17 🔸 Siapa Cewek Itu?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

    "Diandra, kamu kenapa bisik-bisik gitu? Ada apa?" tanya Reivant khawatir.

    [ Ada orang jahat, aku lagi sembunyi. Tolong akuu. Di sini gelap, aku takut! ]

    "Orang jahat?!"

    [ Srrrk ]

    [Ah—Rei, gimana, orangnya ke sini! ]

    Tuut tuut tuuut ...

    Panggilan itu telah diputus oleh Diandra. Mendengar kabar gadis itu sedang diincar oleh orang jahat, apalagi sekarang sudah jam sembilan malam, Reivant cukup panik. Tanpa ba-bi-bu, ia mengambil jaket dan syal rajut hadiah dari Diandra. Kirana yang sedang menonton sinetron, menjadi ikut panik karena anak sulungnya mencari sesuatu tapi tidak ketemu-ketemu.

    "Nyari apa sih?" tanya Kirana.

    "Kunci motor, bu!" jawab Reivant. Kedua tangannya meraba seluruh permukaan meja, sofa, bagian atas kulkas, hingga di sela-sela dispenser, saking frustasinya.

    "Ntos peuting! Hayang ka mana?!"

    "Urgent. Ada PR makalah, tapi aku belum nge-print."

    Kunci motor ataupun barang-barang kecil milik Reivant, selalu saja terselip di suatu tempat apabila dibutuhkan. Mendengar hal itu, Kirana ikut panik dan membantu Reivant mencari kunci motornya sambil ngomel-ngomel.

    Memakan waktu kurang lebih lima menit untuk mencari kunci motor, akhirnya Kirana menemukannya jatuh di bawah meja makan. Memang benar kata orang-orang, semua barang yang hilang akan bisa ketemu apabila ibu yang mencari. Sungguh ajaib dan hebat kekuatan seorang ibu, seperti malaikat sekaligus superhero.

    "Rei berangkat, assalamu'alaikum!"

    "Wa'alaikumussalam. Hati-hati di jalan, nak! Kalau sampai, kabari ibu, jangan lupa!"

    Motor yang terparkir di halaman, ia keluarkan dengan tergesa. Reivant kembali memeriksa ponselnya untuk melihat, apakah lokasi yang dikirim Diandra masih tersambung ke lokasinya saat ini. Hanya melihat sekian detik, Reivant mengetahui di mana posisi Diandra saat ini, yaitu, kurang lebih seratus meter dari tempat kerjanya.

    "Ck, sial. Pasti dia digangguin sama cowok-cowok nggak jelas!"

    Mesin motor yang telah menyala ia gerungkan sedikit sebelum tancap gas.

    Tertera di layar spedometer itu, 60 km/jam. Reivant menembus angin malam yang dingin, menuju lokasi sekitar tempat kerja Diandra.

    Jalan raya cukup sepi, hingga Reivant dengan leluasa mengebut di sepanjang jalan. Dua puluh menit kemudian, Reivant sudah sampai di depan Electric Cafe, nama kafe tempat bekerja sahabat masa kecilnya.

    Reivant kembali mengeluarkan ponselnya setelah motor terparkir di parkiran. Ia berjalan kaki, mengikuti arah yang ditunjukkan google maps.

    "Oh, ya ..."

    Jari-jemarinya mengetikkan sesuatu.

COGAN GANAS
(Cowok-cowok Ganteng Gang Nanas)

Reivant:
Guys, gw ada di Electric Cafe

Diandra butuh bantuan,
ada yang jahatin dia

Kalau gw nggak ada kabar
sampai jam 10, tolong ke sini

Bantuin gw.

    Lalu, Reivant mengirimkan lokasi Diandra. Beres untuk mengajak bala bantuan, sekarang giliran melancarkan aksi berbohongnya kepada Kirana. Reivant mengetik pesan kepada ibunya. Mengapa ia berbohong? Sudah jelas, apabila anak itu jujur, maka Kirana akan sangat khawatir, dan bisa jadi malah memaksa untuk ikut. Reivant tidak mau membawa ibunya ke situasi yang berbahaya.

    Singkat saja, Reivant hanya memberitahu ibunya bahwa ia sampai dengan selamat. Semoga, sampai rumah, ia tetap baik-baik saja.

    Jarak antara lokasi Reivant berdiri saat ini, dengan lokasi Diandra, cukup dekat. Ia celingukan, mencari keberadaan Diandra, namun gadis itu tidak kelihatan batang hidungnya.

    "Diandra!" panggil Reivant.

    Jalanan sepi. Tidak ada satupun kendaraan berlalu-lalang. Namun tiba-tiba, sahutan lantang Diandra memecah keheningan jalan remang-remang itu.

    "Reeeiiiii, tolong!"

    Refleks, Reivant berlari sekencang mungkin ke sumber suara. Ia mendapati Diandra sedang dikungkung seorang pemuda—terlihat beberapa tahun lebih tua dari Reivant—di jalan buntu, bersama temannya sedang menutup mulut Diandra supaya gadis itu diam.

    "Diandra?!"

    Reivant langsung berlari dan meninju kedua pemuda mesum yang berusaha berperilaku tidak senonoh. Untung saja Reivant tepat waktu, jika tidak, gadis itu bisa stres hanya karena kejadian satu malam.

    Satu pemuda lebih kurus yang terlihat seperti bawahan dari rekannya, kini berusaha melawan Reivant. Tidak terlalu jago bertarung, tapi setidaknya kekuatannya macam pegulat pro. Sekali tinju di wajah, pemuda cabul itu terhuyung olehnya. Sayangnya, Reivant tidak terlalu memperhatikan sekeliling, sehingga orang yang mengkungkung Diandra tadi langsung menendang punggung Reivant hingga tersungkur ke tanah.

    "Rei! Bangun!" pekik Diandra, tidak berdaya. Ia memperbaiki bajunya yang setengah acak-acakan.

    Hampir mengumpulkan kembali kekuatannya, kini malah wajahnya yang kena tinju. Tidak berdarah, hanya memar, dan itu cukup membuat dirinya mendesis kesakitan.

    "Anjing lo bocah. Pulang sana, pacar lo buat gue, hahaha!" gertak pemuda yang lebih kekar.

    Perkataan pemuda kurang ajar itu memantik amarah dalam diri Reivant. Ia menggeram. Giginya bergemeretak. Mereka saling meninju, menendang, menangkis. Dua lawan satu.

    "Halo?" Diandra menjawab telepon. "Farhan? ... Iya, cepat ke sini! Reivant lagi berantem!"

    "Hei, cewek. Ini pacar lo? Haha, dia nggak bisa berantem, tapi sok jadi pahlawan." Para penjahat itu mengejek Reivant. "Cuma kuat doang, tapi nggak bisa berantem. Nggak guna!"

    "Reiii!" Diandra memeluk Reivant yang terkapar di aspal. Ia mengusap darah yang mengalir di sudut bibir Reivant sambil menangis.

    "Diandra, j-jangan ke sini," kata Reivant lemah. Ia kehilangan setengah kekuatannya. Sudah lama Reivant tidak baku hantam. Sekalinya terjadi, ia harus melawan dua orang preman mesum.

    "Nggak. Rei, ayo, bangun!"

    Diandra mendekap tubuh Reivant. Ah, perasaan hangat ini mengalir kembali. Darah Reivant berdesir. Rasanya sama ketika Reivant menangis di pundak gadis itu. Diandra adalah sahabat terbaik yang selalu mengerti, bagaimana cara menenangkan dirinya.

    "Udah, nggak usah diurusin pacar lo yang lemah itu. Sekarang, yuk, ikut aa."

    Pemuda yang lebih kuat itu menyeret Diandra. Gadis itu memberontak kemudian menggigit tangannya.

    "Jalang sialan!"

    Diandra diangkat secara paksa dari belakang.

    Duak!

    Bruk!

    "Farhan! Axel!" pekik Diandra.

    "Yo, guys. Mainnya jangan keroyokan dong, nggak seru tahu!" gertak Axel setelah menendang  salah satu dari mereka.

    Farhan dan Axel membentuk pertahanan pribadi. Mereka berdua menunggu para berandalan itu beraksi duluan.

    Dan benar saja, kedua pemuda itu langsung menyerang Axel dan Farhan. Pertarungan hanya berlangsung beberapa menit, setelah itu, mereka tepar karena kedua sahabat Reivant. Mengapa hanya berdua? Di mana Ezra? Ia memilih untuk mengobati luka Reivant saja karena cowok itu tidak bisa berkelahi.

    Axel dan Farhan sewaktu SMP mengikuti ekskul yang sama, yaitu bela diri, bahkan menjadi salah satu anggota paling mahir mempelajari teknik-teknik dalam pencak silat. Sudah beberapa kali mereka praktek di kehidupan nyata. Kini, menghadapi dua pemuda pengangguran banyak gaya, merupakan hal kecil bagi mereka berdua.

    "Ya ampun Rei ... Kamu kenapa nggak langsung ngajak kita? Malah berangkat sendiri, terus disuruh nunggu kabar sampai jam sepuluh," ujar Ezra prihatin dengan kondisi Reivant.

    "Kumaha, Zra? Parah nteu?" tanya Farhan setengah berlari.

    "Lumayan, tapi udah dikasih obat merah."

    "Ah, lo gimana, sih? Gaya-gayaan pisan adu jotos sendirian, lawan dua orang lagi!" Axel mengomeli Reivant.

    "Hehe. Makasih ya, guys. Kalau nggak ada kalian, nggak tahu deh bakal gimana," kata Reivant, lalu menyunggingkan senyum, yang di ujung bibirnya terdapat bekas luka dan memar.

    "Reivant bego memang. Gue lagi main game, malah dikasih serlok-an jauh dari rumah," gerutu Farhan. Reivant hanya menanggapi dengan peace sign.

    "Maaf ya, pasti aku ganggu waktu istirahat kalian ... Makasih ya ...," kata Diandra lembut. Namun, pelupuknya sedikit basah.

    Jaket yang Reivant pakai, kini ia lepas dan melingkarkannya di pinggang Diandra. Sebagai penyanyi kafe, Diandra terbiasa menggunakan rok pendek. Namun baru kali ini, ada pemuda dari kafe yang berusaha berbuat mesum kepadanya dengan menguntit Diandra sejauh seratus meter jauhnya. Karena ojek online tidak ada di sekitar, Diandra memutuskan untuk menyusuri jalan, sambil mencari lokasi yang dekat dengan pengemudi ojol maupun mengharap taksi melewatinya.

    "Lain kali, kalau nggak ada jemputan, panggil aku," kata Reivant. "Atau panggil mereka kalau aku nggak bisa," lanjutnya.

    Farhan, Axel dan Ezra saling pandang.

    Kenapa aku dibawa-bawa, pikir mereka bertiga dalam hati. Namun, para sahabat sejati Reivant itu hanya menunjukkan senyum simpul.

    Sepulang dari lokasi TKP, Kirana kaget dengan kondisi anak sulungnya. Semuanya minta maaf, termasuk Reivant dan Diandra.

    "Maaf, Bu Kirana, karena aku, mereka jadi terlibat ...," kata Diandra.

    Kirana pangling. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Diandra. Melihat gadis manis itu bertumbuh dewasa menjadi gadis cantik berambut panjang, Kirana takjub. Terlebih, gaya pakaian Diandra berubah, tidak seperti dulu yang hobi memakai baju princess.

    Mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Giliran Reivant yang kena omel ibunya. Namun setelah mengomel, Kirana langsung membuatkannya teh hangat.

🔅

    Adara tidak menerima kabar dari Reivant seharian. Pulang sekolah, ia bersama Salsa. Adara menemani Salsa menunggu angkot, sedangkan ia sendiri menunggu Pak Tio menjemput.

    "Kenapa sih, mukamu kok suram banget kayak hantu Sadako," celetuk Salsa.

    "Nggak apa-apa," jawab Adara singkat.

    "Ah, bohong. Pasti gara-gara doi."

    Pipi Adara bersemu merah. "Sok tahu!"

    Melihat reaksi Adara, Salsa semakin intens menjahilinya.

    Mereka berdua menunggu jemputan di seberang jalan raya. Dan, di seberang mereka, Adara melihat Reivant keluar bersama seorang perempuan. Tidak berseragam, dan cantik.

    Siapa dia?

    Perempuan itu memberikan sebuah jaket lalu tersenyum kepada Reivant. Cowok di hadapannya pun membalas senyuman itu dengan lembut, sama seperti saat Reivant menatap Adara.

    Siapa cewek itu?


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro