Bab 12a

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kemunculan Jared di acara makan malam dan menonton tidak hanya membuat heran Niki tapi juga Neil. Mereka sama sekali tidak pernah menduga kalau Jayde akan datang di acara yang bisa dibilang tidak penting seperti sekarang. Jayde yang biasanya hanya mengurusi masalah bisnis, datang dengan kemeja hitam dan celana denim warna senada. Terlihat begitu santai dan seolah tidak peduli dengan keheranan yang ditunjukkan Neil serta Niki. Erica bersikap sebaliknya, tetap tenang karena tahu kalau Jayde tidak pernah mengingkari omongannya. Sekali bilang ingin ikut, pasti datang.

"Tumben," tanya Neil sewaktu mereka ada di restoran. "Nggak ada meeting hari ini?"

Jayde menggeleng. "Malam Minggu, waktunya bersantai."

"Memangnya kamu pernah bersantai?"

"Pernah, sekarang sedang bersantai."

Dengan sikap acuh tak acuh duduk di sebelah Erica yang memakai tank top hitam serta rok denim biru selutut. Menatap Jayde sambil menahan tawa, Neil yang begitu dekat hubungannya juga tidak percaya kalau Jayde bisa bersantai. Memang orang ini sungguh ajaib.

Mereka berada di restoran all you can eat yang menyediakan daging panggang dan shabu-shabu. Niki membantu Neil mengambil daging dan memasaknya. Erica melakukan hal yang sama pada Jayde membuat Niki bertanya heran.

"Kenapa lo bantu Pak Jayde? Kayak pacarnya aja."

Erica mengangkat bahu, membolak-balikkan daging di panggangan. "Kasihan Pak Jayde, bisanya ada orang yang selalu melayani di sampingnya. Jarang-jarang bersantai, masa disuruh masak sendiri?"

"Nah, Erica sangat pengertian. Beda dengan Niki yang hanya bisa protes."

Niki menoleh ke arah Neil sambil pura-pura mencebik. "Yaang, aku dikatain sama Pak Jayde."

Neil berdecak ke arah patnernya. "Makanya, buruan punya pacar biar nggak merepotkan orang lain. Untung Erica jomlo. Kalau nggak, siapa yang mau melayani kamu?"

"Hah, siapa bilang Erica jomlo?" Niki menjawab dengan cepat. "Banyak yang naksir dia, cuma Erica aja yang nggak mau. Coba aku hitung, si artis pendatang baru itu, siapa namanya? Jeff Domanic. Terus kemarin ditembak sama anak pemiliki restoran."

"Niki, bisa diam nggak?" tegur Erica.

Niki mengangkat bahu. "Nggak apa-apa, biar yayangku tahu kalau lo nggak jomlo!"

Erica hanya meringis, mengambil daging yang sudah matang dan meletakkan ke dalam mangkok Jayde. Entah kenapa ia merasa tidak enak hati kalau sampai Jayde berpikir yang bukan-bukan tentang dirinya, padahal mau punya pacar atau nggak, bukan urusan laki-laki itu. Jayde mendengar perkataan Niki tentang Erica dengan ekpresi yang susah ditebak.

Selama makan kebanyakan Niki dan Erica yang mengobrol. Kedua laki-laki di samping mereka hanya memakan apa pun yang dimasak oleh keduanya. Seolah mereka adalah pasangan suami istri. Selesai makan, mereka beriringan menuju bioskop. Sepanjang jalan banyak mata memandang, melihat dengan kagum pada wajah cantik dan tampannya mereka. Menganggap keduanya sebagai pasangan serasi.

Di malam Minggu bioskop ramai, meskipun menonton di premiere tetap aja penuh. Erica yang duduk di samping Jayde tidak dapat menahan senyum saat laki-laki itu mencuri-curi kesempatan untuk menggengam tangannya atau mengusap pahanya. Film yang mereka tonton adalah superhero terkenal, dan selama dua jam lebih mereka menonton dengan serius.

"Jayde, kamu mau kemana? Kami mau mengantar Erica pulang." Neil berujar saat bubaran film dan mereka mengantri ke pintu luar.

"Biar aku saja yang antar Erica, kebetulan ada urusan ke arah rumahnya," jawab Jayde acuh tak acuh.

"Pak, rumah pacarmu di sekitaran rumah Erica?" tanya Niki tanpa dosa. "Perasaan ada urusan melulu ke arah sana."

Erica merangkul Niki dan berbisik. "Dengar-dengar Pak Jayde dijodohin. Barang kali rumah ceweknya di sekitaran sana."

Niki terbelalak. "Serius?"

"Baru dengar kemarin pas nggak sengaja ketemu Almaira."

"Iyakah? Siapa yang perempuan beruntung itu? Secara Pak Jayde udah tampan, tajir lagi."

Neil berdehem dengan keras. "Niki, calon suamimu itu juga tampan dan tajir loh!"

Niki tergelak, meraih lengan Neil dan keduanya bergandengan menuju parkiran mobil. Siapa sangka di luar ternyata turun hujan. Setelah mengucapkan salam perpisahan kedua pasangan itu masuk ke mobil masing-masing.

Sepanjang jalan diguyur hujan deras, karena macet Jayde memilih untuk berhenti di depan ruko yang sepertinya tidak berpenghuni. Erica menggosok-gosok lengan karena dingin.

"Kenapa parkir di sini, Pak?" tanya Erica.

"Mau menghangatkan kamu, aku lihat kamu kedinginan."

"Dih, bukannya bahaya berada di tempat gelap gini?"

"Memangnya ada penjahat saat hujan deras?"

"Pak, niat jahat bisa kapan saja."

"Ehm, kalau bersama kamu, di manapun dan kapan pun aku nggak takut." Jayde memundurkan kursi dan lalu mencondongkan tubuh ke arah Erica. "Tadi kamu bilang aku dijodohkan? Tahu dari mana? Almaira?"

Erica menggeleng. "Nggak, sih. Dari awal sudah tahu makanya Pak Jayde minta aku gagalkan kencan buta. Aku yakin seratus persen kalau itu adalah hasil perjodohan dan tidak akan terhenti hanya di satu orang. Sebelum Pak Jayde memutuskan anak menikahi perempuan yang mana, maka akan ada, ehm—"

Kata-kata Erica dihentikan dengan paksa oleh Jayde. Ia melumat bibirnya dengan panas, lidah saling menjamah, dan jemari Jayde bermain di dada. Erica terengah, ingin menolak tapi Jayde menghimpitnya di kursi yang sempit.

"Paak, ini di luar," ujarnya dengan terengah."

"Di luar hujan deras," jawab Jayde sekenanya. Bibirnya berpindah ke leher dan telinga Erica, menyarangkan kecupan, jilatan, serta menghisap perlahan. "Hari ini kamu sexy sekali, aku suka."

Tidak ada penolakan saat bibir Jayde menyerbu dengan intens. Erica bernapas dengan berat kala jari-jari Jayfde masuk ke dalam rok dan menyingkapnya. Tubuh Erica panas dingin bukan karena udara tapi karena sentuhan laki-laki itu di area intimnya. Jayde menurunkan celana dalamnya dan memainkan jemari di sela-sela paha sambil terus berciuman.
.
.
.
Tersedia di google playbook.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro