29. Menghindar (1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Makasih untuk kalian yang udah dukung versi panjang part 28 di KK. Langsung meledak dukunganku🙈. Jangan lupa vote n komennya yak.

💕💕💕

29. Menghindar

Kirana ambruk setelah tubuhnya meledakkan endorphin yang membuatnya ringan dan serasa melayang. Tubuhnya masih bergetar dengan desah serak panjang yang memekikkan nada nikmat dari mulutnya, berlomba dengan lenguhan Bisma yang berhasil menyemburkan benih di atas punggungnya.

Bisma kini membaringkan diri di sebelah kiri Kirana setelah pelepasannya. Napasnya terengah dengan dada kembang kempis ketika mendaki puncak kenikmatan yang pertama kali dia rasakan. 

"Ran?" Bisma memutar tubuh sambil tangannya menarik selimut untuk menutup tubuh polos mereka. Dia menarik tubuh mungil Kirana dalam pelukannya. 

Tubuh mereka berhadapan sementara Kirana masih sibuk mengatur napas. "Kamu nggak pa-pa, kan? Ada yang nggak nyaman?"

Kirana menggeleng. Dia sangat nyaman diperlakukan bak seorang ratu oleh Bisma. Walau berkali-kali Bisma melambungkan ke awang-awang, tapi lelaki itu selalu sigap menangkapnya.

Bisma menarik dagu Kirana hingga wajah berpeluh itu terangkat. "Kamu … cantik. Makasih udah ngasih aku pengalaman pertama yang luar biasa."

Pipi Kirana memerah. Wajah Bisma yang bersimbah keringat terlihat begitu macho dan seksi. Selama ini banyak perempuan termasuk Keira yang mengelu-elukan pesona lelaki di depannya saat berolahraga dan Kirana tak pernah menggubrisnya. Namun, kini dia sepakat bahwa Bisma mempunyai sisi jantan yang membuat batinnya bergetar. Tipe badboy yang sebenarnya hanya kedok saja karena sebenarnya Bisma sebenarnya laki-laki polos yang sering tergerus citranya dengan banyaknya gosip yang beredar. Playboy … badboy … 

Padahal, Bisma adalah prince charming yang baik hati seperti cerita di dongeng-dongeng. Tentu saja Kirana merasa, Bisma justru semakin tak layak untuknya. Cara Bisma memperlakukan Kirana seolah laki-laki itu sedang menghadapi perempuan murni yang masih perawan. Padahal, dia hanyalah perempuan kotor yang berusaha merebut laki-laki yang disayangi sahabatnya.

"Mas, aku … aku nggak seharusnya gini, ya?" Kirana menatap sendu Bisma.

"Kenapa? Kita sudah diberkati. Apa yang kita lakukan 'kan justru ibadah," sanggah Bisma.

"Keira …."

Bisma mengembuskan napas panjang. "Aku dah nggak pernah lagi mikirin Keira sejak dia mutusin aku."

"Tapi, dia minta balikan …."

"Kamu mau aku sama dia?" Satu alis Bisma terangkat.

Kirana menggigit bibir. Dia takut menjawab karena yang akan meluncur dari bibirnya hanyalah keegoisannya saja.

"Kita udah melangkah sejauh ini, Ran. Masa iya, kita mau mundur?" Bisma mengelus lembut pipi Kirana.

"Udah hamil di luar nikah, sekarang aku jadi pelakor. Aku yakin Keira bakal marah besar karena seolah apa yang terjadi pada orangtuanya, terjadi juga sama dia. Parahnya … yang ngambil orang yang dia sayangi adalah sahabatnya sendiri." Kirana mengusap pundak Bisma. Tangannya merambat turun ke dada yang terdapat beberapa jejak nyata keagresifannya saat insting alami yang mendominasi.

"Aku … bakal bilang ke Keira. Secepatnya …." 

Kirana menggeleng. "Jangan. Aku belum siap."

"Cepat atau lambat dia bakal ngerti, Ran."

"Aku tahu. Tapi biar dia tahu dari mulutku." Kirana beringsut memeluk Bisma dengan erat. Virus posesif menyusup perlahan, hingga membuatnya tak ingin lagi kehilangan sandaran.

"Ran, kenapa kamu tiba-tiba mau melakukannya?"

Kirana menelan ludah kasar. Dia bingung mencari jawaban yang tepat. Apakah karena cinta? Atau dorongan nafsu semata?

"Papa bilang, aku harus menjadi istri yang baik buat Mas. Apa itu nggak cukup?"

***

Kirana tak henti-hentinya mengurai senyuman. Suntikan semangat Bisma semalam mampu mendongkrak asa yang meredup. Setidaknya, dia ingin sekali saja merasakan bahagia di tengah himpitan hidup yang beberapa waktu ini menyesakkannya. 

Untuk sementara pula, ia berusaha menyingkirkan kegelisahannya tentang Keira. Bukankah ia dan Bisma sudah menikah? Tak ada siapapun yang akan memisahkan, termasuk Keira!

Ya, selama ini Kirana hanya menjadi bayangan yang menuruti Keira. Tapi setelah hatinya patah akibat kehilangan yang bertubi, hanya Bisma yang mampu menyatukan serpihannya untuk dirangkai menjadi mozaik indah. Karena itu, Kirana enggan lagi kehilangan. Ia yakin, bila hal itu terjadi, hatinya akan remuk tak berbentuk. Kirana tak peduli apakah itu cinta atau sebatas nafsu saja. Ia hanya ingin dimengerti … disayangi … dan memperoleh sandaran ketika pijakannya limbung.

Di saat Kirana sedang disuguhi pekerjaan yang menumpuk, notifikasi pesan masuk ke gawainya. "Ran, nanti aku pengin dimasakin sayur lodeh buat makan malam. Aku pulang jam sembilanan habis jaga siang."

Kirana mengulum senyum, lalu mengetikkan pesan. "Oke, Mas."

Lagi-lagi Rima menangkap ekspresi Kirana yang berbunga. "Ran, kayanya lagi happy banget? Ada apa?"

Kirana meletakkan gawainya di atas meja. "Nggak pa-pa. Perasaan, kamu nanyain mulu ih. Kusut salah … seneng juga salah."

"Habis kamu keliatan tertekan banget akhir-akhir ini." Rere menimpali. "Nggak cuma Rima aja yang kerasa."

"Iya, ih. Mana kamu nggak cerita. Kita jadi sungkan mau nanya-nanya," ujar Cakra. "Sahabat itu …  akan berbagi dalam suka dan duka. Iya nggak?"

Ucapan Cakra mencubit batin Kirana. Pantaskah ia punya sahabat? Sekarang ia adalah pengkhianat bagi Keira. Di saat sahabatnya ingin mereguk kebahagiaan, dengan tega Kirana bersikap egois membelenggu Bisma.

"Ehm … Guys! Aku mau nanya nih. Ini kasus temen ya. Kapan lalu dia curhat tapi aku nggak bisa kasih solusi pas." 

Ketiga pasang mata kemudian memandang ke arah Kirana, melupakan sejenak pekerjaan mereka.

"Apa?" tanya Rere tak sabar.

Kirana menghela napas. Sebenarnya perang batin terus berkecamuk di dada. Kebahagiaan karena bisa menjadi istri sepenuhnya dibalut rasa bersalah karena membohongi sahabatnya. Kirana pun mulai bercerita dengan membahasakan dirinya sebagai orang lain.

"Jadi, sahabatmu ini merasa bersalah karena sudah menikung sahabatnya? Dia nikahin mantan pacar sahabatnya karena dijodohkan?" Cakra menyimpulkan.

Kirana mengangguk. Dia sengaja tidak menyebut beberapa bagian.

"Mestinya dia bilang ke sahabatnya. Kebohongan manis itu lebih menyakitkan ketimbang kenyataan pahit. Dan itu bakal bikin sahabatnya sahabatmu merasa dikhianati," komentar Rima sambil melepas kacamata bacanya.

"Masalahnya udah terlalu banyak kebohongan. Kayanya sahabatku itu udah terjebak dalam lingkaran kebohongannya sendiri." Kirana menggeleng prihatin, merenungi nasibnya sendiri.

"Lha sahabatmu ini cinta nggak sama suaminya? Gitu juga sebaliknya. Kalau cinta kan itu jadi pondasi mereka. Namanya jodoh mana tahu?" sambung Cakra. "Lagian, mau di agama apapun, kalau udah sah … ijab kobul apa pemberkatan, ya udah nggak bisa diganggu gugat."

Kirana menelan ludahnya sendiri. Apakah dia benar mencintai Bisma? Atau sebenarnya hanya karena kekosongan hatinya merindukan Bima. Sebenarnya, Kirana sendiri tak paham perasaannya. Seolah hormon sudah membuat suasana hatinya seperti jungkat-jungkit sehingga dia tak lagi bisa mengenali apa yang dirasakan.

💕Dee_ane💕

Kalian suka mana, kenyataan pahit atau kebohongan manis? Kalau aku, suka kenyataan manis🤪

Mau baca lebih cepet? Silakan ke KK🥰

 





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro