07. Malam ke 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku berjalan di istana sambil memikirkan perkataanku tadi malam. Ugh! Aku sungguh egois. Kenapa juga aku berpikir seperti itu?! Aku menghela nafas pasrah. Tiba-tiba saja aku berhenti karena sadar kakiku melangkah menuju tangga. Aku tak bisa melihat wajahnya. Ngomong-ngomong di sini terlalu sepi untuk istana yang memiliki lumayan banyak pelayan dan prajurit. Ini aneh.

Aku berjalan menuju dapur, tetapi tak ada siapapun di sana. Memang hari ini tidak perlu membuat sarapan untuk kedua tuan, tetapi ini terlalu sepi. Karena firasat yang tidak enak, aku berjalan menuju kamar pelayan lain. Pertama aku menuju kamar bu Vero, sesampai di dalam aku melihat bu Vero terbaring sakit.

"Bu Vero, apa anda tidak apa-apa?" Tanyaku panik.

"Mungkin... hanya demam." Kata bu Vero pelan.

Aku mendekatkan telapak tanganku di dahi bu Vero, tetapi aku sama sekali tidak merasakan panas. Mungkin ini racun. Aku tergesa-gesa berdiri dan berjalan menuju ruangan pelayan lainnya. Semuanya sama. Seperti demam, hanya saja tidak panas. Aku akhirnya memutuskan untuk memberitahukan kepada pangeran Lowel yang kemungkinan besar ia masih di kamarnya.

Tok tok tok.

"Permisi my lord, bolehkah saya masuk?" Tanyaku cemas.

"Masuklah." Kata pangeran Lowel dari dalam.

Aku membuka sedikit pintu hanya sampai satu tubuhku bisa masuk dan menutupnya dengan cepat. Karena gelap, aku memutuskan hanya berdiri di dekat pintu saja.

"Ada apa Mia?" Tanya pangeran Lowel bingung.

"Maaf mengganggu my lord, tetapi saya hanya ingin memberitahukan pada anda kalau semua pelayan di istana terkena racun." Kataku sedikit panik.

"Racun?"

"Betul my lord, gejalanya seperti demam tetapi tidak panas. Aku rasa itu adalah racun." Kataku.

"Ada seseorang yang memanfaatkan keadaan para pelayan yang menurun." Kata pangeran Lowel terdengar cemas.

"Iya, ia memanglah cerdik. Tetapi apakah my lord tau siapa kira-kira orang itu?" Tanyaku.

"Tidak, aku benar-benar tak bisa membayangkan siapa. Bagaimana dengan para prajurit? Apa mereka juga mengalami hal yang sama?" Tanya pangeran Lowel.

"Entahlah, tetapi di istana ini bergitu sepi. Kemungkinan besar para prajurit juga terkena racun." Kataku ragu.

Terdengar hembusan nafas pangeran Lowel di ruangan yang sepi ini. Sepertinya ia sedang berpikir.

"Ano, pangeran jika saya boleh tahu kenapa saya tidak engkau perbolehkan untuk menyumbang darah?" Tanyaku hati-hati.

"Tentu saja tidak. Kau mempunyai kekuatan peri Eleanor." Kata pangeran Lowel tegas.

"Apa hubungannya?" Tanyaku lagi.

Pangeran tak lagi membuka suaranya yang membuat ruangan ini kembali hening. Aku rasa aku tak perlu memaksanya.

"Kalau begitu, saya mohon pamit untuk melakukan tugas dulu." Kataku sambil meraba-raba ganggang pintu.

"Maaf aku tak dapat membantumu. Aku dapat merasakan aliran darah, kadang itu menggangguku dan saat-saat seperti ini menjadi lebih parah." Kata pangeran Lowel menyesal.

Aku tersenyum senang. "Tak apa my lord, saya tidak akan memaksa anda untuk membantu saya. Tetapi jika anda merasa lebih baik, tolong lihatkan para pelayan yang lain apa saya salah atau benar. Ngomong-ngomong terimakasih sudah memberitahukan hal itu kepada saya. Saya permisi." Kataku sambil menutup pintu.

Aku mulai mengerjakan semua tugas-tugas para pelayan. Seperti membersihkan lantai, kursi, meja dan jendela-jendela yang bisa dikatakan besar itu. Setelah semua selesai aku memutuskan untuk merawat kebun. Aku menyapu daun-daun kering di sekitar pohon-pohon kecil dan besar.

Sejenak aku berhenti untuk mengusap keringat sambil melihat langit yang terlihat kemerahan. Sejenak aku merenung apa saja yang belum kulakukan. Sepertinya sudah semua. Tiba-tiba terdengar bunyi di perutku yang membuatku malu mengingat aku belum memakan apapun sama sekali. Aku melanjutkan pekerjaan yang tinggal sedikit itu lalu berjalan mengembalikan alat-alat kebersihan yang kupakai.

Aku mulai memasak dengan bahan-bahan yang ada, semoga saja aku di perbolehkan mengambil beberapa bahan di sini. Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu di belakangku. Dengan cepat aku berbalik dan mendapatkan sinar merah di sana.

"Anda menakutiku my lord!" Seruku kesal.

"Maafkan aku, aku sama sekali tak ingin menakutimu hanya saja mataku sedikit lemah dengan cahaya..." kata pangeran Lowel ragu.

"Kalau begitu akan ku matikan beberapa lampu." Kataku sambil mematikan beberapa lampu di dapur.

"Apakah tidak masalah?" Tanya pangeran Lowel terdengar sungkan.

"Santai saja pangeran, aku sudah hampir selesai." Kataku sambil berjalan lagi mendekati kompor.

"Sebenarnya apa yang kau lakukan?" Tanya pangeran Lowel yang terdengar mendekat dengan pelan.

"Memasak nasi goreng... AH! AKU LUPA MEMBUAT LEBIH!!" Seruku panik.

"Eh?"

"Yang lain lagi sakit aku tidak membuatkan mereka makanan!" Seruku sambil bergegas mengambil bahan-bahan. "Em, aku boleh memakai bahan-bahan makanan... bukan?" Tanyaku ragu.

"Tenanglah, kau boleh memakai semuanya." Kata pangeran Lowel lembut.

Aku tersenyum lebar dan mulai memasak makanan yang bisa dicerna dengan baik tanpa kesusahan. Yaitu bubur dengan tambahan beberapa sayur yang kupotong kecil-kecil dan sayur. Setelah semua selesai aku menghela nafas lega dan betapa kagetnya aku saat melihat pangeran tetap di tempatnya.

"Aku kira anda sudah bernjak dari tempat anda, my lord." Kataku sambil tersenyum menahan tawaku.

"Entahlah, aku juga tak tau."

"Anda benar-benar aneh my lord, tapi itu bukan hal yang buruk." Kataku sambil menyusun mangkuk-mangkuk bubur tersebut di kereta makan.

Aku mendorong kereta makan tersebut keluar dari dapur. "Apa anda ikut denganku my lord?" Tanyaku sambil menarik salah satu ujung bibirku.

"Tentu, tapi apa kau bisa melihat jalan?" Tanya pangeran Lowel yang terdengar kekehan kecil.

"Un... tidak. Samar-samar dan tidak yakin." Kataku setelah itu aku tertawa garing.

"Biar aku saja yang mendorong keretanya." Kata pangeran Lowel. Setelah itu aku merasakan sesuatu yang dingin menggeser tanganku dari pegangan kereta makan itu.

Aku terdiam sejenak. "Lalu aku?" Tanyaku bingung sambil menunjuk diriku sendiri.

"Kau diam saja di sana dan makanlah makananmu. Kau belum makan seharian ni bukan?" Tanya pangeran yang suaranya di sampingku.

"Eh? Dari mana pangeran tau?" Tanyaku bingung.

Terdengar bunyi nafas lembut, sepertinya dia tersenyum. "Tentu saja aku selalu melihatmu." Kata pangeran Lowel yang sukses membuat wajahku memanas.

Roda kereta makan terdengar berjalan. "Akh, tunggu!" Seruku kaget sambil mencoba menyusul, tetapi sebelah kakiku tersandung oleh sebelah kakiku yang lain. "wa!"

Aku merasakan telah memeluk sesuatu yang lebih lebar dari pada tubuhku. Samar-samar aku merasakan dingin yang sama seperti tadi. Hantu? Tetapi kenapa dinginnya membuatku nyaman? Tunggu, apakah ini... "pangeran?"

"Apakah kau tidak apa-apa?" Tanya pangeran Lowel di dekatku. Sepertinya benar.

"Iya, maafkan aku." Kataku sambil bangkit tetapi di tahann oleh sesuatu yang sepertinya kedua tangan pangeran Lowel.

"Bisakah kau diam sejenak?" Tanya pangeran Lowel yang kedua tangannya memeluk bahuku erat.

Aku tediam menahan malu yang amat sangat. Tetapi entah kenapa aku merasakan sakit dari pelukan pangeran Lowel. Aku mau bertanya, tetapi entah kenapa mulutku tak bergerak. Lama-lama pelukan pangeran Lowel melonggar dan akhirnya ia melepaskan pelukannya.

"Maafkan aku, aku pergi dulu." Kata pangeran Lowel lalu menjauh.

"Aku bisa mendengarkan... jika anda mau memberitahu." Kataku ragu.

"Terimakasih." kata Pangeran Lowel yang mulai terdengar menjauh.
.
.
.
Setelah berjam-jam aku masih mengingat hal itu. Aku bisa gila sekarang. Oke tenang, sekarang kau lagi berpatroli Mia. Aku melihat kiri dan kanan tak ada yang aneh. Lalu bagaimana caranya mereka bisa meracuni para pelayan? Perpustakaan.

Tanpa basa-basi, aku bejalan menuju perpustakaan yang saat itu terjadi sesuatu yang aneh. Sesampainya di perpustakaan, aku tidak mendengar atau merasakan sesuatu yang aneh. Sesampainya di dekat jendela, aku melihat jendela sedikit terbuka. Aku memilih untuk bersembunyi di salah satu rak buku sambil menunggu apa yang akan terjadi.

Setelah beberapa jam aku sudah merasa putus asa. Baru saja aku hampir beranjak, aku mendengar suara jendela terbuka dan membuatku langsung mengintip apa yang terjadi. Terlihat seorang anak kecil yang kira-kira berumur 7 tahun yang mencoba turun dengan pelan-pelan tanpa suara yang membuatku menahan tawaku.

"Ada yang bisa aku bantu tuan?" Tanyaku jail yang sukses membuatnya melompat kaget.

Dia berbalik melihatku horor sedangkan aku memasang senyum manisku. Anak kecil tersebut langsung berusaha naik ke jendela yang lebih tinggi darinya dengan susah payah. Aku langsung berjalan mendekatinya dan memegang kepalanya.

"Hei, jangan mengabaikanku." Kataku pasrah.

Ia langsung menepis tanganku. "Kau adalah pangeran yang buruk! Jangan pegang-pegang!" Katanya marah.

Aku langsung terkekeh yang membuatnya bingung. "Sepertinya kamu salah orang, aku bukanlah pangeran Lowel. Aku adalah butlernya." Kataku sambil tersenyum.

Ia langsung malu mendengar perkataanku dan mencoba mencari kata yang tepat tapi ia menutup mulutnya lagi. Aku terkekeh geli melihat anak ini tersipu malu.

"Hei, maukah kau mengatakan mengapa kau membenci pangeran?" Tanyaku sambil menyamai tinggiku dengan tingginya.

Anak kecil itu membuang wajahnya dengan wajah masih tersipu malu. "Ada mengenai cewek yang kau suka?" Tanyaku jail yang sukses membuatnya terlompat kaget lagi.

Aku terkekeh lagi untuk yang kesekian kalinya. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang datang dengan cepat. Aku menarik anak kecil itu ke pelukanku dan membuat perisai seperti waktu itu. Pisau kecil menabrak perisaiku dan jatuh di lantai.

"Hm, tidak buruk untuk butler pribadi pangeran." Kata seseorang yang tiba-tiba saja sudah duduk di pinggir jendela yang tadi terbuka.

"Siapa kau?" Tanyaku serius yang hanya dibalas senyum sinis orang tersebut.

"Ada apa?" Tanya pangeran Lowel panik.

aku langsung melihat pangeran Lowel cepat dan berharap ia bisa pergi secepatnya. "Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya pangeran Lowel serius.

"Aku baru saja sampai, kenapa tidak melayaniku?" Tanya orang tersebut dengan senyum sinisnya.

Aku merasakan getaran kecil anak kecil yang sedang kupeluk ini. Aku mengeratkan pelukanku dan sekali-kali menggosok lengannya untuk menenangkannya. Pangeran Lowel berjalan sampai di depanku.

"Katakan apa urusanmu." Kata pangeran tegas.

"Wah seram sekali." Kata orang tersebut dengan jail.

"Apa kau yang meracuni para pelayan dan prajurit?" Tanyaku memberanikan diri.

Ia hanya menarik salah satu ujung bibirnya lebih naik lagi yang membuat senyum sinis penuh kemenangan. Aku melihatnya kaget, apa ia begitu senang meracuni seseorang?

"Mundurlah." Bisik pangeran Lowel yang langsungku lakukan. Aku menarik anak kecil untuk berada di belakang salah satu rak buku yang sedikit jauh dari pangeran Lowel.

"Akan aku katakan sekali lagi, apa urusanmu." Kata pangeran Lowel tegas.

"Sepertinya tanpa aku beritahu pun kau akan tau. Tetapi itu sudah tidak menarik lagi." Kata orang itu sambil mengembuskan nafas panjang lalu melirikku yang sedang mengintip dan itu membuatku kaget karena ia menatapku dengan tatapan sinisnya.

Pangran Lowel merentangkan pedangnya yang membuat pandangan orang itu terhalang.

"Selesaikan saja urusanmu denganku dan pergilah tanpa pertumpahan darah." Kata pangeran Lowel terlihat serius.

"Tenanglah tidak akan ada pertumpahan darah antara kita berdua. Tapi...-" kata-kata orang tersebut yang menggantung membuatku bingung.

Orang tersebut merogoh sesuatu dari sakunya. Tiba-tiba sinar muncul dan mengarah ke pangeran Lowel yang langsung menutup matanya. Di saat itulah sebuah panah kecil mengenai pangeran Lowel yang membuatnya langsung terjatuh.

"Kena." Kata orang tersebut dengan santainya.

"Pangeran!" Seruku panik sambil mendekati pangeran Lowel.

Keringat keluar dengan banyaknya dan terlihat pangeran Lowel menahan sesuatu dari ekspresi wajahnya.

"Apa yang kau lakukan kepadanya?!" Tanyaku panik.

"Tenang saja, mungkin bagi penyihir biasa itu mungkin racun yang bisa membunuh. Tapi bagi vampir, itu hanya obat tidur." Kata orang tersebut dengan santainya dan wajah yang sedikit kesal.

"Jadi kau memakai racun yang sama?" Tanyaku tak percaya.

"Yup, kau tau itu racun buatanku. Bukankah itu hebat?" Tanya orang tersebut dengan cerianya.

"Apa ini menyenangkan untukmu?" Tanyaku tak percaya.

"Melihat seseorang jatuh? IYA! AKU SANGAT MENYUKAI PEMANDANGAN ITU!" Seru orang tersebut masih ceria.

Baru saja aku ingin membuka mulutku, pangeran Lowel sudah terjatuh tak sadarkan diri. Sedangkan orang tersebut tertawa kemenangan.

"Hei, apa kau mempunyai penawarnya?" Tanyaku.

"Penawar? Tentu! Itulah yang...-"

"Berikan padaku."

"Huh?"

Aku berdiri dan menatap tajam orang tersebut. Senjata dari seluruh istana ini melayang mengarah ke orang tersebut yang terlihat bersemangat.

"WOAAAAH! Ini sangat menarik!"

....

Setlah beberapa jam, akhirnya ia menyerah dan memberikan penawarnya.

"Kau orang yang menarik, mari kita bertarung lain kali." Katanya dengan tubuh yang terluka lalu pergi begitu saja.

Aku melihat botol kecil yang berwarna hijau tosca sejenak. Akhirnya aku membuat penawarnya langsung menyebar ke setiap pelayan prajurit dan pangeran Lowel yang menyisakan botol kaca tanpa isi. Aku berbalik melihat anak kecil yang masih bersembunyi dengan wajah kagetnya. Aku tersenyum sambil mendekatinya sedikit. Sesudah cukup dekat aku menyamakan tinggiku.

"Tolong jangan katakan pada yang lain ya." Kataku sambil tersenyum sebelum pandanganku mulai menggelap.
.
.
.
Author POV.

Lowel terbangun dengan cepat. Ia langsung mengambil posisi duduk dikasurnya. Ia memijit pelan kepalanya karena terbentur semalam. Seketika itu ia ingat dan bergegas mengambil jubahnya dan keluar dari kamarnya.

Entah kenapa yang menjadi tujuannya ialah dimana ia tak sadarkan diri, perpustakaan. Terlihat Adean yang sedang memungut senjata-senjata yang ada di lantai perpustakaan.

"Selamat pagi my lord." Sapa Adean sambil menunduk hormat.

"Selmat pagi, di mana Mia? dan apa yang sudah terjadi?" Tanya Lowel sambil melihat ke arah Adean.

"Mia sedang berada di kamar. Setelah saya sembuh semalam saya melihat Mia dan anda sedang terbaring tak sadarkan diri." Kata Adean sambil sedikit menunduk.

"Baiklah, terimakasih. Aku akan melihat keadaannya." Kata Lowel sambil berbalik.

"Baik my lord." Kata Adean menunduk lagi sampai pintu perpustakaan tertutup.

"Apa sebenarnya pangeran menyukai Mia? Kenapa ia begitu kawatir? Apa mungkin dia terlalu baik?" Tanya Adean pelan sambil sedikit memiringkan kepalanya.

Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara di salah satu jendela perpustakaan.
.
.
Lowel membuka pintu kamar Mia pelan. Ia melihat Mia yang berbaring dengan tenangnya. Entah kenapa ia merasakan sesak di dadanya. Ia berjalan mendekati Mia yang masih menjadi Daniel itu.

Setelah itu Lowel menarik rambut palsu Mia pelan dan menampakkan rambut ungu yang bersinar. Yang membuat Lowel kaget ialah sinar rambut tersebut sedikit redup. Baru saja Lowel ingin mengambil rambut ungu tersebut, terdengar sebuah ketukan yang membuat Lowel memasang kembali rambut palsu yang hasilnya tak rapi.

"Masuklah." Kata Lowel pelan.

"My lord, saya menemukan anak ini sedang mengintip di salah satu jendela perpustakaan." Kata Adean sambil menunjukan anak yang menunduk sedih.

"Kau yang anak semalam bukan?" Tanya Lowel memastikan.

Anak tersebut hanya mengangguk tetapi matanya tetap melihat kebawah.

"Kemarilah, bisakah kau ceritakan apa yang terjadi setelah aku tak sadarkan diri?" Tanya pangeran Lowel sambil menyamakan tingginya dengan anak itu yang membuat Adean yang mendorong anak tersebut bingung.

"Butlermu bertarung dengan orang itu. Dia membuat senjata-senjata itu melayang! Karena takut aku menutup mataku. Saat aku membuka mataku dia menang dan orang itu memberikan sebuah botol kecil lalu pergi. Setelah itu isi botol tersebut hilang tetapi ada sinar hijau yang menyebar. Sebenarnya dia mengatakan padaku jangan memberitahukan kepada siapapun." Kata anak kecil itu sedikit sedih.

"Kenapa kau tak mencari pertolongan?!" Tanya Adean kesal.

"Ka-karena aku takut!" Kata anak kecil tersebut kaget.

"Tidak apa-apa, terimakasih. Apa orang itu mengatakan sesuatu sebelum pergi?" Tanya Lowel lembut.

"Ah ada! Katanya ia akan mengajak butlermu bertarung... semacam itu." Kata anak kecil itu sambil memberanikan diri melihat mata Lowel yang tertutupi oleh bayangan jubahnya.

"Sekali lagi terimakasih. Kau boleh pulang. Sebelum itu, bolehkan aku meminta tolong padamu untuk merahasiakan hal ini kepada orang lain?" Tanya pangeran Lowel.

Anak itu mengangguk mantap yang membuat Lowel tersenyum. Anak itu langsung berlari menjauh.

"Sepertinya aku harus mengajaknya juga." Kata pangeran Lowel sambil berdiri.

"Ke mana?" Tanya Adean bingung.
.
.
.
[A/N]
Kesibukan mulai datang...
Update mulai telat...
Cuman mau bilang...
Maaf.~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro