♡9 : Rencana ♡

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hidupku jauh lebih berwarna
sejak kamu hadir."

-Joy Blessing-

Keduanya masih terdiam dan saling menatap. Namun, siapa yang tahu di dalam hati perasaan mereka sedang berkecamuk tidak karuan?

“Pak? Bapak bisa dengar suara saya, ‘kan?” tanya Joy dengan santainya.

Jika mereka tidak berada di Unit Kesehatan Sekolah, pasti Sky sudah mengumpat pada siswa ini.

Dia melirik ke saku di seragamnya, ia hendak melihat siapa nama siswa yang tidak sopan padanya ini.

Lalu, menghela napas panjang.
“Tidak semua pesan perlu disampaikan, tidak semua tindakan harus dijelaskan alasannya, bukan?” elak Sky padanya.

Tentu saja Joy tidak puas mendengar jawaban gurunya itu.

“Tidak ada asap jika tidak ada api. Terakhir saya lihat, bapak masih mengajar di kelas. Mengapa bisa ada di ruangan ini?” tanya Joy sekali lagi.

“Manusia diberikan telinga dua dan bibir satu. Kamu tahu apa artinya?” tanya Sky random.

Joy tertawa mengejek pertanyaan gurunya itu.

“Telinga buat mendengar dan bibir untuk berbicara. Apa hubungannya dengan pertanyaan saya, Pak?” tanya Joy bingung.

“Manusia diberikan telinga dua supaya lebih banyak mendengar dibandingkan berbicara. Jadi, dengarkan jawaban saya tadi. Tidak semua alasan harus disampaikan.”

Joy masih tidak menerima jawaban yang diberikan, ia belum mendapatkan jawaban yang ingin diketahuinya.

“Bukankah tadi bapak bilang untuk belajar mendengar? Lantas, mengapa sebagai guru tidak bapak contohkan untuk belajar mendengar? Bagaimana bisa saya menurut jika bapak sendiri tidak mencontohkan yang bapak bilang,” jelas Joy dengan mantap.

Ia bersyukur memiliki mental baja yang kadang membuatnya menjadi tidak punya malu.

Dia tidak takut akan kena hukuman atau dianggap sebagai siswa yang tidak tahu diri, dia tidak perduli.

Baginya, selagi orang yang disayanginya tetap percaya padanya maka tidak ada yang perlu diragukan.

Baginya hidup itu panggung sandiwara yang baik kepada pemeran antagonis, sedangkan pemeran protagonist tetap ditindas hingga nelangsa.

Hidup tidak pernah baik, selalu ada tujuan dari sebuah sikap. Jangan pernah percaya dengan manusia, karena tidak ada manusia yang baik.

Bertahan hidup saja sudah memerlukan perjuangan, terlebih menerima masa lalu dan tetap berjalan menuju masa depan.

Joy selalu menutup hatinya, tidak membiarkan seorang pun masuk, karena orang itu akan menjadi orang yang penting baginya.

Dia akan membutuhkan orang itu dan dia benci berpisah dengan orang yang penting baginya.

Ia sudah pernah mengalami hal ini satu kali, dia tidak mau terjadi untuk kedua kalinya. Itulah mengapa dia begitu menutup hatinya.

Sayangnya, gadis yang terbaring ini sudah berhasil masuk dan menghancurkan benteng pertahanannya.

Oleh karena Bulan penting baginya, dia tidak suka melihat ada lelaki lain yang perhatian padanya. Baginya, Sky adalah ancaman.

Mereka masih bersitegang, berpegang teguh pada pendirian masing-masing hanya akan memperpanjang masalah. Masalah yang seharusnya tidak perlu diributkan sama sekali.

Sky menghela napas sembari memijat keningnya, rasanya pusing beradu debat dengan bocah yang tidak tahu tata krama.

Di mana sopan santunnya terhadap orang yang lebih tua dari dia? Sky turut prihatin dengan orang tuanya, bocah itu hanya menjadi beban keluarga.

Baru saja Sky hendak berbicara, suara ketokan di pintu membuatnya mengatupkan bibirnya lagi.

Kedua insan itu menatap ke arah pintu dan menemukan dua orang siswi yang tengah mengap-mengap karena kecapekan.

Joy dan Sky masih diam dan mengamati keduanya mengap-mengap seperti ikan koi di akuarium. Kedua orang itu adalah Venus dan Bintang.

Tiba-tiba Venus memukul pelan bahu Bintang, “Ish, kita jadi tontonan, ‘kan? Lo sih pake lari segala, gue tadi cuman bercanda pas bilang ada hantu di belakang kita. Dasar penakut.”

Mendengar ucapan Venus membuatnya berdecak kesal.

“Bodo amat, cerewet,” gerutunya sembari merapikan seragamnya yang kusut karena lomba lari dengan Venus.

Sky berdehem pelan, dia sudah bosan melihat drama di televisi. Dia tidak mau melihat drama versi nyata, dia lelah.

“Jadi, ada urusan apa kalian datang ke sini?” tanya Sky masih dengan ekspresinya yang datar.

Ekspresinya itu memberikan efek yang berbeda, membuat Venus menjadi berbunga-bunga, sedangkan tidak berefek sama sekali ke Bintang.

“Bapak, waktu mengerjakan ulangan sudah selesai. Lalu, Pak Abi tadi datang ke kelas karena kelas ramai, Pak. Jadi, Pak Abi meminta saya untuk menemui bapak dan menyampaikan pesan jika bapak ditunggu di ruangan Pak Abi” jelas Bintang dengan pelan tapi pasti.

Sky menghela napas dan memandang sendu ke arah Bulan, ingin rasanya ia mengelus rambutnya dan menggenggam jemari mungil itu. Sayangnya, dia tidak sebodoh itu di depan siswa-siswinya.

Sky mengangguk dan segera beranjak dari sana, meninggalkan Joy yang tersenyum sumringah.

Bintang dan Venus beradu pandang ketika melihat ekspresi lega kakak kelasnya itu. Mereka juga ikut tersenyum.

Konon katanya, senyum itu menular. Jika kamu melihat ada orang tersenyum, maka kamu akan ikut tersenyum.

Bintang dan Venus sudah sepakat untuk berdiam di tempat ini untuk menemani Bulan, tetapi mereka diusir oleh Joy.

Berhubung mereka menangkap sinyal-sinyal jika Joy ingin berduaan saja dengan Bulan, maka mereka dengan sukacita pergi dari sana.

Venus tertawa sambil memukul lengan Bintang dengan kekuatan super kencang. Tentu saja membuat gadis itu meringis kesakitan.

“Bangke, sakit tahu!” gerutu Bintang sembari mengusap lengannya yang lagi-lagi menjadi korban kekerasan Venus Loreilei.

Langkah Venus tiba-tiba berhenti, “Bintang, kayaknya Kakak tadi suka sama Bulan, deh.”

“Menurutku juga gitu. Kentara banget dari tingkah lakunya yang kesengsem melihat Bulan. Udah kayak puteri tidur yang bertemu pangeran aja deh!”

Tidak lama keduanya saling memandang dan berteriak histeris.

“Puteri tidur itu Bulan, pangerannya adalah kakak tadi. Kalau di dongeng, puteri tidur dicium sama pangeran. Jangan-jangan nanti Bulan dicium ….”

Mereka tidak melanjutkan kalimat, tetapi mereka sudah tahu apa kelanjutannya. Memikirkannya membuat mereka histeris kegirangan.

Sebagai teman yang baik, mereka turut berbahagia jika temannya bisa melepas masa lajangnya dan menemukan pangeran yang diciptakan untuknya.

Berbanding terbalik dengan sukacita yang dirasakan Venus dan Bintang, seseorang dengan mengenakan jaket itu berdecak kesal. Hatinya semakin panas mendengar pembicaraan mereka berdua.

Dia menghentakkan kakinya beberapa kali ke lantai dan tangannya dikepal hingga kuku-kukunya yang tajam melukai telapak tangannya sendiri.

Tidak lama kemudian, dia tersenyum miring. Ia membayangkan penyiksaan seperti apa yang akan dilakukannya pada gadis sialan itu.

Apakah sebaiknya membiusnya lalu menampar pipinya hingga biru?

Apakah mengikat tangannya dan menarik tali hingga dia tergantung ?

Apakah menjambak rambut, menggunting bibirnya, membantingnya beberapa kali dan menggantungkan gadis sialan itu di ruang kelasnya supaya terkesan dia melakukan aksi bunuh diri?

Sepertinya ada yang kurang, mungkin setelah disiksa dan menggunting setiap bagian tubuhnya, lantas gadis sialan itu dilempar dari lantai dua sekolahnya.

Membuatnya seolah-olah tidak kuat dengan siksaan keluarganya sehingga meninggalkan sepatu dan sebuah surat, lalu membuka jendela dan melompat dari sana.

Dia tersenyum puas. Ide yang sempurna.


Note:

Hai! Gimana bab ini?

Kalian tim #BulanJoy, #SkyBulan atau #SkyVenus ?

Jangan-jangan, tim #BintangFio?

TERIMA KASIH SUDAH MAMPIR!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro