❬ 7 ❭ @xdymax - Hantu Wanita

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suara sepatu kami menggema di koridor yang sepi dan sedikit gelap. Ini masih sore, awan gelap menyelimuti langit beserta sambaran kilat putih yang menyeramkan yang terus bermunculan menimbulkan gelegar yang besar. Kami mempercepat langkah, kala melewati pintu bercat putih dengan jendela berkaca hitam. Selalu saja, ada yang tidak beres setiap kali melewatinya. Sama seperti bau kentang yang saat ini ku hirup saat melewati ruang itu. Konon katanya, saat kamu menghirup bau kentang di sanalah terdapat makhluk lain yang bersarang.

Dan UKS sekolah memang tempat paling seram siapapun yang bilang. Apalagi ruang rahasia yang ada di dalamnya. Di sana ada lemari yang tidak boleh pindahkan sama sekali, karena kalau di pindahkan pasti selalu ada saja yang kesurupan setiap harinya. 3-4 orang.

Sepi. Meneguk air liurku sendiri adalah hal yang pertama kali aku lakukan begitu menjejakan kaki di dalam kamar mandi. Dengan segala keberanian aku semakin melangkah masuk ke dalam, mendorong salah satu bilik kamar mandi untuk buang air kecil di dalamnya.

Suara pintu menutup terdengar keras, di iringi aliran air yang baru mengucur dari kran. Aku bersikap biasa saja dengan suara gaduh yang di timbulkan dari bilik kamar mandi di sebelahku -melanjutkan aktivitasku.

Setelah selesai. Ada gadis sebayaku sedang berdiri di depan cermin menyisir rambutnya, seragamnya di lapisi cardigan berwarna merah terang. Aku tersenyum pada pantulan dirinya di cermin, berdiri di sebelahnya seraya merapihkan rambutku yang berantakan.

Bau anyir darah menelisik di indra penciumanku. Melihat isi tempat sampah yang penuh dengan pembalut, wajar bagiku mencium itu ketika berada di dalam kamar mandi perempuan. Kamar mandi di sekolahku selalu saja begitu, walaupun dalam kondisi bersih terkadang bau darah haid masih sering tercium nyengat karena masih ada saja yang tidak membersihkan pembalutnya dengan benar. Padahal sudah kewajiban bagi mereka yang sedang haid untuk membersihkan darahnya, namun seakan tidak peduli terkadang masih saja ada yang langsung membuangnya tampa membersihkannya.

Padahal hal itu sangat tidak baik. Katanya kalau pembalut di buang begitu saja, akan ada makhluk berambut panjang yang akan menjilatinya.

"Duluan ya," ucapku ramah seraya tersenyum. Melangkah keluar kamar mandi menghampiri temanku yang menunggu di luar. "Ayo."

"Pak Doni hari ini nggak masuk. Katanya ada urusan. Yeayy... kayaknya kita bisa pulang cepet deh." Temanku berujar senang. Pelajaran terakhir hari ini adalah PKN, guru itu memang sering tidak datang ke kelas karena ia juga seorang dosen di salah satu perguruan tinggi. Dan biasanya jika dia tidak masuk, anak kelas di persilahkan pulang lebih cepat.

"Hujan."

"Ah benar." Dia mengangguk setuju. Hari ini hujan sangat deras sejak siang tadi, membuat koridor sedikit berair karena tampias. "Kamu sakit nggak sih?"

Aku mengusap tengkukku, kepalaku sedikit berdenyut dengan leher yang terasa kaku. "Cuma pusing sedikit. Bau darah di kamar mandi sangat menyengat."

"Itulah alasan aku lebih baik menggunakan kamar mandi di UKS. Kamu sih tadi nggak mau."

"Nggak berani masuk UKS, tau sendirikan kamu. Udah ayo ke kelas," balasku. Aku ingin cepat-cepat sampai di kelas. Rasanya ada yang tidak enak dengan diriku, saat lagi-lagi melewati pintu itu.

Gelap. Aku membuka pintu kelas bercat coklat muda. Beberapa pasang mata langsung menoleh ke arahku, sambil menghembuskan napas lega karena yang mereka lihat bukanlah hantu.

Aku kembali duduk di posisiku, duduk di atas meja seraya duduk bersila sama seperti sebelumnya.

"Aku udah tertinggal jauh ya?" Tanyaku pelan menatap satu titik terang tepat di tengah. Sebelumnya kami memang sedang bercerita mengenai pengalaman tentang hantu, tentang kisah menyeramkan yang terjadi di gunung pancar, sejarah sekolah dan pengalaman bertemu hantu.

Katanya mereka sambil menunggu hujan reda, cerita hantu adalah yang mereka pilih. Lampu kelas di matikan sejak tadi, sambaran petir seakan menjadi pengiring yang sempurna. Sebagai penyinaran, hanya menggunakan Flash ponsel milik Angga -lelaki yang suka datang ke sekolah di hari libur, hanya untuk bertemu dengan satpam sekolah sambil bercerita tentang kisah seram di sekolah ini.

"Kamu bener liat hantu di gunung pancar?" Temanku bertanya, sambil menyorotkan flash ke arahku.

"Tau dari mana?" Tanyaku sedikit menghalau sinar dengan tangan. Aku tidak pernah bercerita tentang yang ini pada siapapun kecuali yang ikut menjadi panitia.

"Ceritanya gimana?? Ceritain dong.. tadi kita udah pada cerita banyak pas kamu nggak ada." Angga berseru semangat, dia memang paling antusias kalau ada yang pernah mengalami hal horor.

"Cerita apa aja pas aku nggak ada?" Tanyaku penasaran.

"Banyak, dari anak kelas 12 yang ke gep gituan di kelas, pengantar pos yang nganterin paket ke guru hantu... anehnya guru itu tanda tangan dan kertas di tanda tangannya itu masih di simpan sampai sekarang. Pokoknya banyak deh."

"Tapi yang paling serem menurutku sih boneka merah itu. Hiih.. masalahnya aku liat itu di kamar mandi terus langsung nggak enak badan malamnya." Sahut Ranni menggerakan tubuhnya merinding.

"Boneka merah apa? Aku belum pernah denger?" Tanyaku heran.

"Serius nggak tau? Boneka itu udah banyak yang liat loh. Belum pernah denger ceritanya?"

Aku menggeleng di ikuti Ranni dan beberapa temanku yang lainnya ikut menggeleng sambil berdecak. Apa cerita itu seviral itu?

"Aku lihat boneka itu di kamar mandi bilik paling pojok, terus di pohon sebelum ke kamar mandi. Bonekanya selalu pindah-pindah, entah ada yang pindahin atau pindah sendiri. Dan kata Angga boneka itu juga ada di kamar mandi cowok. Oh iya di kursi di bawah pohon depan kelas kita juga pernah ada."

"Seriusan?"

"Udah-udah, cerita yang lain dong... masa ulang cerita yang tadi lagi. Ceritain kamu yang di gunung pancar gih." Protes Angga.

"Gimana cerita kamu bisa liat makhluk besar itu?" Novi bertanya.

"Aku nggak sengaja liat aja. Lagi temenin kakak kelas PMR keliling bawa kotak obat, tadinya aku berdua sama temanku yang anak PMR. Cuma pas kita mau keliling dia nggak di bolehin naik, karena emang peraturannya anak cewek nggak boleh ke tenda cowok karena terlalu bahaya. Lagi pula tempat tenda cowok itu rutenya sedikit susah, nanjak dulu dan banyak batuan, udah gitu banyak ulat bulu yang turun dari pohon lagi.

Tadinya aku nggak mau naik kan, tapi dia minta temani karena nggak berani kalau sendiri. Akhirnya yaudah aku temani aja, awalnya nggak ada apa-apa... aku juga biasa aja. Tapi pas sampai di tenda dom 2, anak cowok tidurnya pada boxeran semua, mana ada yang ngangkang. Udah gitu baju apa aja di gantungin di tenda persis rumah jemuran, kan aku jadi nggak betah liatnya. Yaudah aku balik badan, dan pas itu langsung deh... senter yang aku pegang langsung menyorot sesuatu yang nggak enak." Jelasku.

"Apa yang kamu liat?" Angga penasaran.

"Genderuwo." Timpal Nisa, teman sebangkuku. Dia juga ikut ke gunung itu perwakilan PMR jadi dia tahu ceritanya.

"Terus gimana lagi?"

"Aku nggak teriak, cuma diem aja. Balik badanpun susah banget sampai namaku di panggil. Itu aku gemetaran banget, dan langsung baca doa apa aja yang kepikiran saat itu. Pas lanjut ke tenda dom 3 yang lebih ke atas lagi, aku di marahin karena naik ke atas dan akhirnya aku turun lagi ke bawah minta temani. Itu aku nunduk terus sambil baca-baca." Aku mengusap tengkuk yang terasa kaku.

"Pas sampai di bawah aku langsung ke tenda panitia cewek untuk ambil jaket, dan mau tau apa yang aku liat? Tiba-tiba ada yang bangun di pojokan tenda, cepet banget gitu... aku gak berani senterin jadi langsung ambil jaket aja cepet-cepet. Terus aku kan balik ke tenda peserta, karena aku penanggung jawabnya. Temenku yang juga anak pramuka nyamperin mau minta anter ke kamar mandi, terus aku tanya dia... dia tidur di tenda panitia atau peserta? Eh dia malah cerita kalau tenda panitia itu mending jangan di datengin kalau sendirian, karena orang-orang yang abis kesurupan pada tidur di sana. Dan yang tidur di sana itu yang setannya udah di keluarin dari tubuh tapi suka balik lagi gitu, yang kesurupannya udah 3-4 kali dalam 1 hari aja."

"Tunggu-tunggu, aku jadi merinding deh."

"Mau di lanjut nggak? Ini masih ada lanjutannya?" Tanyaku menatap wajah teman-temanku bergiliran.

Ada yang menampilkan wajah takut, tapi dia penasaran. Ada juga yang tertarik untuk di lanjut, dan akhirnya aku tetap melanjutkan walaupun ada beberapa yang nggak setuju.

"Dan senter yang dari awal aku bawa buat keliling tenda cowok itu, ternyata senter adek kelas yang kesurupan. Soalnya kan aku nggak bawa senter, terus di pinjemin sama siapa gitu lupa, ada nama orang yang punya di senter itu. Bikin tambah merinding. Udah gitu pas mau tidur ada yang manggilin namaku terus lagi, manggilnya kayak pake toa... soalnya jelas banget kedengerannya.. buat aku nggak bisa tidur dan sensitif sama suara-suara kecil lainnya."

"Udah ah aku mau pulang aja takut." Rani langsung turun dari atas dan langsung membereskan bukunya yang masih berantakan.

Aku hanya meliriknya sekilas lalu setelahnya aku lanjut bercerita. "Aku kan tanya ya sama temenku itu, dia emang bisa liat dan bisa ngobati yang gitu-gituan. Aku tanya tentang yang aku liat sesuatu di depan tenda dom 2, dan katanya dia di sana emang ada itu dan bukan cuma 1 aja."

"Kamu merasa di ikuti nggak setelah lihat itu? Soalnya kata Nisa, kakak kelas yang bareng kamu itu di ikutin sampe rumah sama anak kecil."

Soal kakak kelas yang bersama denganku, ia memang di ikuti sampai di rumah oleh hantu anak-anak. Dan beberapa dari yang kesurupan juga ada yang di ikuti. Kami sebagai panitia di sana memang melakukan kesalahan karena menyalakan kembang api sampai 8, membuat penunggu di sana tidak terima. Bahkan ada yang ikut dan menetap menjadi penghuni sekolah.

Pihak sekolah sama pawang gunung tersebutpun sempat beradu argumen akibat kembang api yang di nyalakan di sana. Apalagi disana penghuninya bukan hanya satu saja, tapi ratusan yang tidak terima hingga membuat mereka merasuki hampir setengah dari peserta yang ikut.

"Diikuti? Ngerasa sih, nggak tau bener atau sugesti. Karena semenjak dari gunung pancar aku selalu pulang maghrib dari sekolah. Apalagi aku naik angkot, dan turun dari angkot itu masih harus jalan lagi. Apalagi arah rumahku kebon semua dan jarang lampu, pernah ngerasa sebenernya."

"Untung aku nggak. Cuma di isengin hantu UKS aja kadang udah takut, tapi hantu UKS sekarang udah nggak iseng lagi sih. Cuma kalau ada orang baru yang jarang ke UKS bakalan di usilin sama dia." Timpal Nisa.

"Udah ah aku balik, udah reda." Ujar Lukman menyampirkan tasnya di bahu, membuatku melihat ke arah luar kelas -melihat hujan.

"Juga balik deh." Ucap yang lainnya. Kami saling bercerita tadi memang sambil menunggu hujan.

"Eumm... Nis, pas aku ke kamar mandi abis itu ada yang masuk lagi nggak setelahku?" Tanyaku penasaran. Tiba-tiba saja aku jadi mengingat suara gaduh yang di timbulkan dari bilik sebelahku tadi dan mengingat gadis yang menyisir rambutnya tanpa berekspresi padahal aku sudah tersenyum ramah padanya.

"Nggak ada. Kenapa?"

"Kamu pasti lihat sesuatu ya?" Tebak angga yang masih duduk di tempatnya sejak tadi.

Aku menggaruk tengkukku, lalu mengangguk sambil berdiri memasukan buku. Perasaanku jadi tidak enak dan mau cepat-cepat pulang saja.

"Kenapa sih cerita dong." Angga berseru penasaran.

Yang lainnya sudah pada pulang, hanya bersisa 7 orang saja yang masih berada di dalam kelas. 3 orang anak yang sedang piket, dan 4 nya aku dan teman-temanku yang tadi saling bercerita.

"Mhh tadi ak-."

Diam. Aku tidak melanjutkan lagi kata-kataku. Mataku berpaling dari Angga, segera cepat-cepat membereskan buku.

"Kok nggak di lanjut sih?" Angga menatapku yang ku tatap lirikan sekilas saja. Nisa dan Aurel yang masih di sana juga menatapku heran.

Aku meneguk liurku yang serasa sangat sulit, sambil menatap Rafa. "Kayaknya kita harus segera pulang." Ucapku menekankan pada setiap katanya.

Rafa balik menatapku, seakan membaca arti dari raut wajahku yang menatapnya serius. Lelaki itu, adalah anak kelasku yang bisa merasakan sesuatu yang lain.

Rafa berdeham, "Cepet pulang semuanya, piket besok aja di lanjut." Teriaknya. Dia adalah ketua kelas.

"Beresin buku kamu Nis." Titahku pada Nisa.

"Kenapa sih?? Ada apa?? Kok jadi pada aneh?" Angga bertanya heran. Lagi-lagi aku hanya meliriknya saja.

"Ada sesuatu yang di liat dia di kamar mandi, di sini. Aku rasa... ini ada sangkut pautnya sama boneka merah itu. Hantu wanita."

Aku menelah liurku lagi, tercekat. Entah yang lainnya sama terkejut atau tidak, tapi temanku yang sedang piket langsung menyapu dengan cepat menyingkirkan debunya ke pojokan lebih dulu untuk di lanjut besok.

"Di sini? Dimana?"

"Di sebelahmu."

Glek!

-The End-

Nahlo.. awas di sebelahmu ada apa ^^

Salam
xdymax

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro