1 Februari 2024 [Illxa]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Buatlah cerita yang berawalan, "Pagi ini, aku dibangunkan oleh ...."

*゚+ 500 Kata *゚+

Pagi ini, aku dibangunkan oleh tukang sayur, yang berusaha menghidupi keluarganya, dengan telolet yang bisa membangkitkan almarhum nenekku kapan saja. Aku memang bangun, tetapi sebelumnya aku mimpi dikejar brokoli yang cosplay Ghost Rider. Kalian bayangkan sendiri, brokoli terbakar sedang mengejar dengan suara telolet dan motor bebek kebanggaannya—aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya sayuran berkendara tanpa kaki dan tangan.

Rupanya tidak hanya aku. Aes juga ikut terbangun dengan wajah kusut—gadis itu tampak siap membumiratakan tanah kami berdiri ketika keluar kamar. "Rasanya aku mau mutus rezeki orang," katanya sambil merengut ke dapur.

"SAYUR, SAYUR! TOLET-TOLET-TOLEETT!"

Altair adalah orang yang selanjutnya bangun dari mimpi indah di Minggu pagi. Berbeda dengan Aes, dia tidak mengomel, tetapi tangan kanannya menggenggam airgun. Dengan wajah datar, dia melirikku dan bergumam, "Jangan tahan aku, Kai."

Aku berjengit ngeri dan memilih melipir ke dapur, yang tak kusangka sudah ramai meski matahari baru saja mengintip di bagian timur. Berlawanan denganku, Adira berlari menerjang Altair dari arah dapur dengan celemek dan lap dapur di tangannya.

"Diem, Al. Ini bukan novel. Kalo bapaknya mati, kita bisa beneran masuk penjara." Debuman terdengar renyah beberapa detik setelahnya. Semua mata tertuju pada dua manusia yang lebih pantas disebut anak kucing baku hantam di ruang tamu.

Ersa yang sudah duduk manis di meja makan, lengkap dengan teh hangat dan biskuit, pun ikut melirik. "Haruskah kita pisahin mereka—sini, Kai, ada roti sisa semalem."

Aes mengangkat satu tangannya. "Biar aja. Mereka udah gede." Dengan santai, dia menyeruput cangkirnya lagi sambil membuka ponsel.

"SAYUR, SAYUR! TOLET-TOLET-TOLEETT!"

Suara KDRT kembali menggaungi ruang tamu. Sepertinya sekarang Altair punya dendam kesumat setiap dengar bunyi telolet. Aku memutuskan untuk tidak ikut campur dan duduk di sebelah Ersa sambil memejamkan mata. Diam-diam aku membayangkan apa yang terjadi di depan sana. Suara kaki kursi berderit, geraman Altair dan gumaman Adira.

Hari bahkan masih pagi, suhu belum lebih dari tiga puluh derajat, dan cahaya matahari lembut mulai merayap dari celah jendela. Ini pagi yang menyenangkan, seandainya tidak ada tukang sayur yang lewat dan mengganggu Altair yang baru tidur dua jam setelah menghafal naskahnya semalaman.

"—Arga Altair! Bara, tolong!"

Hening beberapa detik, kupikir mereka sudah selesai. Ersa menyodorkanku segelas teh hangat dan mau membagi biskuitnya. "Makasih—"

Plak!

Baik aku, Ersa, maupun Aes, kami bertiga mematung di pose masing-masing sambil mencoba melirik satu sama lain. Bunyi tamparan renyah itu menyisakan suasana lengang yang mencekam lebih dari apapun. Tidak ada satupun dari kami yang berani melirik ke ruang tamu. Meski begitu, kami semua tahu bukan Adira yang biasanya tega menampar orang.

Begitu langkah berirama pelan nan mencekam terdengar mendekat, kami pura-pura sibuk dengan aktivitas sebelumnya.

"SAYUR, SAYUR! TOLET-TOLET-TOLEETT!"

Tidak ada lagi suara Altair kesurupan di ruang tamu. Adira akhirnya kembali ke dapur, tanpa lapnya. Gadis itu mengekor sosok menyeramkan yang mendekati kami tanpa ekspresi.

Di sebelahku, Ersa bergerak gelisah. Aku tahu dia ingin menawari Bara teh hangat juga, tetapi melihat wajahnya yang dingin, Ersa mengurungkan niat dan menggeser kursi lebih dekat denganku.

Jangan tanya di mana Altair.

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro