25. Kado

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Daku datang lagi😍. Ada yang menanti? Maafkan selama ini lupa update gegara sok sibuk di real life.
Kuy, mari ramaikan. Vote 150 dan komen 50 aja auto double up. Mau?

💕💕💕

"Mas!"

Panggilan itu terdengar renyah dari arah belakang. Teman-teman Bisma satu angkatan yang berjalan cepat untuk mencari sarapan sebelum lanjut ikut perkuliahan, hanya mengernyit setelah menoleh ke belakang sejenak, tapi kemudian melanjutkan langkah. Sementara Sangka hanya tersenyum miring melihat Keira yang buru-buru menghampiri Bisma.

Bisma menghentikan langkah, menanti Keira yang mengayunkan langkah selebar mungkin. Entah kenapa, Bisma melepas cincin nikahnya dan memasukkan di saku agar dia tak lagi berbohong seperti kemarin. "Ada apa, Kei?"

"Mau makan?" Mata bulat yang dulu pernah dia rindukan itu mengerjap.

"Iya. Gimana?" Bisma yang membalut badannya dengan scrub merah dengan bordiran nama di sebelah kiri, menatap punggung teman-temannya dengan nanar. Dia tidak ingin membuat orang salah sangka karena akhir-akhir ini Keira sering muncul.

"Bareng yuk."

"Ah …." Hanya itu suara yang bisa meluncur dari mulutnya. Jelas dia tidak bisa melarang karena kantin bukan miliknya semata.

"Oh, ya, aku ada sesuatu buat kamu." Keira mengulurkan sebuah kotak berbungkus kertas kado pink pastel yang kalem.

Deg!

Jantung Bisma seolah berhenti sepersekian detik. Otaknya memutar masa di mana Keira ingin mengajaknya balikan setelah gadis itu memutuskan sendiri hubungan mereka yang pertama dan kedua. Biasanya Keira akan memberikan kado seperti ini.

"A-apa ini?" Dengan canggung Bisma menerimanya.

"Eh, cincin Mas udah nggak dipakai? Kupikir kemarin Mas udah nikah, tapi kok nggak ada kabar-kabar?"

Bisma meringis. Dia melanjutkan langkah seolah ingin lari dari percakapan ini. "Nikah? Mau nikah sama sapa?" Sungguh, lidah Bisma kini ikut memelintir fakta.

"Ya … sapa gitu. Mana aku tahu. Jujur, kemarin aku nggak percaya, kalau cincin itu punya temen Mas. Lagian kok cincin dipinjem-pinjemin," kata Keira yang berjalan di samping Bisma.

Rahang Bisma mengerat. Dia hanya bisa menerbitkan senyum tanggung. "Ke-kemarin kan Sangka sendiri udah bilang dia ada tindakan di VK (kamar persalinan). Takut cincinnya ilang kalau ditaruh gitu aja." Entah kenapa Bisma harus berbohong. Seharusnya dia jujur. Sebaiknya memang dia harus membicarakan hal ini pada Kirana agar mereka bisa mengaku dosa pada Keira dan tidak semakin terjebak dalam kebohongan.

"Syukurlah. Soalnya aku pengin kita balikan …."

Kaki Bisma urung mengayun. Dugaannya betul. Kado yang ditentengnya masih menjadi kebiasaan Keira saat ingin balikan. Ucapan Keira menggulung kenangan saat dia berpisah lima tahun lalu. Masa di mana Bisma sudah berusaha membuka hati untuk Keira, tapi Keira justru pergi meninggalkannya.

"Mas?" Keira berbalik, menatap Bisma yang membeku di tempatnya.

"Kenapa? Aku pernah bilang nggak ada balikan lagi, 'kan? Dulu … pas kita jadian yang keempat, aku yang ngejar kamu. Minta kita bisa membuka lagi lembaran baru. Tapi, seiring berjalannya waktu, kamu nyerah kayak biasanya." Bisma menatap tajam  Keira.

Keira menghampiri Bisma lalu menarik lelaki itu ke pinggir lorong. Namun, Bisma menepis pelan tangan Keira karena tak ingin terdengar rumor. Sudah cukup banyak gosip yang beredar tentang dirinya.

"Mas tahu, aku sempet denger rumor di IGD kalau Mas menghamili cewek. Aku langsung ketawain! Walau Mas Bisma itu kelihatan nakal, dicap playboy, aku ngerti selain grepe-grepe iseng, Mas nggak bakal berbuat lebih lanjut. Makanya itu aku ngrasa aman sama Mas."

Bisma mendengkus, memalingkan pandang dengan pipi memerah. Dia teringat bagaimana ekspresi Keira saat tangannya menjelajah bukit di balik kemeja. "Itu udah berlalu …."

Keira menggeleng. "Perlu Mas tahu, gara-gara apa yang Mas lakukan, aku jadi minder ketemu Kirana. Kirana yang polos dan alim berbanding sama aku yang agresif."

"Kei, please!" Seandainya Keira tahu kenyataannya, bisa dipastikan gadis itu akan pingsan.

"Aku-aku … nggak bisa ngelupain Mas lima tahun ini. Seharusnya aku diminta Mama ambil spesialis di Malang setelah Mama bercerai dengan Papa. Tapi aku nggak mau. Aku mau di sini. Deket sama Mas Bisma. Seenggaknya aku bisa tahu kapan Mas pulang dari PTT di Papua dan rencana apa yang bakal Mas lakukan selanjutnya." Mata hitam itu memandangnya penuh damba dan muatan asa yang menjadi beban.

"Papa mamamu jadi bercerai?" tanya Bisma dengan ekspresi prihatin. Dia tahu betapa terpuruknya Keira ketika papanya berselingkuh dan mamanya menderita depresi karena melihat pengkhianatan papanya. Saat itu, Keira hilang kepercayaan pada laki-laki. Termasuk padanya.

"Iya. Demi kesehatan jiwa Mama, mereka berpisah. Setelah pindah Malang dan tinggal di rumah Yangti, Mama udah lebih baik."

"Kapan?" Rasa simpati terus merongrong Bisma.

"Malam sesudah kita putus." Keira memberi cengiran tapi luka hatinya tergambar di sorot mata yang berkaca-kaca.

"Kenapa nggak cerita?"

"Mas nggak mau nerima teleponku. Lagian Mas bilang kita putus baik-baik, tapi nggak bakal ada lagi kata 'balikan'," ujar Keira sendu. Dia lalu menghirup napas dalam dan menyeka pelupuk dengan buku jari telunjuk. "Untung ada Kirana. Kalau nggak, aku juga bisa gila dan putus kuliah."

Bisma menggigit bibir bawahnya dengan erat. Persahabatan Keira dan Kirana begitu erat. Tapi terlalu banyak rahasia besar di antara mereka yang pasti akan membuat luka yang sudah bisa menutup tentang pengkhianatan orang tercinta itu kembali menganga.

"Kei, soal tadi …."

"Nggak usah buru-buru! Aku bakal nunggu Mas." Seperti biasa Keira selalu memberi senyum lebar apapun kondisinya. "Ayo, sarapan. Biar kuat menghadapi kenyataan!"

Jakun Bisma naik turun. Dia tak yakin Keira yang terlihat tegar itu akan mampu menghadapi kenyataan menyakitkan. Itulah kenapa Bisma menyetujui usul Kirana menyimpan rapat-rapat rahasia ini karena pasti akan menusuk hati Keira.

"Oh, ya, semalam aku ketemuan sama Kirana." Keira memulai celotehnya saat mereka berjalan bersandingan ke kantin.

"Ah …." Bisma mengernyit sambil memasukkan kado dari Keira karena sungkan menolak. Dia mendapati fakta bahwa ternyata Kirana berbohong semalam. "Sempet-sempetnya kamu jalan sama Kiran?"

"Disempetin dong! Pas Mas Bima dan Tante Ria meninggal, aku ada acara, jadi baru bisa datang setelah selesai acara. Parah bener, aku jadi temen!" Keira menatap lurus keramaian mobil yang silih berganti berhenti di drop zone rawat jalan sebelum mereka ke luar untuk ke foodcourt.

"Cuma bentar dong kemarin?" Bisma mengorek secara halus.

"Iya. Aku aja telat lama. Untung Kirana setia nungguom. Paling jam setengah tujuhan kali kami pulang. Tugasnya banyak banget. Pusing aku!" Kepala Keira menggeleng-geleng. Langkahnya terhenti saat Bisma meraih tangannya dan menggeser posisi jalan sehingga Keira berada di sebelah kiri.

Keira terkikik. "Kebiasaan Mas Bisma masih berlaku ya? Pindah ke kanan pas nyeberang jalan bareng. Gimana aku bisa move on?"

Bisma berdecak. Dia memang terbiasa 'melindungi'. Ajaran Mami untuk menjaga perempuan dan 'adik'-nya begitu mendarah daging. Namun, bukan itu yang dia pikirkan sekarang. Otaknya kini sedang mengingat kembali jawaban Kirana saat pulang. 'Jalan sama temen' yang diartikan Bisma temen kantor itu ternyata salah. Kirana ketemuan sama Keira.

Pasti malam itu suasana hati Kirana tak menentu sampai lupa handuk dan nekat memeluknya.

"Oh, ya, parfum itu juga pilihan Kirana. Katanya Mas Bisma pasti menyukai parfum itu."

Seketika Bisma melongo. Bagaimana bisa seorang istri membelikan kado untuk seseorang yang menyukai suaminya? Namun, dia segera mengatur ekspresi wajahnya. "Ngomong-ngomong gimana kondisi Kirana?"

Keira tak langsung menjawab. Dia menawari Bisma nasi pecel dan dijawab anggukan oleh lelaki itu. Setelah memesan dua nasi pecel telur dadar dan dua jeruk hangat, mereka duduk di bengku yang berbeda dengan teman-temannya.

"Kirana … aku ngrasa dia sering ngelamun. Ya, pasti berat banget jadi Kiran. Ditinggal Mas Bima lalu mamanya." Tangan Keira yang bersedekap menumpu di permukaan meja. "Seandainya dia dapat pengganti Mas Bima, pasti lebih baik. Lagian dia masih naruh foto-foto mereka. Kalau ngelihat foto Kiran sama Mas Bima, aku jadi cemburu. Habis mukanya mirip sama Mas Bisma sih."

Bisma berdeham. Tangan yang mengepal di depan mulut, seolah ingin menahan mulutnya untuk mengatakan kebenaran. Namun, Bisma yakin, nggak semudah itu mengungkapkan sebuah kejujuran.

💕Dee_ane💕

Bisma apa Bima nih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro