Bab 24 - Cerita -

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Deon memutuskan untuk menginap di kos Asya malam ini dan pulang esok hari. Keduanya pun memesan taksi daring untuk mengantar mereka ke kos tersebut karena tentu Deon tidak mungkin menghubungi sopirnya di jam segini.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam dan mereka baru sampai di kos perempuan itu. Asya segera mandi dan berganti pakaian, setelahnya Deon ikut melakukan hal yang sama.

Setelah selesai, keduanya duduk di atas kasur dan mulai berbincang. Deon ingin tau kemana pacarnya itu pergi dan kenapa ponselnya tidak bisa dihubungi.

"Hmm, kalau boleh tau, selama ini lo kemana? Kenapa nggak turun sekolah?"

Asya tidak langsung menjawab. Namun, perempuan itu malah menyenderkan tubuhnya pada tubuh Deon.

Mata Asya melihat raut wajah khawatir dari pacarnya itu saat bertanya tentang keberadaannya selama ini. Memang salah sebenarnya karena Asya tiba-tiba pergi tanpa memberitahu pacarnya itu.

"Hmm, gue pulang ke kampung halaman gue," ucap Asya singkat sembari menatap ke depan.

"Kenapa sekarang?" tanya Deon dengan penuh penasaran.

Sekarang bukan waktu yang tepat untuk liburan dan pacarnya itu malah pulang kampung. Pasti ada suatu hal penting yang terjadi sehingga membuat Asya perlu pulang kampung secepat itu.

"Hmm, Ibu tiri gue meninggal dan gue harus ke sana."

Deon terkejut bukan main setelah mendengar ucapan Asya. Dia merasa tidak enak pada pacarnya itu karena tiba-tiba saja wajah Asya berubah sendu.

"Sorry, gue nanya gitu," sesal Deon karena bertanya hal yang sensitif tersebut.

Asya mengangkat tubuhnya dan kemudian duduk tepat di hadapan pacarnya itu. Asya tersenyum kecil sembari memegang kedua tangan Deon. "Nggak papa kok, santai aja."

Deon masih ingin bertanya. Namun, dia takut salah bertanya lagi dan membuat perasaan Asya memburuk.

Pria itu memutuskan untuk menutup rapat mulutnya dan hanya memutuskan untuk mendengar semua penjelasan yang dibeberkan oleh Asya.

"Lo inget nggak, waktu kita ketemu Ayah gue?" tanya Asya yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Deon.

"Ayah gue nyari gue karena Ibu tiri gue sakit. Katanya, beliau pengen ketemu gue. Ayah gue juga mikir kalau penyakit Ibu tiri gue nggak parah. Jadinya, dia ngomong gitu ke elo dan nggak maksa gue buat balik sama dia."

Asya menahan ucapannya sebentar dan kemudian menatap kedua tangan Deon yang kini dia genggam.

Tiba-tiba saja, setetes demi setetes air turun dari mata cantik milik Asya dan hal itu membuat Deon terkejut. Tanpa basa-basi, pria itu membawa pacarnya ke dalam pelukannya dan mengusap punggung Asya dengan pelan.

Tidak ada ucapan yang keluar dari mulut keduanya saat ini karena Asya larut dalam kesedihannya dan Deon tidak tau harus melakukan apa.

Cukup lama mereka berada di posisi seperti itu sampai akhirnya Asya kembali membuka suaranya. "Salah gue, Eon. Salah gue karena udah kabur dari rumah, salah gue karena gue tiba-tiba ganti nomor sampe Ayah gue nggak bisa hubungin gue. Salah gue!"

Ada rasa penyesalan di benak Asya saat ini. Walau dia dan Ibu tirinya memiliki hubungan yang buruk. Namun, Asya tetap menyayangi wanita itu karena beliau pernah menjadi tiang kekuatan sang Ayah saat ditinggal oleh istrinya.

Memang benar, keduanya dulu hanya sebatas atasan dan bawahan. Namun, entah bagaimana percikan rasa cinta mulai tumbuh di dalam hati keduanya.

Asya menjauhkan dirinya dari Deon dan mereka kemudian saling bertatapan. "Eon, gue salah, gue salah ngira selama ini, gue pikir Ibu tiri gue mau nguasain semua harta Ayah gue. Ternyata, semua itu cuman ancaman tak berarti dari mulutnya biar gue bisa berubah," jelas Asya sekali lagi.

Penyesalan yang amat dalam kembali menghampiri Asya kini, semua pikiran buruk mengenai Ibu tirinya kini sirna. Namun, belum sempat dia memperbaiki hubungan mereka. Ibunya itu meninggalkan Asya, juga ayahnya.

"Gue harus apa, Eon. Gue bingung!"

Asya mengacak rambutnya yang menjadi semakin tak karuan. Di sisi lain, Deon menahan tangan pacarnya itu dan membekapnya.

"Lo nggak salah, Sya. Lo nggak tau semua ini kan! Sekarang, tugas lo, lo harus berdoa buat Ibu tiri lo. Cuman itu yang bisa lo lakuin," jelas Deon dengan suara yang cukup nyaring.

Asya terdiam sesaat dengan wajah sembab karena menangis. Hidungnya memerah dan nafasnya mulai tak beraturan.

"Sya," panggil Deon dengan pelan agar menyadarkan pacarnya itu.

Asya tersadar dari lamunannya dan hal itu membuat Deon lega. "Lo nggak papa?" tanya Deon pelan yang langsung dibalas dengan gelengan oleh Asya.

"Ada yang lo butuhin?" tanya Deon pelan sembari mengusap bahu pacarnya itu.

"Gue mau ke kamar mandi."

Asya berdiri dan pergi menuju kamar mandi. Meninggalkan Deon yang bingung harus melakukan apa, dia terdiam sembari menunggu pacarnya itu kembali dan setelahnya, Asya kembali dengan wajah yang lebih baik dari sebelumnya.

Asya ternyata sudah mencuci wajahnya dan bersiap untuk tidur. Perempuan itu mengambil posisi tidur tepat berhadapan dengan dinding dan Deon berada di belakangnya.

Dapat Deon liat punggung pacarnya itu yang terlihat lebih kecil dari sebelumnya, mungkin berat badan Asya menurun beberapa hari belakangan ini.

"Hmm, Sya, gue boleh nanya sesuatu?" tanya Deon yang langsung membuat Asya membalikkan tubuhnya. Kini keduanya berhadapan dan Asya hanya menunggu pacarnya itu melanjutkan ucapannya. "Kenapa lo nggak bisa dihubungi belakangan ini?"

Asya tersenyum kecil sembari mengelus pipi Deon. "Hape gue ilang pas perjalanan ke kampung gue dan sampai sekarang, gue belum beli hape baru," jelas Asya dengan santai.

Dia tidak tau saja, bahwa Deon selama ini mengkhawatirkannya karena tidak bisa dihubungi. Namun malah, Asya dengan santainya menjelaskan bahwa ponselnya hilang.

"Mau beli baru?" tanya Deon yang membuat Asya sejenak berpikir.

"Boleh deh, besok ya."

Deon mengangguk pelan dan kemudian keduanya terlelap tanpa sadar. Sepertinya mereka kelelahan karena pembicaraan yang emosional tadi. Tidur tanpa direncanakan itu memang yang terbaik.

***

Nyaris pukul empat, Deon terbangun dan tidak mendapati Asya berada di sisinya. Pria itu terkejut karena memang biasanya Deon terbangun subuh-subuh seperti ini karena ingin ke toilet.

Mata Deon belum terbuka sempurna saat ini. Kemudian pria itu membalikkan tubuhnya, dengan samar Deon melihat seseorang tengah berdiri dan melakukan beberapa gerakan.

Deon berpikir sejenak siapa orang di hadapannya dan ketika dia sadar, pria itu memutuskan untuk kembali tidur.

Deon sadar bahwa yang dia liat saat itu adalah Asya yang tengah beribadah. Kini, perasaan Deon menjadi gelisah karena dia mengingat bahwa kepercayaan yang mereka anut berbeda.

Entah maju atau mundur, rasanya semua memiliki resikonya masing-masing. Kini, Deon tidak bisa memastikan jawaban apa yang dirinya pilih sehingga pria itu memutuskan untuk berusaha kembali tidur dan berdoa semoga besok mendapat jawaban terbaik atas hubungannya dengan Asya.

***

Aduh, satu part lagi kita bakal selesai nih. Sedih nggak sih🥲

Semoga suka yaaa.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro