EPISODE 4: He is My Father

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

행복한 독서
Selamat Membaca

🍂🍂🍂

One day when I endured an exceptionally dark and long night,
I couldn't hold back my tears
When you suddenly raise your head,
follow the twinkling stars

Never Goodbye - NCT Dream

~~~

Sungkyung membuka pintu mobil ketika benda besi beroda empat itu berhenti di dekat teras rumah. Namun, ia tak langsung berjalan masuk. Sungkyung menunggu Donghae yang duduk di sebelahnya saat di dalam mobil keluar juga.

"Kenapa kamu berdiri di sana? Ayo masuk!"

Sepasang ayah dan anak itu pun mulai berjalan ke arah pintu masuk rumah. Donghae terlihat membawa beberapa paper bag berisi barang-barang yang mereka beli tadi. Sejujurnya, semua barang tersebut adalah pilihan Donghae, karena Sungkyung sangat segan ketika sang ayah menyuruhnya untuk memilih barang apapun yang ia butuhkan.

Gadis bermarga Na itu benar-benar berubah dari sifatnya dulu yang sangat manja pada Yoona dan Jaemin, bahkan terkadang tak segan untuk meminta ini dan itu pada mereka. Namun, Sungkyung juga tetap memperhatikan kondisi ekonomi keluarga mereka kala itu.

Sedangkan dengan Donghae, ia baru pertama kali merasa sedekat ini. Sudah belasan tahun berlalu ia hidup tanpa Donghae dan tentu saja Sungkyung merasa aneh jika menganggap pria tersebut adalah ayah kandungnya.

"Sungkyung-ah, lain kali kalau kamu butuh sesuatu langsung bilang saja. Tidak perlu merasa segan atau apapun itu. Aku ini Appa-mu, bukan orang lain. Arraseo?"

Sungkyung menghentikan langkah saat akan berjalan menuju tangga. Gadis itu menoleh sejenak pada sang ayah. Jika dilihat dari rautnya, sepertinya Donghae sedih karena Sungkyung masih saja merasa canggung padanya. Namun, mau bagaimana lagi? Di mata Sungkyung, Donghae tetap terlihat seperti seorang ahjussi asing.

Bahkan hingga kini, Sungkyung masih saja memanggil Donghae dengan sebutan 'ahjussi' meskipun pria bermarga Lee itu berulang kali memanggil dirinya 'appa' di depan Sungkyung.

"Ne, mianhae," ujar Sungkyung dengan kepala tertunduk. Melihat hal tersebut Donghae jadi merasa bersalah. Ia merasa seperti memaksa gadis itu untuk akrab dengannya. Lagi-lagi ia tertampar kenyataan bahwa Donghae sendiri tak pernah merawat Sungkyung sejak kecil. Tentu saja gadis di hadapannya ini merasa sangat sulit untuk mengakrabkan diri dengannya meski hanya melakukan obrolan kecil.

Kuncinya hanya satu. Donghae harus sabar untuk meluluhkan hati anak gadisnya. Enam belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Dan usia enam belas tahun adalah masa peralihan menuju dewasa. Sungkyung tentu saja masih belum siap menghadapi kejadian mengerikan yang baru ia alami. Kehilangan ibu dan kakak laki-laki yang sangat ia sayangi dan menjadi tempatnya bersandar. Namun, Sungkyung seperti dipaksa untuk cepat beradaptasi dengan keluarga dan suasana baru. Tentu hal tersebut tak mudah bagi gadis seperti Sungkyung.

Alhasil, Donghae melebarkan senyum sembari mengelus lembut rambut Sungkyung. Sentuhan fisik seperti mengelus rambut dan merangkul anak seperti ayah pada umumnya, ini adalah langkah awal Donghae agar Sungkyung tak terlalu canggung padanya.

"Sudah, tidak perlu takut atau canggung begini. Appa tidak akan menggigitmu, kok," canda Donghae diakhiri dengan kekehan kecil.

"Ayo kita masukkan barang-barang ini ke kamarmu. Kamu bisa bersih-bersih dan beristirahat sebentar sebelum makan malam nanti."

"Ah, tidak perlu. Biar aku saja yang bawa semua barang ini ke kamar. Ahjuss-ah, mianhae."

Donghae tertegun ketika Sungkyung lagi-lagi memanggilnya ahjussi. Namun, pria itu berusaha untuk tetap tersenyum. Bagaimanapun juga, Sungkyung masih dalam masa adaptasi untuk tinggal di lingkungan baru.

"Gwenchana? Ini barangnya banyak loh!" Donghae mengangkat beberapa paper bag yang ada di genggamannya. Seolah menunjukkan betapa banyaknya barang yang ia bawa. Ia berusaha untuk mengalihkan kecanggungan yang dirasakan oleh Sungkyung.

"Gwenchana. Ini tidak terlalu banyak, kok." Donghae tersenyum kembali dan memilih untuk menuruti keinginan Sungkyung.

"Ya sudah, hati-hati bawanya. Jangan lupa istirahat, ya!" Sungkyung mengangguk lalu segera mengambil beberapa paper bag yang berada di genggaman Donghae. Sejak tadi Sungkyung tak memegang apapun, itulah mengapa ia merasa segan saat sang ayah berniat membawakan barang-barang tersebut ke kamarnya.

Akhirnya Sungkyung dan Donghae berpisah. Sungkyung yang naik ke lantai dua dan Donghae yang terus berjalan lurus entah akan ke mana. Sungkyung melangkah sambil menunduk dengan banyak pikiran yang berkecamuk. Mulai dari kilasan kejadian mengerikan beberapa hari lalu, hingga memikirkan bagaimana ia bisa beradaptasi dengan keluarga Donghae.

Namun, langkah Sungkyung terhenti ketika ia merasa bahunya tertabrak sesuatu hingga membuat gadis itu nyaris limbung. Untung saja paper bag yang ada di tangannya masih tergenggam kuat sehingga tak terjatuh.

Tanpa melihat pun, ia bisa menebak siapa yang menabraknya barusan.

Saat menoleh ke belakang, benar saja dugaannya. Tampak punggung seorang lelaki yang berjalan menjauh ke arah yang berlawanan dengan Sungkyung.

Lee Jeno.

Jeno berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Ia memberikan tatapan intens yang membuat Sungkyung merasa was-was.

"Kenapa lihat-lihat? Nggak terima?"

Gadis bermarga Na itu spontan menggelengkan kepala dengan cepat dan langsung berjalan menuju kamar. Lebih baik ia segera menghindar daripada kakak tirinya itu mulai meluapkan amarah, padahal dirinya tak salah apa-apa.

🍂🍂🍂

Gemerlap yang sejak tadi Sungkyung dapatkan kini mulai tergantikan oleh cahaya terang yang membuat kedua netranya terasa sakit. Dalam gerakan cepat ia mengedipkan sepasang matanya. Berusaha untuk membiasakan diri dengan cahaya di sekitar.

"Sungkyung-ah, kamu sudah sadar? Ah, sebentar-sebentar."

Gadis itu mengernyitkan dahi ketika mendengar suara yang sangat asing di kedua indra rungunya. Secara perlahan ia menoleh ke arah samping kanan. Tampak seorang pria dengan rambut acak-acakan dan menggunakan kemeja yang bagian lengannya digulung.

Entah mengapa Sungkyung justru merasa tak asing ketika melihat pria tersebut. Ia lupa pernah melihat di mana, yang pasti Sungkyung sangat tidak asing dengan pria yang kini mulai tersenyum padanya.

"Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja? Apakah masih pusing? Atau ada yang tidak enak? Nanti dokter akan ke sini untuk memeriksamu sebentar."

Sungkyung masih saja terdiam. Ia sama sekali tak menjawab pertanyaan tersebut. Bagaimana bisa pria asing ini bersikap seolah telah lama mengenal Sungkyung sedangkan gadis itu sendiri masih bingung siapa sebenarnya orang tersebut. Alhasil ia hanya bergeming dengan netra yang tak lepas dari pria di hadapannya.

"Ah, aku lupa. Kita tidak pernah bertemu langsung sebelumnya, ya. Namaku Lee Donghae. Mungkin ini terdengar sangat konyol dan terlalu tiba-tiba, aku ... ayah kandungmu."

"Oh ... aku ingat."

Seolah mendapatkan pencerahan, Sungkyung pun teringat saat ia pernah tak sengaja melihat foto Donghae yang tersimpan di laci Jaemin yang berakhir membuat pemuda bermarga Na tersebut terpaksa menjelaskan kepada Sungkyung bahwa lelaki bernama Donghae itu adalah ayah kandungnya. Bahkan menceritakan secara detail pula mengapa yang menjadi suami ibunya bukan Donghae, melainkan pria lain.

Waktu itu Jaemin merasa mungkin sudah saatnya Sungkyung mengetahui rahasia kelam sang ibu yang telah lama terpendam. Dan secara tidak langsung, Jaemin telah memprovokasi sang adik jika ia tak sengaja bertemu dengan Donghae, jangan coba-coba untuk berurusan dengan pria tersebut.

Namun, takdir memang tidak ada yang tahu.

"Ingat? Memangnya kamu pernah melihat Appa sebelumnya?"

Mendengar Donghae menyebut dirinya 'Appa' di hadapan Sungkyung membuat gadis itu merasakan sesuatu yang aneh. Appa yang ia kenal selama ini bernama Na Leeteuk, suami ibunya, bukan Lee Donghae. Bahkan namanya pun menggunakan marga Na, bukan Lee. Meskipun ia sudah lama mengetahui kenyataan yang sebenarnya, tetap saja Sungkyung merasa asing dengan ayah kandungnya sendiri.

"Ah, Jaemin Oppa pernah memberitahuku."

Seolah tersadar sesuatu, tiba-tiba saja Sungkyung membelalakkan kedua matanya. "Eomma dan Oppa, di mana mereka?"

Donghae terdiam sejenak ketika mendengar pertanyaan yang sangat mendadak dari Sungkyung. Sebenarnya pria itu ingin memberitahunya nanti ketika kondisi anak gadisnya ini mulai membaik.

Namun, ia juga merasa kasihan jika Sungkyung kebingungan mencari Yoona dan Jaemin. Terlebih lagi ketika ia mendapatkan kabar bahwa Sungkyung melihat sendiri kejadian saat Yoona dan Jaemin dibunuh. Tentu saja gadis itu tak akan berhenti memikirkan ibu dan kakaknya.

"Mianhae, Sungkyung-ah. Eomma dan Oppa-mu ... kata dokter sudah tidak bisa diselamatkan." []

🍂🍂🍂

To be continued

~~~

A/n:
• Ahjussi = paman
• Mianhae = maaf (informal)
• Gwenchana = tidak apa-apa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro