Sembilan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pengunjungnya makin dikit ya 😅
Tapi nggak apa-apa Nivriti - Arsen tetap melanjutkan petualangannya kok.

Jangan lupa vote dan komentar yaa

Dari tadi Barga menelepon Arsen menyuruhnya segera datang ke apartemen. Arsen sudah di perjalanan, tapi Barga tidak henti meneror. Barga tidak habis pikir Nivriti hanya menginginkan Arsen padahal dia ada di sampingnya. Jauh-jauh datang dari Singapura, adiknya itu tetap hanya mencari Arsen. Ketika Arsen tiba, Nivriti langsung memeluknya membuat Barga menggelengkan kepala.

"Lo pakai dukun mana bisa bikin adik gue bucin banget. Gue hajar lo kalau bikin dia nangis," cetus Barga seraya mengepalkan tinju tepat di depan muka Arsen.

"Nivriti bakal aman sama gue, Bang. Lo tenang aja," sahut Arsen meringis.

"Belagu banget lo bikin gue nggak ada manfaatnya di sini," tambah Barga kesal.

Barga mengamati interaksi dua manusia itu kemudian dia menangkap sesuatu yang aneh. Nivriti enggan memegang ponselnya, bahkan benda itu ditaruh jauh-jauh dari jangkauannya. Dengan sigap Barga mengambil ponsel itu, mencari sumber masalah yang membuat Nivriti ketakutan. Namun, Barga tidak menemukan petunjuk apa pun.

"Gue nggak pernah lihat Nivriti kayak gini. Lo bisa jelasin nggak?" tanya Barga, menyentil jidat Arsen.

"Sebenarnya...." Arsen meneguk ludah saat mata Barga menatap tajam ke arahnya.

Setelah situasi terkendali, Arsen mulai bercerita. Petualangannya bersama Nivriti di tempat peninggalan masa penjajahan hingga mengunjungi mess terbengkalai dan goa di dekat perkebunan. Nivriti memang memiliki hobi yang unik. Barga selalu waswas setiap kali adiknya menyatakan diri akan pergi berpetualang. Selama itu tidak ada cerita yang mengganjal.

"Maksud lo Nivriti ketempelan? Ya ampun, masih aja ada yang begituan. Gue nggak mau tahu pokoknya lo harus beresin." Barga melayangkan telunjuk persis di mata Arsen.

"Gue nggak bisa kasih kesimpulan, Bang. Bukan ketempelan, tapi kayak ada yang deketin Nivriti. Kayak pengin komunikasi. Mungkin pengin kasih tahu sesuatu. Gue juga nggak tahu pasti," ucap Arsen terus menepuk punggung Nivriti. Wanita itu tidak mau lepas dari pelukan kekasihnya.

"Udah, deh. Nggak usah lagi main-main di tempat aneh. Mending ke mal, staycation, atau ke mana, kek. Kalau kalian nggak sanggup piknik, gue bayarin. Kayak nggak ada tempat wisata aja. Lo mau piknik apa uji nyali?" seru Barga kesal.

"Jangan marahin Arsen, Bang. Ini maunya gue, bukan Arsen. Gue percaya sama Arsen dia pasti bisa bantuin gue," sahut Nivriti pelan.

Barga menarik napas panjang. Sebagai manusia yang menjadi bagian dalam peradaban modern, bukan berarti dirinya tidak percaya dunia lain. Namun, mendramatisir keadaan tentang kehidupan entitas lain tidak akan dia lakukan. Ini sudah di luar kemampuannya. Barga tidak mempunyai kapasitas menelusuri ruang yang tidak masuk ke dalam daftar keahliannya. Akan tetapi, apa pun itu dia tidak bisa membiarkan Nivriti dirundung elemen tak kasat mata.

"Oke, gue percaya lo bisa beresin ini. Jujur, pertama kali gue masuk ke apartemen ini rasanya agak nggak enak. Padahal terakhir gue ke sini setahun yang lalu biasa aja. Lo mesti tanggung jawab kalau mau nikahin adik gue, Sen," cetus Barga seraya memukul pundak Arsen.

"Pasti, Bang." Arsen menyengir. Pukulan Barga tidak main-main. Tenaganya begitu kuat. Badan besar Barga tidak memungkiri berapa banyak energi yang tersimpan di sana. Arsen merasakan pundaknya nyeri seketika.

Setelah situasi aman terkendali dan Nivriti sudah tenang, Arsen membuka laptop kekasihnya. Meneliti kembali kumpulan foto-foto yang dia rekam selama perjalanan mereka ke goa Belanda. Feeling Arsen mengatakan keanehan yang terjadi selama ini bermula dari sana.

Ketika menatap potret dinding goa yang dihiasi coretan, tiba-tiba kepala Arsen berdenyut hebat. Perutnya mual luar biasa, pandangannya hampir kabur. Arsen memegang kepalanya kuat-kuat. Dia mencoba melawan rasa itu. Namun, bayangan seorang wanita dengan sanggul dan mengenakan kebaya lusuh melintas sekejap.

"Sen, jalan yuk. Bang Barga udah bosen banget, tuh," ucap Nivriti.

Usapan lembut Nivriti di bahu Arsen membuat matanya membuka. Pada saat yang bersamaan rasa tidak wajar yang menjalari tubuhnya hilang. Napasnya kembali normal. Tetapi visual wanita berkebaya lusuh itu muncul di belakang Nivriti. Arsen menahan diri supaya tetap tenang.

"Kenapa, Sen?" tanya Nivriti mengibaskan tangan di depan muka Arsen.

Arsen mengedip dan visual wanita itu lenyap. "Nggak apa-apa. Mau jalan ke mana?"

"Makan?" Nivriti memberikan opsi.

"Lo ngikut aja. Hari ini gue yang nentuin arah. Mana kunci mobil lo?" sahut Barga.

Arsen menyerahkan kunci mobilnya pada Barga. Dia pun tidak peduli Barga hendak membawa perjalanan hari ini ke mana. Yang ada di pikirannya hanya wanita berbusana kebaya lusuh itu. Arsen yakin dirinya tidak berhalusinasi. Pasti ada alasan kenapa visual itu mendadak muncul di depan matanya. Bukan tidak mungkin jika wanita itu yang selama ini mengikuti Nivriti.

"Kamu kenapa, sih? Dari tadi diam aja," tanya Nivriti saat mereka sampai di sebuah restoran.

"Kepalaku agak pusing, tapi nggak apa-apa," jawab Arsen sambil merangkul pundak Nivriti.

Tidak mungkin Arsen menceritakan apa yang baru saja dilihatnya. Bukannya membaik malah situasi semakin mencekam. Nivriti bakal heboh dan dirinya akan menjadi sasaran kemarahan Barga. Arsen tidak ahli dalam hal supranatural meskipun dia sedikit mewarisi kepekaan yang diturunkan dari ibunya. Hanya saja tidak selihai itu. Dia memilih sekadar tahu saja hingga mengabaikannya. Menurutnya hal seperti itu sangat mengganggu kehidupannya. Makanya lebih baik Arsen membiarkannya, ridak ingin terjun lebih jauh.

Arsen mengira hari ini akan tenang, tapi bayangan wanita masa lalu itu terus mengganggu. Saat menikmati makanan, sekonyong-konyong wanita tersebut hadir di depannya. Arsen mendengus kaget. Kemudian wanita itu berpindah di dekat Nivriti. Pelan-pelan bayangannya mensinkronkan diri masuk ke dalam tubuh Nivriti. Sontak Arsen menggenggam tangan kekasihnya sehingga visual wanita itu memudar.

"Jadi, kapan lo mau nikahin Nivriti? Jangan kelamaan pacaran entar ujung-ujungnya nggak jadi," cetus Barga random.

"Abang doanya jelek banget," gerutu Nivriti.

"Lagi nyiapin dananya dulu, Bang," sahut Arsen.

"Eh, lo ini kan bosnya Nivriti. Duit lo pasti banyak, dong. Masa nabung buat modal nikah susah banget."

Kadang-kadang mulut Barga memang di luar kendali meskipun ucapannya ada benarnya.

"Kenapa jadi ngomong ke situ sih, Bang? Bantu doain lancar, kek. Malah menghakimi orang. Harusnya Abang yang galau. Umur Abang tuh udah mau masuk kepala empat. Jangan-jangan Abang nggak normal, ya. Nggak suka sama perempuan."

"Astaga, mulutnya. Sembarangan. Gue bukan penganut kaum Pelangi, ya."

Arsen tertawa. Setidaknya kehangatan di antara mereka telah tercipta. Untuk sementara ketegangan yang sempat dominan sudah mencair. Ada sedikit pencerahan yang Arsen dapat. Sepertinya dia tahu harus mulai dari mana untuk membereskan kekacauan kecil ini. Dimulai dari yang paling simpel yaitu misinya hari ini adalah memastikan Nivriti tidur nyenyak sampai pagi.



03.07.22

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro