12. Menjual Emas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


            "Selesai."

Alma tersenyum lebar, berhasil melilitkan perban di kepala menutupi benjolan di dahinya. Kemudian meraih kotak kecil yang berisi perhiasaan nikahnya. Sejak hari pertama tinggal bersama Faris, dia sudah melepas perhiasan itu. Dan sekarang baru terpikir akan menjualnya ke toko perhiasan. Alma memasukkan perhiasan tersebut ke dalam tas kecil, lalu keluar dari kamar.

Sepi, suaminya kerja hari ini. Kesempatan baginya keluar rumah, tak sabar ingin cepat-cepat memegang banyak uang. Dia keluar dari rumah, berjalan santai sambil mencari toko emas terdekat melalui maps.

"Nah, nih dia."

"Tapi 4,1 km itu jauh gak ya?"

"Ah, bodoh amat. Yang penting gue sampai ke sana," ucapnya penuh semangat.

Hanya toko emas itu satu-satunya berjarak dekat dengan rumahnya. Alma begitu menikmati perjalanannya, dia bahkan bernyanyi sambil melompat-lompat seperti anak kecil. Setengah jam kemudian, ia pun tumbang. Terduduk di pinggir jalan, keringat bercucuran di tubuhnya. Dia sangat haus. Lupa membawa air minum dari rumah, mau membeli Alma tak punya uang sepeserpun.

"Huh." Dia berusaha mengatur napas yang tersengal-sengal.

"Hah, mati gue."

Ia menatap layar handphone, dua puluh menit lagi dia akan sampai di sana. Dengan susah payah Alma kembali berdiri dan melanjutkan langkahnya.

"Alma, lo pasti bisa!"

"Okey, jangan nyerah."

Dia terus berjalan dan menemukan masjid. Tak tahan lagi, kakinya terasa mau patah. Alma beristirahat sejenak, masuk ke dalam masjid. Kebetulan di dalam masjid ada air minum dus, ia bergegas mengambilnya dan beruntung air minum itu tersisa satu.

"Alhamdulillah."

Dengan penuh haru, Alma meminum air tersebut sampai tak tersisa. Ia sangat bersyukur mendapatkan air minum gratis. Menghilangkan penatnya, dia duduk beberapa menit, lalu melanjutkan perjalanannya. Tak pernah putus asa, akhirnya setelah sekian lama ia sampai di toko emas.

"Huh." Ia mencoba mengatur deruh napasnya, kemudian masuk ke dalam toko.

"Permisi, pak saya mau jual emas," ucapnya mengeluarkan kotak kecil di dalam tasnya.

"Oh ya, boleh," balas laki-laki paruh baya itu

"Ini berapa suku?" tanyanya pada Alma.

Alma tak mengingatnya. "Saya lupa pak itu berapa suku," ucapnya.

"Baik, saya cek dulu."

Penjual itu mengecek emas yang ada di dalam kotak kecil, ada satu cincin, kalung, gelang, serta sepasang anting. Melihat ada kursi kosong di dekatnya, Alma mendaratkan pantatnya. Duduk, sembari menunggu.

"Mbak, lihat ini," penjual itu memperlihatkan timbangan digital, dia menimbang emas milik Alma satu-persatu. Kemudian menjelaskan berapa gram emas tersebut dan jumlahnya.

"Jadi total seluruhnya 300 juta 55 ribu rupiah."

Alma mematung, matanya terbelalak. Jauh dari ekspektasi, tak menyangka Faris memberikan emas nikah berjumlah besar padanya.

"Waw," dia terpukau.

"Uangnya mau di transfer atau tunai?"

"Tunai," jawabnya cepat.

"Baik, tapi tunggu sebentar."

Laki-laki itu meminta karyawannya pergi mengambil uang pada istrinya, karena toko emas ini terhubung dengan kediaman mereka di belakang sana, tak membutuhkan waktu lama karyawan itu kembali membawa uang di dalam kantong plastik. Tak sabar ingin menyentuhnya, Alma langsung berdiri. Menyaksikan mereka menghitung uang tersebut sampai selesai, Alma mengambil uang pemberian mereka dan meletakkan uang ke dalam tasnya, lalu pamit pergi.

"Saya, permisi terima kasih," ucapnya bergegas keluar dari toko emas.

"Ya, sama-sama mbak."

Alma menuju ke pinggir jalan ingin menghentikan taksi. Namun, tiba-tiba seorang merampas tasnya dan naik ke atas motor yang letaknya tak jauh dari posisi Alma.

Alma terkejut, dia berlari mendekat pada mobil itu dan memukul jendela kaca mobil sekuatnya." WOI ANJING LO!" teriaknya emosi.

"BALIKIN TAS GUE!"

"WOY!"

"STOP."

"BERHENTI!"

"COPET!"

"TOLONG"

Ia berteriak histeris sambil mengejar pencuri. Mirisnya, tak ada satupun orang yang melihat kejadian tadi sehingga mereka hanya berlalu lalang dan menyaksikan Alma yang seperti orang gila di jalan. Alma terus berlari mengejar motor, ia melepaskan sepasang sepatu lalu melemparnya arah pelaku karena sangat kesal dan marah. Sayang sekali, sepatunya itu malah salah sasaran ke orang lain. Motor itu semakin cepat melaju meninggalkannya, Alma kehilangan jejak. Ia pun jatuh tak berdaya, kakinya terasa begitu sakit dan lemas.

"Ya, Allah. Cabut nyawaku," ucapnya pasrah.

Laki-laki pencuri itu memakai topi, serta setengah wajahnya tertutup bandana hitam. Postur badannya terlihat tak asing bagi Alma. Wanita itu tidak tahu, laki-laki tersebut adalah Supri, sopir pribadi Faris, yang sengaja diperintahkan Faris memata-matai Alma.

***

"Alhamdulillahirobbil alamin."

Waktu dakwah hari ini telah usai, sekarang Faris baru saja menyelesaikan shalat ashar. Ia meneguk sebotol air mineral, menghilangkan rasa dahaga. Kemudian bergegas pulang ke rumah mengendarai mobil sendirian. Dia sangat khawatir pada Alma. Bahkan setelah menikah, ia mengurangi waktu kerja demi istrinya. Pulang tak lagi malam, kecuali ada suatu acara memperingati hari besar Islam seperti besok. Senyum mengembang di pipinya, mengingat besok adalah hari Isra Mi'raj. Jadwal ceramahnya pun penuh dari pagi hingga malam dan di lokasi yang berbeda-beda. Sebenarnya, dia mendapatkan tawaran menginap malam ini di salah satu hotel bintang lima dengan penjagaan yang ketat, tapi Faris tidak mau meninggalkan istrinya bermalam sendirian. Apalagi istrinya selalu bertingkah, walaupun wanita itu sering marah-marah, berteriak dan berkata kasar padanya, Faris tak pernah kesal atau membenci Alma.

Setengah jam Faris sudah sampai di depan pagar rumahnya, sorot matanya tertuju pada Supri yang membuka pagar untuknya. Faris menurunkan kaca mobil.

"Assalamualaikum, terima kasih wahai sahabatku" salam Faris.

"Waalaikumsalam, sama-sama wahai Ustadz ku," balas Supri.

"Bagaimana dengan Alma? Apa dia baik-baik saja hari ini?"

"Nah, Tadz. Istri lo itu benar-benar gila," Supri mulai heboh.

"Gak baca apa chat dari gua?" lanjutnya.

"Mana sempat, Prik."

"Benar-benar sinting tuh orang, jujur gue gak suka sama dia. Tadz, lo yakin bisa bimbing dia? Kayaknya engga, deh. Wanita itu udah gak bisa diselamatin lagi, iblis dia!"

"Prik, jangan begitu."

"Iya, iya. Gue tahu, lo cinta sama dia. Dia istri lo, tapi dia gak pernah tuh nganggep lo suaminya malah selingkuh dia. Udah Tadz, lo itu sempurna banyak noh wanita di luar sono yang ngantri mau jadi istri lo. Talak aja wanita iblis gak tahu diri itu!"

"Astagfirullahaladzim, Prik. Jangan berkata begitu!"

Dari tatapan mata yang berubah tajam dan nada bicaranya sedikit tinggi, menurut pemikiran Supri sahabatnya itu sudah kehilangan akal. Bagaimana bisa seorang Ustadz sepertinya mencintai wanita kurang ajar, pikir Supri. Dia tak akan membiarkan Faris terjerumus dan menjadi budak cinta wanita yang membuatnya kesal beberapa hari yang lalu. Sungguh, wanita adalah godaan besar bagi pria.

"Lo tuh buka mata lebar-lebar, heran gua. Hati lo terbuat dari apa sih? Toh ya, asal lo tahu hari ini dia jual emas kawin pemberian lo!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro