” kata Seanna sambil melirik Damian yang kembali mengusap tengkuknya.

***

“Jadi ….” Leena tidak jadi melanjutkan kalimatnya. Dia segera menutup pintu ruangan Seanna ketika melihat atasannya masih duduk di kursi kebesarannya. Sama sekali belum berpindah posisi, bahkan tidak ikut mengantar kepergian Damian dan putrinya.

“Kau sama sekali belum bergerak,” kata Leena sambil merapikan cangkir-cangkir tamu kantor mereka. “Kau juga tidak ikut mengantar presiden ….”

“Untuk apa?” potong Seanna.

Leena berhenti di tempatnya. Dia menatap penuh tanya ke arah Sean. “Untuk apa? Yang sedang kau bicarakan itu pemimpin negeri ini, kan? Presiden Greecia?”

“Apa pernah aku mengantar klien sampai ke pintu keluar?” tanya Seanna penuh hiperbola. “Di mataku, dia adalah klien.”

Lena mengangkat kedua bahunya dan melanjutkan perkerjaannya meletakkan cangkir kotor ke tempat seharusnya. Tempat sampah. Tidak pernah ada cangkir yang dicuci di Hera Inc. Semua cangkir yang digunakan tamu selalu langsung dibuang begitu tamu itu pulang.

“Sebaiknya kita mulai bekerja.” Seanna pun bangkit dan beranjak menuju kursi kerjanya di belakang meja kaca besar. Dia mulai membuka komputernya dan membuka beberapa software. Tiga layar monitor di hadapannya segera menampilkan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan perempuan itu.

“Kita sudah dapatkan data mempelai wanita?”

Leena berdiri di sebelah Seanna sambil membuka memory book-nya. Dia menggeser layar beberapa kali. Lalu di monitor tengah muncullah foto Shopie Pyrpassopoulos. Sebuah foto dengan latar berwarna biru.
Shopia Pyrpassopoulos. Usia 29 tahun. Putri keempat dari Damian dan Bethanie Pyrpassopoulos. Memiliki tiga kakak laki-laki yang semuanya terjun di kemiliteran. Lulus dengan nilai gemilang di National and Kapodistrian University of Athens. Kini bekerja di salah satu stasiun penyiaran.

Seanna membaca profil Shopie dengan cepat. Tangannya bergerak lincah di atas keyboard. Tetikus terus bergerak dan jarang terlepas dari genggaman tangannya. Fail untuk seorang putri presiden menghabiskan lebih dari lima belas halaman.

“Lalu kau sudah mengecek book yang diberikan presiden?” tanya Seanna yang dijawab anggukan kepala Leena. Kembali perempuan itu mengetuk layar book di tangannya. Dan folder itu sudah berpindah ke layar monitor di hadapan Seanna.

Leena bersiul pelan ketika membuka beberapa fail.

“Kenapa? Ada beberapa yang menarik perhatian?” Seanna sudah hapal dengan kebiasaan Leena. Perempuan itu akan bersiul kalau melihat pria lajang yang potensial. Bukan dijadikan sebagai pasangan hidup, hanya sekadar teman bercerita sebelum tidur malam.  

“Presiden tidak berbohong ketika mengatakan Istana sangat ketat untuk meyeleksi calon untuk si Tuan Putri,” jelas Leena sambil terus menggulir layar book.

“Ada berapa calon yang mereka persiapkan?” tanya Seanna.

“Ho… ho… ho …. Anda tidak akan percaya.”

“Just say it!”

“Semuanya total sekitar 50 orang,” jawab Leena sambil beberapa kali menahan napas.

“Abaikan angka itu,” kata Seanna sambil membuka beberapa jendela aplikasi di layar monitor sebelah kanan.

“Eh?” jari Leena berhenti menggulir layar.

“Itu hanya menambah beban kerja kita.” Jari Seanna terus bergerak tak henti di atas keyboard. Matanya taklepas dari ketiga layar. “Selama kau sudah memasukkan semua data dari Sophie, kita akan seleksi sesuai dengan cara kita biasanya. Kalau beruntung, nama-nama yang muncul dari database kita akan muncul juga dari book mereka.”

“Kalau ternyata tidak beruntung …?” Perempuan yang sudah menjadi asisten Seaana sejak Hera Inc. berdiri itu menatap layar komputer yang tampak seperti berhitung karena terus mengeluarkan angka dan huruf tanpa henti.

Apapun yang sedang dilihat Leena, itu adalah sistem perangkat lunak yang dikembangkan khusus untuk Hera. Permintaan pribadi dari Seanna dan dia membayar cukup banyak untuk perangkat itu karena di dalamnya ada perhitungan rahasia yang hanya diketahui oleh Seanna.

Seanna meneengok ke kiri, tempat Leena berdiri di sebelahnya. Dia melemparkan senyum tipis dan berkata, “Demi Apel Emasku, aku bertaruh setidaknya ada tiga nama yang akan muncul.”

Tepat setelah berkata seperti itu, layar komputer berhenti bergerak, lalu menampilkan foto-foto pria dengan struktur wajah yang mirip satu sama lain. Seperti yang dikatakan oleh Seanna. Ada lima nama yang muncul.
“Wow…! Anda luar biasa, Mam!” puji Leena sambil mencocokkan nama antara komputer dan book yang diberikan istana. “Ada tiga nama yang cocok dengan foto di layar. Christoper Menounos. Nicholas Vardalos, dan ….”

“Andreas Gianinni,” kata Seanna lirih.

Leena mendongak, senyum merekah di wajahnya. “Ya. Padahal Anda hanya melihat wajahnya belum melihat data failnya. Ah, iya… tentu saja semua mengenalnya, dia bisa dibilang pahlawan Greecia ….”

Leena terus saja berbicara tanpa melihat raut wajah Seanna yang sudah berubah 180 derajat.





   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro