4. Berikan Cahaya di Hidupnya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Faris terbangun, sudah terbiasa bangun di sepertiga malam. Ia beranjak dari sofa, lehernya terasa sakit tidur di sini. Ia segera mengambil wudhu, setelah itu shalat tahajud dengan khusyuk. Selesai sholat, Faris berdzikir lalu menengadahkan tangan. Memuji Allah SWT. Berdoa, tak bisa menahan air matanya. Setiap kali berdoa selesai tahajud ia selalu menangis. Hatinya gemetar, takut akan Allah dan memohon ampunannya. Faris juga mendoakan dirinya, istrinya dan keluarganya.

"Ya, Allah. Berikanlah saya hidayah dan saya meminta hidayah kepadamu untuk keluarga saya. Terutama istri saya, berilah kebenaran dan cahaya di hidupnya. Hingga akan menjadikannya istri yang saleha dan ratu bidadari untuk saya yang tidak hanya di dunia, tapi di surga Mu juga."

Itulah doanya. Selanjutnya Faris melaksanan shalat witir satu rakaat sebagai penutup dari ibadah sholat tahajud. Melihat sedikit lagi waktu subuh tiba, Faris ingin membangunkan istrinya mengajaknya shalat berjamaah. Namun, ketika berada di depan pintu kamar, Faris baru ingat jika istrinya sedang haid. Ia tak tahu istrinya haid hari keberapa, dengan ragu Faris membuka pintu. Ia berharap kemarin adalah hari terakhir Alma haid. Pintu kamar tak di kunci, Faris mendekat pada istrinya yang sedang terlelap. Disaat tidurpun Alma terlihat sangat cantik, Faris tersenyum tipis. Ia menyentuh bahu istrinya dengan lembut.

"Alma," panggilnya.

"Alma."

"Apa kamu masih haid?"

"Ayo shalat subuh."

Merasa terusik, Alma menarik selimut sampai ke kepalanya. Ia setengah sadar.

"Alma."

"Kamu masih haid, ya?" tanya Faris.

Kesal mendengar suaranya yang tak kunjung hilang. Alma menyingkirkan selimut dari badannya, mengubah posisi menjadi duduk.

"Haid, haid, haid. Siapa yang lagi haid?!" teriaknya.

Faris terkejut, ternyata Alma membohonginya. Sadar keceplosan, Alma terdiam mematung.

"Astagfirullahaladzim." Faris menggeleng-gelengkan kepala, tetap sabar.

"Kamu berbohong?"

Bingung mau bicara apa, ia sudah tertangkap basah. Alma menyelipkan rambutnya ke belakang daun telinga. Pasrah atas apa yang akan dilakukan sang suami padanya. Punya suami Ustadz sangatlah sulit, katanya.

Alma mengira suaminya akan menceramahinya atau memukulnya. Jauh dari dugaan, Faris malah menggendongnya. Mengangkat badan mungilnya keluar dari kamar. Alma spontan mengalungkan tangannya pada leher Faris, matanya seakan terhipnotis dengan ketampanan suaminya yang dilihat dari jarak begitu dekat. Ia bahkan tak memberontak, Faris membawanya ke tempat wudhu di dalam rumah.

"Silahkan berwudhu," kata Faris menurunkannya tepat di depan kran air.

Tanpa basa-basi Alma langsung berwudhu. Azan berbunyi di daerah sekitar sini, tepat sekali. Ini pertama kalinya Faris shalat subuh berjamaah dengan istrinya. Selesai sholat, Faris pun berdoa. Sebegitu bencinya sang istri padanya, berdoa saja tak di Aamiin 'kan, pikir Faris. Setelah selesai berdoa, Faris membalikkan badan ke belakang. Alangkah terkejutnya ia melihat Alma menghilang, entah sejak kapan. Hanya ada mukenah yang terdampar di atas sejadah. Faris beristigfar berkali-kali sambil mengelus dada. Ia melipat mukenah milik istrinya, lalu keluar dari ruang sholat ini. Ia akan memberikan ilmu tentang keistimewaan doa pada istrinya, agar tak kabur lagi nanti. Namun, saat membuka sedikit pintu kamar, sorot mata langsung tertuju pada istrinya yang sedang tertidur pulas. Ia jadi tak tega membangunkannya. Faris menutup pintu kamar kembali.

"Tashbakhu 'alal khoir."

(Selamat tidur.)

***

Assalamualaikum, hari ini saya mengajar di pondok pulangnya mungkin sore. Tolong sarapan ini di makan dan saya udah siapin uang untuk kamu buat makan siang nanti dan silahkan belanja keperluan kamu tapi jangan boros (mubadzirin). Maaf saya pergi tanpa izin.

Alma bergegas mengambil isi di dalam amplop kuning. Matanya membesar, berbinar-binar melihat sepuluh lembar uang berwarna merah dan sumringah.

"Uang," pekiknya kegirangan melompat-lompat.

"Ternyata selain penceramah dia juga guru."

"Ah, seneng banget gue."

Alma meremukkan surat dari suaminya, lalu membuangnya ke kotak sampah. Sorot matanya tertuju pada tumpukan kertas yang remuk di dalam kotak sampah.

"Kenapa ada banyak kertas di sini?"

"Ah, bodoh amat."

Ia kembali naik ke lantai atas masuk ke dalam kamarnya, mengabaikan nasi goreng yang dimasak oleh Faris dan kertas-kertas di dalam kotak sampah itu adalah ulah suaminya sendiri. Faris bukanlah lelaki yang pandai merangkai kata yang indah, sebab itulah ia banyak membuang suratnya karena tak percaya diri. Sampai menemukan kata-kata yang menurutnya tepat dan layak dibaca oleh istrinya. Dengan jantung berdebar, ini pertama kalinya Faris menulis surat untuk seorang wanita. Mungkin seperti itulah rasanya menulis surat cinta.

Alma meraih handphone, spam chat pada grup yang beranggotakan Kevin dan dua pasangan sejoli itu. Meminta mereka datang ke rumah. Alma juga memfoto uang yang diberikan suaminya, lalu mengirim foto itu ke grup chat mereka.

Gaesssss.

Buruan ke sini.

Uang nihhhhh.

Ayo berpesta pora.

Tak membutuhkan waktu lama, kurang lebih dua puluh menit mereka datang ke sini. Alma langsung memeluk erat kekasihnya. Satu minggu tak bertemu, dilarang orang tuanya keluar rumah karena mau menikah, Alma sangat merindukannya.

"I miss you."

"I miss you too," balas Kevin.

"Wah, rumah lo gede juga," ucap Wahyu, sambil berkacak pinggang memperhatikan sekeliling.

"Eh, katanya mau pesta, mana persiapannya? Jangan bilang belum dibeli?" Fara menepuk bahu Alma, mengingatkan sahabatnya itu.

"Emang belum," balas Alma tercengir.

"Astaga, gimana sih, katanya mau ngegrill?"

"Gak punya kendaraan, Fara."

"Yaudah, dari pada kalian ribut mending sekarang langsung belanja aja ntar keburu dia pulang lagi. Ayo, sayang." Kevin merangkul leher kekasihnya, membawanya keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil.

Tak ingin hubungannya ketahuan, mereka harus pergi sebelum Ustadz itu pulang. Untung rumahnya tak ada CCTV. Sekarang kedua pasangan itu pergi berbelanja, membeli bahan-bahan dan panggangan grill. Serta yang paling utama, anggur merah. Sudah lama mereka tak meminum minuman beralkohol itu, terakhir kali dua minggu yang lalu di klub malam.

Sudah menemukan semua yang dicari, Alma bergegas membayarnya ke kasir. Kemudian pulang ke rumah bersama kekasihnya. Pesta pun di mulai. Memutar musik DJ di youtube melalui TV dan membuat keadaan jadi gelap, menutup semua hordeng serta mematikan semua lampu kecuali cahaya kemerlip TV. Mereka memanggang daging sambil berjoget. Melihat daging sudah mulai kecokelatan, Alma mengoleskan bumbu pada daging, lalu menyuapi kekasihnya. Ia tertawa renyah, Kevin mengipas mulut dengan kedua tangannya. Daging itu masih panas, terlanjur memakannya Kevin langsung menelannya. Ia ingin membalas perbuatan kekasihnya, mendekap mungil Alma agar tak kabur dan memaksanya memakan daging yang baru saja diambil dari pemanggangan.

Wahyu dan Fara, pasangan ini sama-sama menyukai anggur merah. Keduanya tampak menikmati daging panggang sambil dugem dan minum. Dunia seakan milik mereka. Tak terasa tiga jam berlalu. Kevin mematikan musik, memandangi pacar dan kedua sahabatnya sekarang sedang mabuk. Ia memutuskan tak ikut minum karena siapa yang akan mengendarai mobil Fara nanti, sedangkan sekarang sudah sore Kevin tak ingin kepergok oleh Ustadz Faris.

Waktunya membawa kedua sahabatnya pergi dari sini. Kevin menghentikan Alma yang masih terus minum, menjauhkan minuman dari Alma.

"Aku pulang, ya." Kevin mencium kening Alma, lalu membawa Wahyu dan Fara dengan susah payah keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil.

Kevin menghela napas legah, kedua sahabatnya yang duduk di belakang berkata tak jelas dan tertawa-tawa. Kevin menggeleng-gelengkan kepala, membayangkan keadaannya saat mabuk mungkin seperti itulah. Ia mulai melajukan mobil, pulang bersama mereka.

Tak lama Kevin pergi, Faris pulang diantar sopir pribadinya. Ia masuk ke dalam rumah dan mengucapkan salam.

"Assalamualaikum."

Faris tampak heran, entah mengapa rumah ini begitu gelap. Ia menyalakan lampu di ruang tamunya ini.

Prang!

Suara benda jatuh dan pecah di ruang tengah, Faris bergegas menuju ke sana dan menyalakan lampu

"Astagfirullahaladzim."

Matanya melotot melihat benda yang jatuh itu ternyata botol minuman beralkohol, selain itu juga ada beberapa botol di atas meja yang sudah tak ada isinya. Ruang ini bagai kapal pecah, sangat berantakan. Bantal sofa ada di mana-mana dan begitu pula dengan sampah makanan ringan. Hatinya seperti tertikam melihat istrinya menggerutu tak jelas dengan wajah terbenam di atas meja.

"Dasar orang tua gila!" teriaknya.

"Beraninya nikahin gue dengan Ustadz gadungan itu!"

"Aaaaaa!"

"Gue punya pacar, apa kalian gak tahu?!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro