Bab 3a

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Erica berbaring malas menatap langit-langit kamar. Kesadarannya kembali setelah percintaan dasyat dengan Jayde. Ia menggerakan jari-jari kaki yang kaku dan mendesah, menyadari kalau dirinya baru saja kehilangan keperawanan. Laki-laki tampan, gagah, dan telanjang di sampingnya bukanlah Jared melainkan Jayde. Meskipun awalnya terasa aneh, tapi nafsu mengalahkan semuanya. Ia masih mengingat betapa gairah membuncah dalam dada, ingin sekali memeluk dan mencium Jayde kuat-kuat. Gairah itu masih tersisa sampai sekarang, tapi tubuhnya masih terlalu lemas untuk bergerak.

"Erica, kamu baik-baik saja?"

Suara Jayde memecah lamunan Erica. Ia menoleh dan tersenyum. "Iya, Pak."

Jayde berdehem, jemarinya mengusap paha Erica yang telanjang dan basah oleh keringat. Ada bercak merah di sprei, tepat di bawah pinggul Erica. Ia tidak menyangka akan meniduri gadis yang masih perawan tapi nafsu yang menguasainya, menenggelamkan akal sehat.

"Kamu sadar kita minum obat perangsang?" ucap Jayde dengan suara serak.

Erica mengerjap lalu mendesah. "Akhirnya aku mengerti, kenapa tubuhku panas terus menerus. Seolah nggak ingin berhenti untuk—"

"Bersetubuh? Aku pun sama. Entah di mana mereka mencampur bubuk tapi aku curiga di dalam minuman." Jayde tidak dapat mengontrol jemarinya yang kini bergerilya ke pinggang Erica, lalu naik ke perut dan dadaya. "Sepertinya di dalam minuman selamat datang. Kulitmu halus."

Bukankah mereka berada di dalam pengaruh obat perangsang? Seharusnya setelah percintaan yang hebat, pengaruh obat akan hilang tapi nyatanya, gairahnya tersulut hanya dengan satu sentuhan kecil di tubuhnya.

"Pak, aku, ehm ...."

Erica kehilangan kata-kata saat Jayde melumat bibirnya. "Kenapa? Belum hilang obatnya?"

Bisikan yang lembut tapi terdengar sangat akal di telinga Erica. "Belum."

"Masih mau?"

"Boleh."

"Gadis pintar."

Jayde kembali menarik tubuh Erica, melumat bibir, mengusap kemaluannya dan memainkan jemarinya di sana. Erica terengah, dadanya membusung. Menarik kepala Jayde ke aras putingnya yang mengeras. Rasanya seolah tidak cukup terpuaskan, mereka bahkan saling mencium dan mengecup tanpa henti. Jayde membalikkan tubuh Erica, mengangkat pinggulnya dan memosisikan diri di tengah.

"Ini akan sedikit lebih sakit tapi nikmat dirasakan," ujar Jayde sambil membungkuk. Menahan bahu Erica agar tetap tegak. "Santai, Erica dan nikmati."

Erica tersentak saat Jayde menghujam dari belakang. Kepalanya terantuk ke bawah sementara Jayde menahan pinggangnya. Laki-laki itu keluar masuk dari tubuhnya dan Erica hanya bisa mengerang tanpa daya. Ia mencengkeram sprei kuat-kuat, melenguh saat Jayde bergerak makin cepat dan melontarkannya dalam hasrat yang panas.

"Ooh, Erica. Kamu benar-benar enak, Sayang," puji Jayde dengan suara serak. Tersenyum saat mendengar erangan panjang dari gadis di bawah tubuhnya. Ia membungkuk untuk menangkup dada yang bergoyang, mengusap puting, meremas, dan terus bergerak tanpa henti. Rasanya ingin menghentikan waktu dalam keadaan bercinta seperti ini, agar bisa menikmati wajah cantik yang memejam, erangan feminim, dan tubuh yang licin dan basah karena keringat.

"Paak, yang cepat," desah Erica saat gerakan Jayde sedikit melambat.

"Ups, gadis binal. Rupanya kamu tidak cukup puas dengan gerakan lambat dan santai?" Jayde membalikkan tubuh Erica. Menuruni ranjang, dan berdiri di pinggirannya. Ia menarik kaki Erica ke atas bahunya, kembali menyatukan mereka dengan tangan meremas dada. "Bagaimana kalau begini? Sudah cepat?"

Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir Erica, rasanya terlalu nikmat untuk diungkapkan. Ini pertama kalinya ia bersetubuh dengan laki-laki tapi tidak cukup puas hanya dengan satu kali penetrasi. Ia menginginkan lebih dan lebih. Menyukai gerakan yang kuat dan keras, juga cepat yang membuat napasnya tersengal. Ia berteriak saat Jayde mencengkeram pinggangnya dan menghujam kuat.

Tetes keringat membasahi kepala dan wajah Jayde, meski begitu ia belum ingin berhenti mengisi tubuh gadis cantik di bawahnya dengan gairah. Ia tersenyum saat melihat Erica terbeliak lalu mengerang panjang. Sensasi hangat menyebar ke seluruh tubuh saat kaki Erica menjepitnya. Meremas dada, pinggang, lalu paha dan akhirnya, hasratnya terpuaskan sepenuhnya. Ia menyentak sekali lagi sebelum memisahkan diri dan ambruk di samping Erica. Mereka bertukar senyum lalu mendesah dan tanpa sadar terlelap setelah kelelahan dan kantuk menyergap. Masih dalam posisi telanjang bulat.

Suara orang sedang bicara di telepon membangunkan Erica, meskipun terdengar sangat lirih tapi tetap saja membuatnya terjaga karena mereka sedang berdebat. Ia tidak salah dengar, Jayde berdiri di dekat jendela dan sedang bicara dengan seseorang di ponsel.

"Kamu pikir ini main-main, hah?"

Erica tidak tahu Jayde sedang bicara dengan siapa tapi terlihat sangat marah.

"Makanya, lain kali pakai otak sebelum bertindak!"

Apakah pegawai atau orang terdekatnya? Hingga satu nama membuatnya tersentak.

"Jared, lain kali kamu bertindak absurd begini, aku akan memukulmu!"

Erica mendesah, rupanya Jayde sedang bertengkar dengan adiknya. Apakah tentang mereka sekarang? Pengaruh obat perangsang sudah hilang makanya Jayde mengamuk?

"Siapa yang bilang aku gay! Itu hanya ide sialanmu! Kalau kamu ingin menikah lebih dulu, lakukan! Jangan membawa-bawaku dalam urusan sialanmu!"

Rasa malu menyergap Erica. Harusnya Jayde bisa pergi diam-diam, dengan begitu mereka tidak perlu saling menyapa. Saat ia terbangun, lebih baik kalau Jayde sudah pergi, jadi mereka tidak perlu berbasa-basi, kini semua harus dihadapi dengan kepala tegak meski menahan malu. Memutuskan untuk tidak lari dan menyapa lebih dulu, Erica meraih selimut untuk menutupi tubuh dan duduk di ranjang. Saat Jayde menoleh, pandangan mereka bertemu. Laki-laki itu baru selesai menelepon.

"Selamat pagi, Pak."

Jayde tidak menjawab, mengamati wajah Erica yang terlihat malu dengan mata sendu dan bibir lembab. Kulitnya yang kecoklatan, terlihat sangat kontras dengan selimut putih. Memberikan kesan sexy dan menggoda di bawah bayang-bayang sinar matahari yang menyelinap masuk ke kamar mereka.

"Sebenarnya, ini pukul sembilan. Bisa dikatakan tidak terlalu pagi. Tidurmu nyenyak?"

Mengangguk malu, Erica tidak mampu mendiskripsikan betapa kuat tidurnya. "Lumayan nyenyak."

Memutuskan untuk bicara layaknya dua orang dewasa, Jayde mendekati Erica dan duduk di sampingnya. Mengamati wajah cantik dengan rambut yang acak-acakan. Dadanya menyembul sensual dari balik selimut yang ditahan oleh tangan. Erica yang tidak punya pengalaman sola sex, dipaksa untuk bercinta hingga nyaris semalam suntuk. Tidak heran kalau terlelap karena kelelahan.
.
.
.
Di Karyakarsa update bab 16.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro