Hujan Membuatku Rindu :: 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kyunki Tum Hi Ho 🎶

Ab Tum Hi Ho 🎶

Zindagi ab Tum Hi Ho 🎶

Chain bhi, mera dard bhi 🎶

Meri aashiqui ab Tum Hi Ho 🎶

Tumhi Ho ... tumhi Ho .... 🎶

Alarm handphone yang berbunyi dengan memunculkan nada dering berupa lagu India "Tum Hi Ho" dinyanyikan oleh Arijit Singh itu mati saat Aliyya terbangun.

Aliyya menggeliat dengan malas. Dalam keadaan setengah sadar, Aliyya meletakkan kembali benda mungil yang menghebohkan setiap sudut kamarnya di atas nakas--tepat di samping tempat tidur. Jam di handphone-nya memperlihatkan angka 06.42. Masih terlalu pagi untuk mandi, sarapan, lalu pergi ke kampus. Aliyya memeluk boneka pandanya dan kembali memejamkan mata.

Bersama angan-angan di alam bawah sadar, jarum jam bergerak. Sepuluh menit kemudian, sebuah suara yang mengganggu kembali meriuhkan seluruh penjuru kamar.

Apa salah dan dosaku, Sayang 🎶

Cinta suciku kau buang-buang 🎶

Lihat jurus yang 'kan kuberikan 🎶

Jarang goyang, jarang goyang 🎶

Sayang, janganlah kau waton serem 🎶

Hubungan kita semua adem 🎶

Tapi sekarang kecut bagaikan asem 🎶

Semar mesem, semar mesem 🎶

"Aaaa ... siapa yang nelpon?" gumam Aliyya sambil meraih handphone-nya, lalu menggeser ikon hijau pada layar bersamaan dengan hilangnya suara yang mengganggu, dan mendekatkan handphone itu ke telinga. "Halo, assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Liyya!"

"Loh? Avivah?" Mata Aliyya terbuka lebar. "Lo ke mana aja? Gue kangen tauk, huhuhu ...."

Avivah tertawa tipis. "Gue di planet EXO, hehe. By the way, gue juga kangen, nih. Padahal baru dua minggu engga ketemu."

"Bangun, Vah! Mana ada planet EXO. Mimpinya ketinggian, nanti jatuh, 'kan sakit."

"Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang. Bapak proklamator, Bung Karno."

"Iya, iya. Lo menang, gue kalah." Aliyya merengut kesal, sementara Avivah tertawa. "Oh iya, gimana OSPEK-nya? Lancar?"

"Nah, iya, gue mau cerita, nih. Alhamdulillah OSPEK-nya lancar. Tapi gue baru sadar--"

"Apa?" potong Aliyya karena penasaran.

"Ternyata doi gue engga ada! Entah engga keterima, atau kampus lain," rengek Avivah.

"Lo salah kampus engga?"

Avivah menggeleng-geleng, tanpa dilihat Aliyya. "Enggalah. Malah gue satu kampus, satu fakultas, satu kelas dengan Fahri."

"Itu namanya nasib," ejek Aliyya sambil tertawa. "Inget, kalo jodoh pasti dipertemukan, entah kapan dan dimana."

"Nyebelin!"

"Oh iya, lo dengan Fahri jurusan apa? Engga nyangka kalian satu kelas lagi. Jodoh?"

Avivah mendengus. "Jurusan ekonomi. Lo sendiri gimana? Rangga? Rafly?"

"Gue, Rangga, dan Rafly satu kampus, tapi beda jurusan. Gue FKM, sementara Rangga dan Rafly hukum, Rara kuliah di Bandung."

"Loh? Kasian Rafly, harus LDR-an."

"Iya. Semoga langgeng, deh."

"Amiiin ...," Avivah terdiam sejenak, lalu berkata, "Li, gue mau capcus ke kampus, nih. Entar gue telepon lagi, yaw."

"Yaaah ... cepat banget." Aliyya mengerucutkan bibirnya. "Masih pagi. Emangnya lo masuk jam berapa, Vah?"

"Jam delapan."

Lantas Aliyya beralih menatap jam dinding kamar. Matanya melotot, dapat dikatakan hampir keluar. "Jam tujuh lewat! Gue belom mandi, Vah! Kenapa engga kasih tau?"

"Lo engga nanya, sih," jawab Avivah polos.

"Iiih. Ya udah deh, gue mau mandi, nih. Soalnya masuk jam delapan juga."

"Oke, gue doain semoga engga telat." Avivah tertawa. "Daaah ... assalamualaikum."

"Sip. Waalaikumussalam." Aliyya segera mematikan sambungan. Dia mengempaskan handphone-nya ke samping, lalu dengan cepat beranjak dari tempat tidur. Mengambil handuk dan berlari ke kamar mandi.

☔☔☔

Aliyya berdecak kesal. Ayahnya telah pergi bekerja setengah jam yang lalu, membuatnya harus naik angkot ke kampus. Dia akui, sepenuhnya ialah salah dirinya. Sepertinya dia harus mengganti lagu untuk alarm handphone-nya. Tapi, lagu apa yang cocok?

Aliyya melebarkan langkahnya saat sebentar lagi mencapai pagar rumah. Cepat-cepat dia membuka pagar besi berwarna hitam itu, lalu keluar, dan menutupnya kembali. Baru saja dua langkah, terdengar suara derum motor yang berhenti di samping gadis itu.

"Rangga?" Aliyya mengernyit, menatap lelaki yang tertutup helm. Dia hapal siapa lelaki itu. "Lo baru mau pergi ke kampus juga?"

"Yo'i. Lo juga, 'kan? Ayo, naik!" ajak Rangga. "Bentar lagi hujan. Daripada lo telat? Kesempatan engga datang dua kali."

Aliyya langsung mendongak, dan benar saja warna kelabu menghiasi beberapa awan. Gadis itu tersenyum lebar. "Oke! Rejeki anak sholeh emang engga kemana."

Rangga tersenyum kecut.

☔☔☔

Aliyya menaiki anak demi anak tangga menuju kafetaria kampus. Untungnya dia tidak kesulitan mencari kafetaria; salah satu fasilitas yang disediakan kampus itu. Pasalnya telah diberitahu senior ketika OSPEK yang berat, tetapi menyenangkan.

Gadis yang memegang dua buku 'non-fiksi' itu masih ingat saat dirinya dikejar deadline tugas-tugas dari senior. Ya, beragam tugas diberikan. Mulai dari tugas individu, seperti menulis artikel dengan tema tertentu. Hingga tugas kelompok, seperti membuat karya atau project sesuai keahlian kejurusan.

Sesampainya di kafetaria, Aliyya mengedarkan pandangannya. Menoleh kesana-kemari, mencari meja yang kosong. Pencariannya terhenti ketika melihat seseorang melambaikan tangan ke arahnya. Itu Ayu. Teman yang mulai akrab dengannya saat hari pertama OSPEK universitas.

Aliyya segera berjalan menuju meja yang hanya Ayu tempati saat ini. "Thanks, Yu."

"Woke. Ah iya, pesen makanan dulu, Li."

"Oke."

Setelah memesan makanan, mereka berdua memilih berbincang sembari menunggu. Dua menit kemudian, seorang lelaki datang menghampiri meja mereka; Aliyya dan Ayu.

"Hai!"
.
.
.
Bersambung ...

Heyhoo~~
Betewe, ada yang pake alarm HP?
Kalo ada, pake nada dering apa, nih?
Atau ada yang sama kayak Aliyya😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro