14. Breathtaking

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy baca 💜
Sorry for typo
.
.
.

Breathtaking - Membuat terkesima



Maisha menatap kembaran dirinya di depan cermin. Matanya sibuk merekam wajah cantikyang biasanya memancarkan senyum manis sekarang mengernyit menahan perih akibat luka di sudut bibirnya. Tiga puluh menit sudah dia berdiam di apartemen Pak Ezar, sementara atasannya itu pamit keluar. Pipi putihnya dihiasi memar merah kebiruan gara-gara ulah kebringasan Rendra. Cih! Bahkan Maisha sekarang merasa jijik untuk sekadar menyebut nama mantannya itu.

Sekarang baru Maisha memahami jika firasat orangtua itu tidak pernah salah.  Selama ini Maisha begitu dibutakan oleh rasa cintanya pada Rendra, dia abai akan nasihat dan segala wejangan sang mama, terutama eyang kakung. Bertahan di sisi sang mantan, mati-matian membelanya di depan keluarga, nyatanya hanya rasa sakit dan kecewa yang Maisha dapatkan akhirnya. Alih-alih menanggapi kalimat mamanya yang menyatakan jika mencari jodoh itu harus sekufu, atau maknanya setara.

Lamunan Maisha terdistrak oleh suara salam disertai kedatangan Pak Ezar. Laki-laki itu telah berganti penampilan, dari yang tadinya masih mengenakan setelan kantor lengkap, menyisakan celana bahan hitamnya dipadu kaus putih berkerah. Pak Ezar memangkas jarak mendekat pada Maisha yang duduk di sofa. Sepasang matanya menatap intens Maisha dari jarak dekat - seperti memastikan jika gadis itu baik-baik saja.

"Sha, saya mau tanya sekali lagi. Kamu yakin enggak mau visum ke rumah sakit?" Pak Ezar langsung menodong Maisha dengan pertanyaan. Lelaki itu meletakkan bawaannya ke atas meja kaca yang ada di ruang tamu. Tatapan matanya mutlak terjatuh pada Maisha yang masih sibuk menyeka bekas lukanya.

Ezar menyisir pandangan ke segala sisi wajah Maisha yang masih menyisakan memar. Tadinya ingin abai dan enggan peduli. Tadinya hanya sekadar ingin menuruti janjinya pada sang mama untuk mau lebih dekat dengan Rumaisha, tetapi setelah mendapati kenyataan, dirinya menyaksikan sendiri apa yang dikhawatirkan keluarga Maisha jika Rendra bukanlah laki-laki baik, tanpa disadari Ezar malah tertarik sendiri ke dalam pusaran seorang Rumaisha.

"Sha, apa enggak sebaiknya kita ke rumah sakit?" Ezar masih mencoba menawari Maisha.

Yang ditanya menggeleng tegas. "Enggak usah, Pak. Aku yakin dia enggak akan berani macam-macam lagi," Jawab Maisha yakin. Kalau andai saja nanti Rendra berani macam-macam lagi, Maisha bersumpah akan menyeret lelaki itu ke ranah hukum.

"Ya udah, kamu makan dulu, Sha." Ezar melangkah ke kabinet, mengambil dua piring lalu kembali. Tangannya sigap membuka tas plastik yang tadi dibawa. "Saya enggak tahu kamu sukanya apa, tapi kata Tan..." Menggantung kalimat, hampir saja Ezar keceplosan menyebut 'tante Rashita' - mamanya Maisha.

"Kata siapa, Pak?" Selidik Maisha penasaran.

"Enggak, kata anak-anak, kamu suka chicken katsu." Ezar memindahkan nasi plus chicken katsu yang baru dia beli dari restoran Jepangan ke dalam piring.

"Makasih Pak." Maisha menerima piringnya seraya merapal terima kasih. "Bapak enggak makan? Masa saya makan sendirian?" Tanyanya balik.
Ezar mengangguk singkat. Lelaki itu sibuk membuka bungkusan nasi berlogo rumah gadang - pembungkus nasi khas rumah makan Padang.

"Widih, Bapak suka nasi Padang, ya?" Komentar Maisha. Ezar mengangguk lagi. Lelaki itu lantas melabuhkan tatapan sekilas pada Maisha yang terlihat ribet saat akan menyuap makanan. Rambut panjangnya yang tergerai bebas menghalangi gerakan tangannya. Tanpa aba-aba, Ezar merapat ke belakang Maisha, tangannya sigap menguncir rambut Maisha.

Maisha membeku. Rasa laparnya mendadak menguap akibat diserang deguban aneh akibat ulah Pak Ezar barusan. Sekian detik lidahnya kelat sampai susah berkata-kata.

"Udah enggak ribet. Makan, Sha." Maisha menyahut dengan gelagapan.

Beberapa saat setelah kesadarannya kembali Maisha meraba rambutnya yang terkuncir rapat. Dia baru menyadari sesuatu. Matanya melayang pada Pak Ezar. "Bapak iketin rambut saya pake apa?"

Ezar tersenyum ganjil. "Pake karet, Sha," jawaban yang sontak memicu delikan Maisha.

"Jangan bilang itu karet bekas bungkus nasi Padang ya, Pak?" Yang ditanya refleks menguarkan tawa panjang.

"Udah, makan, jangan bawel, Sha. Lagian karetnya bersih, bukan bekas aneh-aneh," sahut Ezar santai.

"Enggak karet bekas bungkus nasi juga kali, Pak!" Maisha mencebik. Perasaan deg-degan yang tadi sempat menginvasi seketika lenyap berganti dengan sedikit dongkol. Maisha meraih jedai yang selalu dia bawa di dalam tasnya, mengganti ikatan menggunakan jepitan rambut miliknya.

"Habis ini mau langsung pulang, Sha?" Ezar bertanya usai merapikan piring bekas makannya dan Maisha. Lelaki itu duduk di seberang Maisha.

"Saya bingung Pak, nanti kalau ditanya orang rumah harus jawab apa ya? Biar mereka enggak curiga?"

"Kenapa kamu enggak jujur saja, Sha?"

Maisha menggeleng, belum berani berkata yang sebenarnya, takut papanya murka. Rumaisha putri kesayangan keluarganya diperlakukan dengan kasar dan semena-mena, pasti orangtunya tidak terima, terutama papa dan Eyang Kakung. Dan lagi, Maisha belum siap jadi bahan olokan mamanya andai semua tahu jika Rendra menang buruk. Pasti Rashita mamanya tidak akan segan untuk mengatakan 'kapok' pada Maisha. 

"Takut, Pak. Papa saya orangnya galak, sebenarnya saya enggak dibolehin pacaran sama Rendra, tapi saya yang ngotot, berharap bisa membuktikan kalau Rendra adalah laki-laki baik, tapi nyatanya ...." ada nada sendu dari ucapan Maisha. Matanya menyirat sesal sudah membela Rendra sampai sedemikian rupa. "Harusnya saya nurut aja waktu eyang kakung sama papa meminta saya buat kenalan dan lebih dekat sama cowo pilihan mereka." Pengimbuhan Maisha memantik atensi Ezar.

Ezar manggut-manggut menyimak cerita Maisha. Dalam benaknya sibuk bertanya-tanya, andai Maisha tahu kalau dirinyalah laki-laki yang digadang akan dijodohkan oleh orangtua gadis itu, akan seperti apa reaksi Maisha nantinya?

"Kadang kita enggak bisa memungkiri kalau feeling orangtua selalu tepat, Sha."

"Kalau Pak Ezar sendiri, kenapa bisa putus sama mantan Bapak yang kemarin itu?" Maisha masih menawan momen pertemuannya dengan mantan atasannya tempo hari di kafe.

"Enggak jodoh, Sha."

Maisha mencibir. "Alasan klasik, Pak. Nggak jodoh pasti ada problemnya kan, apa yang bikin enggak cocok, Pak?"

"Kepo kamu, Maisha." Skakmat Pak E. Lelaki itu kemudian berkata-kata lagi. "Weekend besok kamu boleh tidak usah ikut ke Surabaya, Sha. Saya paham, kamu pasti butuh waktu untuk pulih dari rasa trauma. Kalau perlu konsultasi ke psikolog-"

"Saya baik-baik aja, Pak. Enggak perlu konsul ke psikolog segala."

"Kali aja putus hubungan bikin kamu depresi."

"Daripada depresi, saya lebih syok sama perlakuan kasarnya. Saya masih gemetaran kalau ingat perlakuan dia, Pak. Tapi saya sadar enggak boleh terpuruk, apalagi menangis seseorang yang levelnya rendah macam dia. Daripada nangis, saya mau bangkit, mau buktiin kalau tanpa dia saya masih bisa hidup tenang."

"Saya paham, Maisha, makanya saya bebaskan kamu untuk enggak ikut ke Surabaya Jumat besok."

Maisha menggeleng. Justru sejak tadi dia berpikir ingin menggunakan waktu di Surabaya sebagai healing sejenak. Dia butuh suasana baru. Kalau bisa kerja sekaligus refreshing, kenapa tidak?

"Saya mau ikut kok, Pak." Tegas Maisha.

Ezar menatap sangsi. "Kamu enggak takut?"

"Takut apa, Pak?"

"Takut kalau saya macam-macam misalnya?"

"Pak Ezar bukan orang jahat, saya percaya kok. Lagian pake logika aja, enggak mungkin Bapak merusak integritas yang udah dibangun dari nol karena sebuah kesalahan kecil atau  hal bodoh. Nama baik perusahaan bakal jadi taruhannya. Bapak enggak segila itu saya rasa."

"Good. Saya suka sikap optimis kamu." Ezar tidak tahu itu pujian atau apa, yang jelas dia kagum akan sikap Maisha yang enggan terpuruk terlalu lama. Baru tadi dia menyaksikan gadis itu menatap hampa disertai napas yang menguar pendek-pendek akibat dikuasai rasa takut. Sekarang ekspresi Maisha berubah sangat optimis. Sikapnya tanpa sadar membuat Ezar terkesima. Maisha berusaha tegar, melupakan rasa sakit akibat perlakuan kasar sang mantan. Salah besar rupanya jika Ezar sempat mengira Rumaisha adalah tipikal gadis manja yang cengeng dan suka mengeluh.






______

















25-04-24
1200


Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro