Bonus Chapter-Taeyong Side

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Enjoy Bonus Chapter dari sisi Taeyong ya!

***

Aku, Lee Taeyong begitu jatuh ke dalam pesona seorang Kim Sohyun untuk kedua kalinya.

Iya, kedua kalinya.

Pertama kali aku jatuh dalam pesonanya adalah saat dulu dia meneriakiku pencuri karena menganggap aku akan mencuri buah-buahan yang berada di halaman belakang nenekku sendiri.

Gadus itu, menatap tajam diriku dan meneriakiku pencuri.

Seumur-umur aku tak pernah diperlakukan seperti ini. Aku mencuri? Aish, yang benar saja. Bahkan aku bisa meminta satu truk buah-buahan pada mama, buat apa aku mencuri? Lagipula semua milik nenekku yang berarti milikku juga.

Matanya yang melotot marah padaku dan nada suaranya yang meninggi dan sinis, aku tak akan melupakannya. Dia gadis menyebaljan bukan?

Awalnya Aku ingin membalasnya, mengerjai gadis itu karena telah menuduhku mencuri.

Tapi kuurungkan niat itu---

Gadis itu ceroboh dan bodoh. Tanpa kubalas pun dia sering terjatuh saat bermain.

Menjengkelkan bukan?

Walau ujung-ujungnya aku akan meminjamkan punggungku untuk menggendongnya pulang.

"Kim Sohyun! Kamu terluka lagi? Kamu menyusahkan temanmu terus-menerus. Lebih baik besok tak usah bermain lagi," Junmyeon, kakak gadis itu langsung menarik adiknya dari sisiku.

"Nggak mau! Aku ingin bermain arghh---lepaskan kak," Junmyeon memaksa adiknya masuk ke rumah. Dia menggendong adiknya,yang enggan untuk masuk ke dalam, padahal luka di lutut adiknya harus diobati.

"Kakak!!! Besok kita main lagi!" Teriak Sohyun dari dalam pagar rumahnya yang tertutup.

Aku mengulum senyum.

Kim Sohyun kamu begitu ceroboh, tetapi aku terpesona padamu.

"Perkenalkan, namaku Kim Sohyun."

Kim Sohyun? Kim Sohyun yang sama?

Aku menatap lekat-lekat gadis di hadapanku yang sisi dewasanya sudah terlihat jelas. Aku bertanya-tanya apa dia gadis yang sama.

"Lee Taeyong," kuperkenalkan diriku, menunggu reaksinya.

Kalau memang kamu Kim Sohyun yang dulu, apa kamu masih mengingatku?

Kupikir aku salah, memang benar dia Kim Sohyun yang sama tapi sepertinya ia melupakan diriku. Bertahun-tahun telah berlaku dan kami tak pernah bertemu semenjak itu, wajar kalau dia melupakan ku. Lagipula, mungkin aku tak penting baginya.

Aku sempat melupakannya, Kim Sohyun. Study Ku di luar negeri benar-benar menguras tenaga dan pikiranku, tak ada celah untuk mengingat Kim Sohyun. Begitupun dengan gadis itu, dia melupakan ku.

Aku----

Ingun menghindari gadis itu.

Aku membutuhkan sosok wanita yang bisa menjadi mommy yang baik untuk David. Ya walau---dulu aku pernah menyukainya.

Ayolah, itu hanya masa lalu. Aku hidup untuk masa yang akan datang, bukan masa lalu.

Walau aku mengenal gadis itu, akan lebih baik seolah aku taj mengenalnya kan?

Tetapi sekali lagi rasa itu mengalahkan rasionalku. Aku ingin menghindar tapi hatiku tak mau.

Apa ini masuk akal?

Aku terpesona pada orang yang sama untuk kedua kalinya. Jantungku berdebar kencang hanya karena dia tepat di depanku, memakaikanku dasi.

Ah kenapa harus gadis ini?

Aku mencintainya, aku mengejarnya sebagai Lee Taeyong, pria dewasa yang matang bukan sosok kakak yang dulu ada di masa kecil kami.

"Kenapa kakak tak mengatakannya sejak dulu? Kalau kta saling mengenal."

Pertanyaan itu sudah kuduga akan terlontar.

Bukannya aku tak ingin jujur soal jati diriku Kim Sohyun, kupikir akan lebih baik kira memulainya kembali dari awal.

Aku, Lee Taeyong.

Kamu, Kim Sohyun

Dan putraku, David Lee.

Ngomong-ngomong soal putraku, aku heran dengan sikap posesifnya pada Sohyun. Dia begitu posesif, mengingatkanku pada diri sendiri. Sikapnya yang posesif menyulitkanku mengakui perasaanku pada Sohyun pada awalnya, walau pada akhirnya karena dia pula aku bisa bersama Sohyun.







Kini-----

Aku memandangi wajahnya yang begitu tenang saat tidur. Napasnya yang teratur dan senyum di bibirnya membuatku tak bisa mengalihkan perhatian ku padanya. Aku bertanya-tanya, apa yang sedang di mimpikannya sampai tersenyum dalam tidur? Pasti mimpi indah.

Mungkin saja dia memimpikanku.

Aku tersenyum tipis. Jemariku memberesi rambutnya yang sedikit menghalangi pandanganku.

Untuk sesaat kupasang wajah serius,"kamu memimpikanku kan? Bukan memimpikan Mingyu?"

Kalau benar ia memimpikan sepupuku itu sampai tersenyum dalam tidur begini, aku akan sangat cemburu. Fakta bahwa Mingyu adalah lelaki yang memeluk gadisku sudah cukup membuatku cemburu. Jangan ditambah lagi kecemburuanku.

Mau bagaimana pun aku tak membenci Mingyu, dia sepupuku. Secemburu apapun aku padanya, aku tak bisa membencinya. Terlebih aku teringat ucapan Mingyu padaku.

"Ck, sebenarnya aku terkejut melihat kalian saling mengenal apalagi berpacaran-----pasti kamu tahu gadis yang sering kuceritakan padamu adalah dia. Wahhhh aku sedikit terkhianati. Tapi mau bagaimana lagi, sedari awal hati gadis itu memang milik seseorang. Dulu aku penasaran siapa, kini aku mengetahui semuanya. Aku sedih tapi juga lega. Aku lega karena gadis itu mencintai lelaki yang tepat."

Aku mengulum senyum, perkataan mingyu terngiang di telingaku. Raut sedih sepupuku begitu kentara tetapi dia memelukku, memberiku selamat. Aku tahu ini berat untuknya tetapi aku tak bisa menyerah pada gadisku.

"Jangan memimpikan lelaki lain mulai sekarang," telunjukku kuletakkan ke dahinya. Dahi Sohyun berkerut untuk sesaat. Senyumku tak berhenti mengembang.

"Aku tak suka."

"Cukup memimpikan aku saja."

Tanganku mengelus pipi Sohyun selembut mungkin, aku tak ingin membangunkannya. Kugeser tubuhku untuk mendekatinya pelan-pelan untuk meminimalkan suara ranjang yang bergerak saat aku bergeser.

Aku masih mengelus pipinya lembut, sedikit heran Sohyun tak menunjukkan tanda-tanda akan bangun.

Mungkin, aku senang melihat wajahnya yang tenang saat tertidur. Tetapi Aku ingin dia bangun.

Aku masih tak mengalihkan pandanganku padanya.

Ya, aku akan menunggunya sampai bangun.


"Kakak ngapain di kamarku? Kok bisa masuk ke dalam kamarku?"

Aku mendelik, terkejut dengan kalimat pertama yang ia ucapkan saat bangun.

Wow Lee Taeyong, apa yang kamu harapkan? Mengapa kamu berharap Sohyun akan mengucapkan kalimat manis semisal,"hai sayang" atau semacamnya.

Lupakan pikiran berlebihanmu Lee Taeyong!

Aku menarik napas dan memejamkan mataku sejenak sebelum akhirnya menatap mata Sohyun yang menatap curiga padaku.

"Aku kecewa, Sohyun."

"Hah?"

"Aku berharap kamu akan menyambutku dengan manis tapi apa? Kamu malah menatap curiga padaku. Aku kecewa."

Sohyun tersentak kaget lalu mendekatiku yang sedikit menjauh darinya.

"Kak, maaf. Aku tak bermaksud."

"Aku kecewa."

"Maaf, kak," cicit Sohyun menggenggam erat tanganku.

"Aku terlanjur kecewa Sohyun," aku memasang wajah terluka.

Sohyun makin panik saat aku menatap kecewa dirinya.

"Kak aku minta maaf."

"Hmmm."

"Kak."

"Hmmm."

"Maafkan aku."

"Hmmm."


Cup!

Aku terkejut saat bibir mungil itu menyentuh bibirku secara tiba-tiba. Aku cukup terkejut dengan keberanian Sohyun yang menciumku terlebih dulu.

Tubuhku membeku sesaat, aku menatap wajahnya yang menjauh ditambah rona merah di pipinya.

"Sudah nggak marah kan? Aku sudah dimaafkan?"

Aku terbatuk, mengatur napas dan detak jantungku. Sebisa mungkin aku mengendalikan diri,"belum. Aku masih kecewa."

Sohyun mencium bibirku kembali, ciuman singkat yang berhasil membuatku bagai tersengat listrik. Ini bukan ciuman pertama kami, tapi efek ciuman singkat Sohyun membuatku terpaku untuk sesaat.

"Sudah dimaafkan?"

"B---belum," aku terbata, masih sedikit terkejut.

Dia menciumku sekali lagi dan kali ini aku menikmati ciumannya.

"Aku belum memaafkanmu," tandasku.

Sohyum terkejut lalu menatap marah diriku,"kak Taeyong! Bilang saja kamu ingin dicium terus menerus."

Ah ketahuan.

Memang itu niatku.

Aku terkekeh membuat Sohyun memukuliku dengan brutal.

"Dasar suka memanfaatkan kesempatan!!!!"

"Hahaha," tawaku meledak. Wajah merona ditambah wajah marahnya menbuatku gemas.

"Menyebalkan!!!"

Sohyun terus memukuli ku. Tubuhku lama-lama sakit terus dipukuli. Lalu kuputuskan mencengkeram tangannya.

"Sudah, aku sakit."

"Biar tahu rasa."

Mata kami saling berpandangan. Aku menatap lembut padanya. Matanya yang awalnya kesal berubah melembut.

"Hmmm, tanganku sakit." Mohonnya membuatku melonggarkan cengkramanku tanpa melepaskan tangannya.

"Kakak kenapa bisa masuk kamarku? Tidak sopan masuk kamar seorang gadis tanpa izin."

Aku terkekeh,"sayang, aku berhak masuk kamar ini tanpa izin. Lagipula apa ini terlihat seperti kamarmu?"

Sohyun mengedarkan pandanganku. Beberapa saat kemudian ia terbelalak sambil menutupi mulutnya dengan tatapan tangan,"k---Kenapa aku tertidur di sini?"

Aku mengelus rambutnya, dia menoleh padaku, menatapku penuh tanya,"sayang ,tidurlah. Kamu sepertinya lelah."

"Kak," rengeknya penuh tanya.

"Tidurlah lagi." Aku tersenyum.

"Kenapa Aku di sini?"

Aku menatap kama bernuansa hitam putih itu. Kamarku.

Aku menghela napas berat.



"Sayang, ini kamar kita. Nggak ada yang salah kan kalau kamu tidur di sini?"

"Atau kamu lupa?"

Aku kecewa kalau kamu lupa Sohyun.

Dia mengangguk. Wajah tak berdosanya membuatku menghela napas.

Aku kecewa sungguh.







Sohyun-----wanitaku itu tersenyum lebar.

Seolah tak bersalah.








"Ini balas dendamku, sayang. Terkejut?" Bisiknya mencium pipiku. Wajahku yang masam berubah terkejut.

"Makanya jangan mengacuhkanku. Aku tak suka saat semalam kamu mengacuhkanku. Bukannya semalam pesta kita tapi kamu malah sibuk dengan klien-klienmu."

"Maaf, hari ini aku aka di sisimu seharian. Aku milikmu seharian." Aku tersenyum senang.

Dia terkekeh,"memang kalau hari lain kamu bilang milikku sih?"

"Milikmu sih," jawabku tersenyum lebar sembari mencondongkan wajahku pada wajahnya.

Dia seolah tahu sinyalku dan memejamkan matanya.






Brakkkkk

Pintu kamar terbuka lebar niatku untuk mencium Sohyun terhenti karena kamar terbuka memperlihatkan David yang berdiri di ambang pintu dengan wajah terkejut. Detik berikutnya David menutupi matanya dengan tangan mungilnya.

"Ck, dasar orang dewasa," komentarnya.

"Tuan David, aunty kan bilang jangan masuk. Dipanggil dari luar saja," sahut Jihyo tersenyum canggung sambil menarik David agar menghadap dirinya sehingga putraku itu memunggungi kami.

"Maaf tuan, nyonya kami mengganggu. Tuan David memaksa ingin sarapan bersama. Sekali lagi maaf," sahut Jihyo membungkuk dan membantu David menyingkir dari kamar.

"Mohon maaf," saat Jihyo sesaat sebelum menutup pintu kamar.

Ting!!!

Aku dan Sohyun saling beradu pandang. Kusingirkan tanganku dari pinggangnya lalu mengambil ponsel di meja.

David: Daddy, adek bayinya dipending dulu ya. Nanti aku nggak bisa manja-manjaan dong.





"Ehm sepertinya hari ini tak ada kata kita berdua."

"Bertiga?" Sahut Sohyun tersenyum lebar usai membaca pesan yang dikirim kan David beberapa saat lalu.







😎😎😎✌

Tinggalkan komen dan vote ya   ^^


Next bonus chap Sohyun/David💬

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro