||12. Seperti Sepuluh Tahun Lalu||

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ba-bagaimana kau bisa masuk?"

Tatapan pria itu mengarah pada jendela di seberang. "Kecerobahan yang menguntungkanku."

Jungkook mendesis. Taehyung dan Jimin pasti lupa menutup jendela. Anak itu kembali menatap sosok tadi, yang kini berjalan mendekatinya. "Kamarmu ini bagus juga, ya? Pantas saja kau lebih betah tinggal di sini bersama mereka, dan memilih meninggalkanku."

"Apa maumu?"

"Hanya berkunjung. Apa aku tidak boleh berkunjung? Ekspresimu terlihat tidak senang saat melihatku tadi."

"Aku tidak menerima tamu sepertimu."

Tatapan pria itu berubah tajam. Smirk di sudut bibirnya tampak mengerikan di tambah bekas luka yang melintang di wajahnya. "Astaga, lama tidak bertemu ternyata kau tumbuh menjadi pemuda yang semakin menyebalkan, ya." Jarak mereka semakin sempit. Jungkook sungguh ingin bergerak mundur menghindari pria itu, tetapi tapak kakinya seakan-akan sudah tertanam di sana sehingga ia tak mampu bergerak barang seinci pun. "Kau tahu, bocah. Aku sangat kesal padamu. Kau sudah tidak takut padaku, huh? Kau pikir kau bisa menghadapiku sendirian, sampai-sampai kau tidak menceritakan kemunculanku kepada siapa pun?"

"Untuk apa aku takut padamu, Jang Goeun?" Apa yang terlontar dari belah bibir Jungkook, sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia rasakan saat ini. Pria bernama Jang Goeun itu menggeram marah, tanpa sempat Jungkook duga, pria itu merangsek maju. Membenturkan punggung Jungkook ke lemari kayu, serta menekan kuat dada anak itu.

"Kau tidak takut padaku? Baiklah biar aku tunjukkan cara agar kau kembali takut padaku," desisnya.

Jungkook meringis, kala Goeun semakin kuat menekan lehernya. Mempersempit celah udara untuk masuk. Jungkook ingin melawan, tetapi kilasan-kilasan yang mendadak muncul dikepalanya mengacaukan segalanya. Jungkook merasa seperti sedang diserang dari dua arah secara bersamaan. Wajah Jungkook kian memeerah, ia kesulitan mengambil udara. Sementara Goeun justru tersenyum lebar, meliaht penderitaan Jungkook.

"Ternyata kau masih selemah dulu." Selepas berkata demikian, Goeun menghempaskan tubuh Jungkook ke samping. Jungkook terbatuk seketika, meraup udara di sekitar dengan rakus. Sementara tangannya meremat rambutnya, sebab kilasan-kilasan itu belum juga hilang dan kini malah membuat kepalanya sakit seperti ditusuk jarum.

"Bagaiamana? Apa itu cukup untuk mengingatkanmu pada ketakutanmu yang dulu?" Goeun berjongkok di sebelah tubuh Jungkook yang bergetar kecil. Jungkook tak mampu menjawab. Pria itu lantas mengeluarkan sebuah cairan kuning dari dalam saku celananya, dan menyuntikannya ke leher Jungkook. "Itu hadiah kecil dariku. Aku harap kau menyukainya, Jungkook."

Jungkook memegangi lehernya yang terasa seperti disengat, matanya menyipit memandangi sosok itu bangkit lalu perlahan menajuhinya. Jungkook mengerjapkan kelopak matanya, kala penglihatannya perlahan memburam. Ia menggelengkan kepala, berharap itu membantu menghalau pening sekaligus menjernihkankan penglihatannya. Namun itu semua sia-sia, sebab tanpa bisa ia cegah, kesadarannya akhirnya terenggut paksa. Tubuh itu ambruk membentur lantai yang dingin.

*

"Kami pulang!" teriak Taehyung kala membuka pintu rumah. Tak ada sahutan, Taehyung dan Jimin mewajarkan sebab mereka tahu para kakaknya sedang ada kesibukan masing-masing di luar. Sementara Jungkook? Anak itu memang kebiasaan tidak menyahut.

Taehyung dan Jimin melepas sepatu mereka, di sana mereka melihat sepatu Jungkook. Jadi sudah dipastikan anak itu sudah pulang sekolah. "Jungkook-ah!" panggil Jimin, seraya melenggang menuju dapur untuk mengambil minuman dingin dari kulkas.

"Jungkook-ah! Kemarilah, aku membawakan bingsu kesukaanmu," teriak Taehyung, yang kontan mendapat tatapan penuh tanya dari Jimin, sebab pada kenyataannya mereka tak membawa apa pun. Taehyung pasti ingin menjahili Jungkook lagi.

"Jungkook-ah!" teriaknya sekali lagi, setelah menegak segelas air putih. "Anak itu pasti tidur." Taehyung lantas beranjak menuju lantai dua, di mana kamarnya bersama Jimin dan Jungkook terletak.

"Tae, jangan ganggu istirahatnya," peringat Jimin seraya mengekori Taehyung.

Taehyung tak menghiraukan peringatan Jimin. Langsung menjeblak pintu kamar mereka yang rupanya tak tertutup rapat. "Apa yang kau lakukan di bawah sana, Kook?" Taehyung belum memahami situasi kala mendapati tubuh Jungkook tergeletak di atas lantai.

"Kook," panggil Jimin pelan seraya mendekati anak itu. Ia menyentuh tubuh Jungkook, dan langsung terperanjat waktu mendapati hawa panas menyengat kulitnya. "Jungkook-ah." Jimin kembali menyerukan nama Jungkook, dengan kepanikan yang perlahan-lahan menjalar. Beralih menepuk-nepuk pipi anak itu, tetapi mata itu tetap terpejam rapat. "Yak! Kim Jungkook, bangun!"

"Tae, hubungi Yoongi Hyung," ujar Jimin, tetap berusaha menyadarkan Jungkook. Tak mendapatkan respon apa pun, ia lantas menoleh ke Taehyung. Menemukan pemuda itu membatu, dengan tatapan nanar ke arahnya. "Taehyung, cepat hubungi Yoongi Hyung!" seru Jimin sekali lagi. Taehyung terkesiap, segera bergegas mengeluarkan ponselnya.

Taehyung menempelkan ponselnya ke telinga, menunggu harap-harap cemas. Cukup lama sampai akhirnya panggilan itu terjawab. "Hyung," lirih taehyung. "Cepatlah pulang. Jungkook pingsan."

"Apa? Bagaimana bisa?"

Taehyung menggeleng, meski ia tahu Yoongi tak akan dapat melihatnya. "A-aku tidak tahu. Kami mendaptinya sudah pingsan saat sampai rumah. Cepatlah kemari, Hyung," suara Taehyung semakin bergetar.

Yoongi tanpa banyak tanya lagi, segera bergegas pulang.

"Bagaimana?" tanya Jimini cemas.

"Yoongi Hyung sedang dalam perjalanan."

Jimin menangguk. "Tae bantu aku memindahkan Jungkook." Taehyung pun segera membantu Jimin mengangkat tubuh lemas Jungkook ke atas ranjang. Setelahnya, ruangan itu total hening. Mereka cuma bisa menanti Yoongi pulang. Jimin sesekali mengusap keringat dingin yang muncul di area kening dan leher anak itu. Kala itu, alisnya dibikin mengernyit, begitu menemukan bekas kemerahan di area leher Jungkook.

Berselang beberapa menit, kelopak mata Jungkook bergetar pelan. Jimin yang meliahtnya langsung memanggilnya, "Kook...." Taehyung yang tadinya berdiri agak jauh, kini mendekat. Jungkook yang tersadar tiba-tiba meremat tangan Jimin yang ada di dekatnya. Pupil mata anak itu bergetar, begitu pula dengan tubuhnya.

"Jungkook-ah, ada apa?" Pandangan Jungkook menyapu seluruh ruangan, seolah-olah mencari sesuatu. "Jungkook-ah," panggil Jimin sekali lagi, merasa ada yang tidak beres.

"Hyung," lirih Jungkook, mengadu tatapannya dengan Jimin. Ada genangan air mata di pelupuk mata Jungkook. Anak itu bangkit, mengambil posisi duduk. "Kita harus pergi dari sini, Hyung. Kita harus pergi."

Jimin menatap Jungkook bingung. "Pergi ke mana?"

"Ke mana pun. Ke mana pun asal tidak di sini. Aku tidak mau di sini, Hyung." Jungkook menggeleng-gelengkan kepalanya, dengan tatapan penuh ketakutan.

"Hei, tenanglah. Katakan pada Hyung, kenapa kau tidak mau di sini?"

Jungkook terus menggeleng seraya meremat jari-jari tangannya sendiri. "Tidak mau. Aku tidak mau di sini. Bawa aku pergi, kita harus pergi." Jungkook terus-menerus menggumamkan hal-hal yang sama. Jimin dan taehyung memandang Jungkook nanar. Melihat Jungkook seperti ini, seperti melihat Jungkook saat pertama kali mereka bertemu.

"Kook-ah." Jimin meraih tangan Jungkook ke dalam genggamannya. Menatap manik bulat anak itu teduh. "Baik. Kita akan pergi, tapi bisa katakan kenapa kita harus pergi?"

Jungkook menggigiti bibir bagian dalammnya. Kemudian menggeleng. Ia menundukkan kepalanya, lalu mencicit, "Aku hanya ingin pergi dari sini. Aku mohon bawa aku pergi." Setetes air mata meluncur turun dari hidung Jungkook. Jatuh tepat di atas tangan Jimin. Tanpa banyak bicara lagi, Jimin lantas menenggelamkan Jungkook dalam dekapannya. Sehingga kini ia dapat merasakan betapa panasnya tubuh Jungkook.

Semenit berikutnya, Jimin merasakan beban tubuh Jungkook semakin memberat. Waktu ia menoleh, mata itu sudah kembali terpejam, dengan darah yang keluar dari lubang hidungnya. "Jungkook-ah." Sementara itu Taehyung sigap mengambil tisu, dan mengusap darah yang mengalir. Beruntungnya, tak lama kemudian, Yoongi tiba.

Pemuda itu sigap mengambil alih tubuh Jungkook dari Jimin.

"Hyung, tadi Jungkook sempat sadar sebentar," ujar Jimin, mengamati setiap gerakan Yoongi. "Dan dia mengatakan sesuatu yang aneh." Jimin membasahi kerongkongannya yang kering sejenak. "Dia bilang, dia ingin pergi dari sini, Hyung."

Pergerakan Yoongi kontan terhenti.

"Tadi, aku seperti melihat Jungkook sepuluh tahun yang lalu."


To be continued
Double up untuk billboard #1 100✨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro