27. I Choose You!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Happy baca 💜
Sorry for typo 🍓
.
.
.

"Setidaknya kamu empati dikit Mas, datang kesini jangan bawa-bawa perempuan. Apalagi jelas dia enggak ada hubungannya sama Rangga." Adalah statement Eliza masih masih belum terima kehadiran Maisha  di sana.

Tanpa banyak basa-basi, Ezar mengambil keputusan untuk meninggalkan ruang rawat Rangga, daripada harus buang-buang energi berdebat dengan sang mantan.

"apa kamu senyum-senyum gitu?" Hardik Maisha seraya melirik Ezar yang melangkah persis di sebelahnya. Usai sedikit ketegangan di ruang rawat Rangga, akhirnya Ezar memutuskan mengajak Maisha keluar. Dia tidak ingin kehadirannya menjadi penyebab keributan dan menganggu Rangga serta pasien lain. Meski benak Ezar masih dipenuhi keheranan, kenapa Eliza bisa bersikap defensif begitu? Sikap dan polahnya yang menampakkan ketidaksukaan saat melihat Maisha menarik kesimpulan, apakah perempuan itu cemburu?
Harusnya Eliza mengerti dan memahami setiap tindakan pasti menuai konsekuensi. Ingatan Ezar lantas terbang pada waktu mendengar pengakuan Eliza, jika gadis itu lelah menunggunya. Eliza bosan diabaikan. Muak dinomorduakan oleh Ezar yang lebih memilih menghabiskan banyak waktu di ruang kantornya. Lantas, apa Ezar salah jika ingin memberikan yang terbaik untuk perempuan yang dulu dia cintai? Dan, salah satu jalan menuju kesana adalah harus mengorbankan kebersamaan bersama Eliza.

Lantas setelah semua yang terjadi, apa masih layak Eliza menunjukkan rasa cemburunya pada Ezar?

Kalau benar begitu, Ezar ingin meresponsnya dengan tawa. Karena ....

Satu ... Eliza lah yang berpaling yang memutuskan sepihak hubungannya dengan Ezar. Padahal menurutnya saat itu dia dan perempuan itu baik-baik saja.

Dua ... Adalah hal lucu jika Eliza merasa cemburu pada Maisha sementara perempuan itu telah mengandung benih laki-laki lain dan mirisnya ayah si jabang bayi adalah adik tiri Ezar sendiri, Rangga.

Ketiga ... alasan terakhir ini sangat cukup membuat Ezar menciptakan premis jika benar Eliza tidak menyukai kehadiran Maisha, maka perempuan itu hanya buang-buang waktu, karena disadari sepenuh hati oleh Ezar, dia sangat tertarik dengan Maisha. Berniat serius dan tidak main-main atas segala ucapannya. Katakanlah dulu memang Ezar mendekati Maisha sebatas permintaan sang mama, tapi lambat laun Tuhan menumbuhkan rasa itu tanpa bisa diprediksi. Dia jatuh suka ... pada Rumaisha Shakila Mufti.

Ezar memamerkan senyum tipisnya. Akhir-akhir  ini engsel rahangnya seakan mendapat pelumas karena gampang sekali tertarik membentuk senyuman. Teringat perkataan Maisha yang penuh gebu menyatakan di depan Eliza kalau dia calon istrinya.

"Ditanya malah senyum terus, kenapa sih?" Airmuka Maisha menyirat penuh selidik.

"Lega saya, Sha," sahut Ezar santai.

"Lega kenapa?" Cecar Maisha jadi makin penasaran.

"Akhirnya tadi ada yang ngakuin kalau saya calon suaminya." Kalimat Ezar terdengar seperti sebuah sindiran. Jelas sekali ucapannya tertuju pada satu orang. Maisha lantas meresponsnya dengan menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan.

"Tadi itu ..." Sibuk mencari alibi yang tepat.

"Tadi itu beneran, kan, Maisha?"

"Enggak, cuma pura-pura."

Ezar menepuk dadanya seperti orang kesakitan. "Teganya, cuma pura-pura, sakit hati loh, saya, Sha." Kelakarnya. Maisha refleks tertawa.

"Jangan dibahas terus, jadi malu." Pinta Maisha. Mendadak perutnya terasa seperti dijungkir balik oleh godaan Ezar. "Lagian kamu enggak risih apa, sama sikapnya mantan kamu? Hidup lagi capek-capeknya kok disuruh jaga perasaan orang lain, sekalian aja saya bilang kayak tadi, Pak." Tawa Ezar pecah mendengar statement lucu Maisha. Tawanya lantas berubah menjadi senyuman lembut sebelum kembali melontarkan tanya.

"Maisha, coba jawab dulu, tadi itu beneran dari hati atau cuma basa-basi?" Karena Ezar tahu, menjawab pertanyaan dengan pertanyaan adalah salah satu trik yang kerapkali ampuh membuat si penanya gelagapan.

"Enggak tahu, refleks aja kok," aku Maisha. Benar, kan, gadis itu jadi gelagapan sendiri.  Lawan bicaranya manggut-manggut. Ada seutas senyum yang coba disembunyikan oleh Ezar mendapati tingkah Maisha.

"Biasanya yang refleks itu memang dari hati. Soalnya muncul dari alam bawah sadar."

"Sok tau kamu, Mas."

Obrolan mereka terdistrak. Ezar baru akan menyahut tapi urung ketika matanya menangkap nomor di depan pintu ruang rawat. Setelah keluar dari ruang perawatan Rangga, Ezar memberi ide untuk mampir sekalian membesuk eyang kakung. Toh sudah di sini, sayang kalau langsung pulang, dan Maisha mengiakan ajakan lelaki itu.

Keduanya berbarengan merapal salam . Ezar mengetuk  pintu dua kali, lantas menguaknya pelan. Wajah Tante Rishita adalah pemandangan pertama yang dilihat Ezar dan Maisha.

"Loh, hei, kalian kok sudah di sini aja?"  Rishita bertanya keheranan. Mamanya Maisha itu mengenakan setelan mukena, sepertinya habis salat Isya. Perempuan empat puluh lima tahun itu lantas menghela Maisha dan Ezar untuk duduk di sofa.

"Kamu kok enggak ngabarin mama kalau mau ke sini, Kak? Tau gitu mama nitip bawain baju ganti buat eyang." Pengimbuhan Rishita mendapat gelengan samar-samar dari Maisha.

"Maaf Ma, tadi juga dadakan kok, enggak ada rencana mau ke sini, tadi habis dari ruang anggrek, adiknya Mas Ezar kena musibah kecelakaan." Jelas Maisha. "Eyang gimana, Ma?"

"Loh, adiknya Ezar kecelakaan?" Kening Rishita berkerut dalam, ekspresinya memancar kaget.

"Iya, Tante."

"Terus sekarang gimana keadaannya?"

"Alhamdulillah enggak ada yang serius Tante, cuma lecet dan memar di kepala."

"Memar di kepala enggak bisa diabaikan loh, Zar, harus di-CT scan nanti, biar tahu kalau ada luka di dalam."

"Iya Tante, rencananya seperti itu," sahut Ezar. "Eyang gimana keadaannya, Tan?"

"Alhamdulillah sudah lebih baik. Habis minum obat tadi, terus tidur." Rishita menjawab tanya Ezar sembari mengeluarkan dua botol air mineral dingin dari dalam mini kulkas.; mengidolakannya pada putrinya dan atasannya Maisha itu.

"Tahu, enggak sih, Sha, Zar." Rishita berucap lagi. Nada bicaranya menyirat antusias. "Sepanjang hari ini eyang ngomongin kalian terus. Katanya lega, Maisha sudah mau menuruti permintaannya, malahan sudah bahas tanggal pernikahan, adat nikah dan segala macemnya." Mata Rishita membidik bergantian pada Ezar dan Maisha ketika bertutur. Senyumnya mengambang sempurna, sama seperti reaksi eyang kemarin saat Maisha mengiakan permintaan beliau.

Maisha dan Ezar saling bersitatap sejenak. Ezar mengangkat kedua bahu seakan lewat gesturenya ingin berkata; jangan protes sama saya, Maisha. Dia perhatikan wajah Maisha memerah, disertai gerakan bahunya yang sedikit merosot dari sandaran sofa.

"Maaf Tante, kita kesini enggak bawa apa-apa." Ezar memahami Maisha mungkin tidak nyaman membahas topik hubungan mereka. Secepatnya lelaki itu mengalihkan pembicaraan. Karena Ezar dan Maisha dadakan menyambangi ruang perawatan eyang tanpa membuat rencana sebelumnya.

"Tadi bawa sih, Ma, buah sama kue, tapi buat adiknya Mas Ezar. Maisha baru ngeh kalau eyang juga dirawat di sini. Makanya sekalian mampir."

Rishita mengibas tangan ke udara mendengar penuturan Ezar, "Bagus gitu, enggak usah bawa apa-apa kalau kesini, Ezar, ya." Pinta Rishita. Ezar hanya mengangguk sekilas, tentu permintaan itu tidak akan dituruti sepenuhnya. Besok saat membesuk eyang lagi, setidaknya Ezar akan membawa buah tangan.

"Eyang lagi tidur, takut ganggu Ma, Maisha pulang aja ya, besok after office ke sini lagi," cetus Maisha. Rishita mengangguk putrinya.

"Iya, jagain adeknya ya, Kak. Nanti papa ke sini habis Isya katanya, lagi jalan palingan."

Gantian Maisha yang mengaminkan pinta mamanya lewat anggukan singkat. Gadis itu memberi kode pada Ezar agar menyusulnya beranjak dari sofa.

"Ezar pamit dulu, Tante." Lelaki itu mencuri start salim tangan pada Rishita. Mamanya Maisha menyambut sekaligus berpesan agar hati-hati.

Maisha bergeming. Dia bingung harus membuka percakapan. Seharian ini terlalu banyak 'drama' yang dilalui. Dari yang super ringan menyoal dirinya sebagai bahan utama gosip orang-orang di Lazarus ; untuk urusan satu ini Maisha bodo amat. Lalu, situasi lain yang tak kalah dramanya adalah konfrontasi di rumah mamanya Ezar. Belum usai, masih berlanjut di ruang rawat Rangga, dan yang terakhir ucapan mama yang gamblang sekali membahas seluk beluk pernikahan, padahal Maisha baru membuat komitmen bersama Ezar. Belum ada sehari, tapi bahasan yang didengar tidak pernah jauh dari satu kata ; menikah.

"Sha, mau langsung pulang?" Ezar memecah hening.

"Iya, capek, ngantuk, mau tidur."

"Tidur aja, nanti kalau sampai rumah saya bangunkan." Ezar melirik sekilas. Wajah Maisha memancar kuyu. Gadis itu pasti lelah, pulang ngantor belum sempat istirahat sudah diajak kesana kemari. Maisha dan segala polahnya berhasil membetot perhatian Ezar. Sepertinya dia terkena tulah, dulu saja terang-terangan menolak ide sang mama untuk mendekati Maisha. Sekarang, semua yang ada pada gadis di sebelahnya itu menyita perhatian Ezar. Sorot mata Maisha, monyong bibirnya saat merajuk selalu berhasil membuat Ezar merasakan ritme jantung yang berdetak abnormal.

Masih sangat prematur menyebut hubungan ini sebagai cinta. Karena cinta yang sesungguhnya itu suci, tidak patut dikotori oleh hubungan yang belum jelas kehalalannya. Karena cinta lebih dari sekadar doa, untuk mendapatkannya tidak hanya dilangitkan, tapi butuh diperjuangkan, dibuktikan. Ezar sedang mengupayakan pembuktian itu dengan menseriusi Maisha.

Maisha bergerak gelisah. Matanya memejam, tapi beberapakali mengubah posisi duduk. Beberapa menit terpejam, mata bundarnya kembali terbuka sempurna. Sedikit menyerong menatap Ezar yang sedang fokus menyetir, Maisha lantas melontarkan tanya dengan rona tak sabar.

"Kamu kenapa sih, bisa seyakin itu sama saya, Mas? Kenapa yakin pilih saya?" Tanyanya berapi-api.

Respons Ezar adalah tersenyum tipis, menoleh Maisha sepintas, lantas menjawabnya, "Karena hidup itu pilihan, ya udah saya pilih hidup sama kamu, selamanya, makanya ayo kita menikah secepatnya ... Rumaisha Shakila Mufti."

______


Gemes bet sama Pak E. 🤐

Genks, siapkan dirimu untuk berpisah dengan Rumaisha dan Pak E. Tinggal beberapa bab aja.

Insyaallah cerita baru siap diluncurkan.
Hayo, tebak, yang mana?















20-08-24
1458

Tabik
Chan 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro