Jengah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Dan entah karena dia terlalu banyak menghabiskan wine kami atau bagaimana, dia terlihat lebih mabuk dari biasanya. Mau tak mau aku yang harus menyetir pulang, karena aku masih ingin hidup. Melihat jalannya yang sempoyongan sudah membuatku ragu kami akan pulang dengan selamat.

Sementara aku sibuk memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini, dia mungkin sudah lupa dengan apa yang dia katakan tadi. Aku, menghela napas berat saat membukakan pintu mobil dan membantunya masuk. Mengaitkan seatbelt dan menghirup parfumnya yang mendadak langsung membuatku sesak. Sial!

Kulajukan mobil ke kostnya. Sepanjang jalan, mungkin dia sudah terlelap dan itu membuatku lega,karena aku tidak ingin mendengar lebih banyak lagi kata-kata yang membuatku jengah.

"Pak, bangun. Sudah sampai." Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya, namun tak ada reaksi. "Pak, bangun, sudah ssampai!" Aku berteriak lebih kencang, namun nihil.

Mau tak mau aku turun dan membuka pintu samping, memapahnya keluar dan membawanya ke lantai dua. "Pak, lu tumben banget deh, biasanya dua botol juga masih waras," gerutuku sambil menaiki tangga dan sedikit menyeret tubuhnya. Beruntung kamar kostnya memakai sistem sidik jari yang di mana aku tak harus menggeledah badannya mencari kunci.

Begitu masuk, kamar khas cowok sangat terlihat, berantakan. Dan yah, walau aku juga sangat berantakan tapi setidaknya, kamarku masih lebih rapi darinya. Kubaringkan tubuh Sky di tempat tidurnya, melepas sepatu dan menyelimutinya. Jangan, jangan berharap aku akan menggantikan baju dan berakhir seperti di novel atau drama-drama korea. Tidak!

Setelah memastikan dia tidur dengan nyaman aku beranjak pergi. Kututup pintu dan melangkah turun. Kuambil ponselku, memesan ojek online adalah pilihan paling tepat. Sambil menunggu ojek online datang, aku menatap ke arah lantai dua. Pikiranku masih campur aduk, karena semua kata-kata yang Sky ucapkan tadi sore. Banyak hal yang akhirnya malah membuatku merasa terbebani dengan semua pernyataan-pernyataannya.

Suara ketukan pintu membangunkanku. Dengan mata yang masih menyipit, aku mengambil ponsel di nakas dan melihat jam. Sial. Jam menunjukkan pukul delapan, aku terlambat bangun. Lalu siapa yang sepagi ini sudah berada di depan pintu kamar?

Ketukan itu Kembali terdengar dan seolahmemburu. "Iya, sebentar!" aku beranjak ke arah pintu dan membukanya dengan malas. Lalu aku membeku. "Sky?"

"Jam berapa, Te? Sana cepat mandi, aku tunggu." Dia berjalan masuk ke kamarku tanpa menungguku memberi aba-aba.

"Heh, siapa yang menyuruhmu masuk? Keluar, Sky!" teriakku jengah.

"Cepat mandi." Dia malah duduk di kursi kerjaku tidak menghiraukan teriakanku. "Telat, Te."

Dengan menahan kesal aku masuk ke kamar mandi, tapi keluar lagi karena aku tak mungkin berganti baju di kamar. Kuambil baju dan pakaian dalamku di lemari dengan memastikan dia tak melihat isi lemariku. "Lu ngapain sih, Pak, ke sini." Aku masih sempat untuk mengomelinya. Dia hanya menatapku datar.

Saat membuka pintu kamar mandai aku tak mendapati Sky di kamarku. Sukurlah, mungkin dia malas menungguku yang sengaja berlama-lamadi kamar mandi. Masa bodoh jika aku telat hari ini. Aku mematut diriku di depan kaca dan menyemprotkan parfum saat pintu terbuka dan kepala Sky melongok ke dalam. "Kukira belum selesai." Dia kemudian masuk lagi ke kamarku.

"Kukira kamu sudah pergi," sungutku.

"Mana mungkin aku meninggalkanmu. Sudah siap?" Dia menatapku saat aku mengambil tas.

"Ya." Aku ogah-ogahan menjawab. Percuma berdebat dengan sepagi ini.

"Motormu kan di kantor, dan kemarin aku sudah berjanji akan menjemputmu." Sky menungguku di samping pintu saat aku menguncinya.

"Aku bisa naik ojek." Aku mencelos.

"Dan kamu yakin aku akan membiarkannya?" Aku menatapnya tak percaya, dan dia melangkah pergi. Memberiku punggung yang entah kenapa sekarang kulihat berbeda.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro