♡21: Berkelahi♡

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tindaslah aku terus. Aku memang tidak semestinya dilahirkan."
—Bulan Faressa—

Sekeliling mereka tidak lagi sepi. Sudah banyak yang mengelilingi dan mulai berbisik-bisik. Seperti biasa, ada yang mulai bertaruh siapa yang akan menang dalam adu bacot ini.

Sungguh, Bulan paling benci dengan situasi ini. Dia selalu berusaha untuk mencari aman. Kesialan apa lagi ini? Tidak cukupkah dia dimarahin sama orang tuanya, lalu dihukum karena telat. Lantas, masih kurangkah semesta membuatnya menderita?

Kenapa tidak sekalian saja mengambil nyawanya? Ia sudah muak hidup di dunia sialan ini. Masih banyak orang yang lebih berharga untuk hidup tapi kondisi mereka sakit, lebih baik nafasnya atau organ tubuhnya disumbangkan saja!

Kalau tidak, lebih baik ia mulai merencanakan misi bunuh diri saja sepertinya.

Melihat Bulan yang larut dalam pikirannya membuat Lavenia dan Rida kesal melihatnya. Mereka merasa seperti diabaikan oleh adik kelas sialan ini.

“Oh, dasar anak tidak tahu diri. Diajar enggak sopan santun enggak sih? Udah jadi beban keluarga sekarang nambah aja julukan lo! Mau tempe enggak?” tanya Lavenia gemas.

“Heh, tahu bukan tempe. Lo lapar apa gimana, deh?” tanya Rida sambil mengerutkan keningnya.

“Oh iya itu. Sorry deh ya, sistur. Ini akibat gue terlalu emosi sama nih bocah!”

Sementara mereka masih beradu debat, gadis itu memutar bola matanya. Ia jenuh mendengar pembicaraan tidak berfaedah ini. Lebih baik ia pergi ke kelas dan mengademkan diri setelah berpanas-panasan.

Melihat adik kelasnya masih saja mengabaikannya, membuat emosinya semakin memuncak. Langsung saja dijambak rambut Bulan dan ditinju pipinya keras. Tindakan Rida memicu pekikan keras dari siswa-siswi yang menonton sedari tadi.

Rida memang sudah dari kecil belajar bela diri, sayangnya tidak digunakan sebagaimana mestinya. Ia malah memanfaatkan kemampuannya untuk menindas orang yang tidak disukainya.

Baru saja Rida mau memukul Bulan lagi, lengannya sudah ditahan oleh seseorang.

“Heh! Apa-apaan sih Rida? Kesambet apaan jadi mukulin orang di siang bolong kek gini?” ujar Joy kesal.

“Loh, lo yang apa-apaan Joy. Masa cewek jelek kayak nenek lampir gini lo belain? Dih, kira-kira dong. Lagian banyak lagi yang lebih cantik dari nih orang. Kenapa lo belain hah?”

Joy menggeleng heran, kadang ia tidak paham kenapa kebanyakan orang lebih suka menomorsatukan kekerasan dibandingkan akal? Bukannya lebih enak kalau diskusi baik-baik dibandingkan main hajar kayak gini.

“Kamu yang bener dong. Masa kakak kelas kelakuan kayak gini. Kamu enggak lihat banyak yang nontonin kalian berantem? Enggak malu dilihat kayak gitu?”

Rida menatap cowok itu dengan kesal.

“Lo enggak lihat ada siapa di sebelah gue? Lo enggak lihat betapa dia berjuang nungguin lo tapi lo malah mutusin hubungan gitu aja?”

Joy dia baru sadar ada orang di belakang cewek tukang berantem itu. Situasi memang ramai dan ia tidak terlalu pusing dengan siapa saja yang ada di sana.

Baginya hanya Bulan yang penting dan layak ia perhatikan, bukan yang lain. Tapi, kenapa hatinya mulai bimbang melihat hadirnya gadis itu.

“Lavenia? Sejak kapan kamu di sini?” tanya Joy gugup.

Lavenia mulai tersenyum manis, menurut firasatnya cowok di depannya ini masih menyimpan rasa untuknya. Dia memegang tangan Joy erat.

“Kenapa? Seneng ya?” tanya Lavenia balik.

“Aduh, pasangan kasmaran. Kita mah jadi nyamuk aja di antara kalian,” canda Rida sambil menyenggol lengan Lavenia.

Sejenak cowok itu larut dalam bayang-bayang masa lalu. Di mana dia merasa kalau dia adalah orang paling beruntung karena cintanya diterima oleh Lavenia, sang primadona di sekolahnya.

Cewek itu terlalu sempurna untuk dia yang saat itu tidak setampan sekarang. Yah, semuanya memang indah sebelum dia merusak segalanya.

Suasana terlalu ricuh hingga mengundang orang lain datang ke lokasi kejadian, termasuk Sky dan Abi.

Dua orang itu sudah gemas melihat anak murid mereka berkelakuan seperti itu. Bagaimana bisa memilih ricuh dimana seharusnya mereka duduk manis dan menunggu guru tiba di kelas?

“BERHENTI SEMUA! MASUK KE KELAS!” teriak Abi lantang. Pria itu memang sudah kesal dari pagi. Itu mengapa melihat apa saja yang tidak beres hari ini akan direspon dengan amarah.

Suasana langsung senyap dan mereka bubar jalan ke kelas masing-masing. Kini, tersisa Lavenia, Rida dan Bulan yang sudah tidak karuan lagi modelnya. Rambut yang acak-acakan dan pipi yang biru akibat tonjokan Rida.

Bulan hanya diam dan memegang pipinya. Dia memang begitu, mau dihantam seperti apapun hanya akan diam dan menerima tanpa membalas.

Ya, dia bukannya tidak ingin membalas dan memberontak. Hanya saja kejadian tadi malam cukup membuatnya terpukul. Ia tidak mau menjadi anak durhaka dan memberontak lagi kepada siapapun yang menindasnya. Ia sudah lelah.

“Apa-apaan ini? Kalian bereempat ikut ke ruangan saya,” tandas Sky dingin.

“Eh, pak! Joy enggak terlibat kok,” ujar Lavenia.

“Udah, diem. Semua ikut saya.”

Dia kaget melihat orang-orang yang membuat kericuhan siang ini. Gadis cantiknya terlibat? Bagaimana bisa? Sky tahu betul kalau Bulan tidak suka dengan permusuhan, ia lebih cinta damai.

Mereka dalam perjalanan menuju ke ruangan Sky. Pria itu melirik ke arah Bulan, tapi yang diperhatikan tidak menyadari atau mungkin pura-pura tidak menyadari.

Hingga mereka sampai di ruangan, gadis itu masih diam.

“Jelaskan sekarang.”
Lavenia dan Rida saling melirik lalu mulai menjelaskan kronologinya.

“Pak, yang bersalah itu adik kelas ini nih. Bisa-bisanya dia nabrak kami abis itu malah maki-maki kami lagi pak,” ujar Rida menggebu-gebu.

“Bener banget pak! Adik kelas ini nih yang main nonjok saya duluan. Masa orang lagi lewat santai-santai malah dipukulin. Kurang ajar banget. Untung ada Rida yang belain saya.”

Delapan pasang mata menatap Rida dan Lavenia dengan tatapan terkejut. Bulan ingin sekali memberontak, tapi lidahnya kelu. Abi melirik Bulan sinis.

“Benar itu? Benar-benar ya. Belum puas ternyata dihukum tadi? Kamu kan yang saya hukum karena terlambat? Ngaku enggak?” tanya Abi
Gadis itu menarik napas panjang berusaha mencari kekuatan.

“I-iya, Pak.”

“Nah! Mau kamu apa sih? Mereka kakak kelas kamu. Kamu enggak diajarkan sopan santun?”

Sekarang gantian Sky yang melirik tajam Abi.

“Maaf Pak Abi. Tidak baik kita hanya bertanya kepada Rida dan Lavenia. Bukankah kita harus objektif bukan subjektif?” tanya Sky pelan. Ia masih berusaha bersabar menghadapi Abi.

Bukannya mengiyakan, ia malah menghembuskan nafas dengan gusar.

“Sudahlah. Kalian bertiga dihukum. Objektif kan saya bukan subjektif?” tanya Abi menyindir Sky.

“APA PAK? KOK KAMI DIHUKUM?!” pekik Rida dan Lavenia bersamaan.
Abi lagi-lagi menghela napas.

Bisa-bisa dia melempar meja saking kesalnya menghadapi remaja labil di depannya ini.

“Hukuman kalian adalah mengecat di dinding bangunan kesenian. Enggak ada protes atau hukuman kalian saya tambah.”

Selepas itu Sky dan Abi meminta mereka pergi dari ruangan dan kembali ke kelas.

Tinggal mereka berdua dan Abi tahu dia akan beradu debat dengan Sky. Ia tahu temannya itu sudah melirik tidak suka padanya sejak ia memarahi Bulan. Tapi, dia terpaksa.

UWA! GIMANA BAB INI?

TERIMA KASIH UDAH MAMPIR!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro