Bab 112 Kencan atau Tidak?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Andra ingin sekali menoleh pada Mahira yang ternyata tak melepaskan genggaman tangannya. Senang sekali rasanya. Ia jadi takut kalau saat menoleh pada wanita itu, malah raut wajah tak menyenangkan Mahira yang ia dapat. Hal itu tentu akan kembali merusak suasana hati Andra yang sudah carut-marut akibat ulah Ayu tadi.

“Aneh banget tuh cewek! Pertama ngajakin pacaran settingan buat dongkrak acara, terus ngaku-ngaku jadi pacar sambil labrak kamu, tiba-tiba bilang putus, terus sekarang ngaku-ngaku mantan? Kok bisa ada cewek freak kayak gini sih?” dumel Andra yang tak bisa lama-lama menutup mulut. Ia sampai mengacak-acak rambutnya dengan tangan yang satunya. Tentu ia belum mau melepaskan genggaman tangannya dan Mahira. “Cewek sekarang kok aneh-aneh sih! Ah! Sialan!”

“Aku aneh dong?” timpal Mahira kemudian. Bersuara untuk pertama kali setelah diseret oleh Andra.

Andra perlahan menoleh. Takut-takut tapi tetap memberanikan diri. “Kamu gak aneh, Hira.” Ia gelagapan sendiri. Takut membuat suasana hati Mahira jadi ikutan semrawaut seperti dirinya. Masih untung Mahira tak melepaskan genggaman tangannya dengan kasar dan sangat beruntung juga Mahira mau ia bawa sampai ke sini. “Maksudku, yang aneh itu cewek-cewek di luaran sana selain kamu.”

Dua bola mata Mahira yang menatap Andra lurus membuat lelaki itu jadi tak berkutik. Mau berpaling, rasanya sayang sekali kalau harus melewatkan kesempatan bersitatap dengan Mahira dari jarak dekat begini. Tapi lama-kelamaan, Andra tak bisa berpura-pura diam seperti patung juga.

“Aaarrrggghhh!!!” Andra tiba-tiba berteriak sambil menutupi wajahnya dengan tangannya yang lain. Sementara tangan yang satunya lagi malah semakin erat menggenggam tangan Mahira. “Mahiraaa!!! Kamu cantik banget!”

Andra tampak semringah sekali. Rona wajahnya diliputi senyuman mengembang. Lelaki itu sampai berjingkrak riang dengan tak melonggarkan genggaman tangannya sedikit pun.

“Aku kangen banget sama kamu, Hira!” seru Andra lantang sekali. 

Andra meraih tangan Mahira yang satunya lagi. Menatapnya lekt sambil mengembuskan napas panjang. Matanya tak berpindah satu detik pun dari memandang Mahira yang juga tetap membalas tatapannya. Semakin membuat Andra hilang akal saja!

“Serius! Aku kangen banget sama kamu, Mahira! Kangen banget!” ulang Andra lagi. Berteriak lagi. Tampak bahagia sekali.

Tapi sayangnya Mahira belum bicara sedikit pun. Hanya diam. Memandang Andra saja sejak tadi. 

“Kencannya gimana? Jadi?” Tiba-tiba Mahira malah menyinggung hal itu.

“Oh? Kencan malam ini, yah?” Andra malah garuk-garuk kepala macam orang linglung. “Jadi dong! Jadi!”

“Ya, udah. Lepasin tanganku sekarang,” pinta wanita itu dengan raut wajah datar. 

Senyum tidak, tampak marah juga tidak. Andra tak tahu harus memaknai hal ini sebagai pertanda baik atau buruk.

“Oh ….” Andra tergagap dengan perlahan melepaskan genggaman tangannya. Tak rela sih, tapi ia juga tak mau menolak permintaan wanita itu. “Oke … nanti malam kamu dateng, kan?”

Mahira malah angkat bahu. “Gak tahu!” timpalnya dengan wajah dingin. “Selesaikan urusanmu dengan teman-temanmu tadi, Dra. Dengan cara baik-baik. Terutama urusanmu dengan Produser Agung. Jangan sampai agenda kalian di sini untuk syuting berakhir kacau-balau dan malah memberikan efek buruk untuk pulau ini. Aku pergi.”

Andra cepat menghadang langkah Mahira. Ia sampai merentangkan dua tangannya. “Tapi, nanti malam kamu harus dateng. Kamu gak kangen masakanku?” Andra butuh kepastian. Hany aitu saja.

“Enggak tuh.” Tak acuh Mahira menanggapi, padahal perasaannya sendiri sedang tak karuan. Girang lebih tepatnya.

Tak mau sampai ketahuan kalau dirinya sedang dilanda bahagia juga, Mahira buru-buru melangkah ke arah lain yang tak dijangkau oleh tangan Andra yang merentang itu. Tapi lelaki itu lagi-lagi menghadangnya. Terus menghadangnya dengan melontarkan pertanyaan yang sama.

“Kamu bakalan dateng kan ke acara kencan kita?”

Dan Mahira enggan memberikan kepastian!

***

“Ya, Tuhan! Ya, Tuhan! Ya, Tuhaaan!!!”

Mahira merapal kata itu berulang kali. Berjalan mondar-mandir ke sana kemari di dalam kamarnya. Ia sampai memukuli dadanya berulang kali dengan cukup keras.

“Enggak, Hira! Sadar! Tahan! Jaga hatimu! Ayolah, Hiraaa!!!”

Bohong kalau Mahira mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini. Genggaman tangannya, sentuhannya, tatapannya, semua yang terjadi antara ia dan Andra beberapa saat yang lalu tengah membuat perasaan Mahira berlonjak riang. Senang sekali!

Hatinya tengah diliputi perasaan bahagia, sampai Mahira berulang kali meloncat di dalam kamarnya sendiri. Menjatuhkan diri di ranjang, berguling-guling di sana sambil memegangi dadanya, mengembuskan napas panjang, dan berteriak dengan sengaja membekap mulutnya sendiri dengan bantal untuk meredam teriakannya agar jangan sampai didengar oleh siapapun.

“Aaarrrggghhh!!!” 

Teriakannya tentu saja teredam dengan sempurna. 

“Aku harus gimana?” Mahira bingung sendiri. “Dateng ke sana? Secara sukarela? Dia bisa mikir yang macem-macem dong nantinya. Iya, gak?”

Mahira bicara sendirian sambil menatap dinding ruangan. 

“Enggak! Aku gak perlu dateng. Kalau dia jemput, aku baru bakalan dateng. Gitu aja! Ya! Kayak gitu aja!”

Mahira memantapkan keputusan. Tapi, ia tetap belum merasa tenang akan keputusannya yang satu ini.

“Atau … aku dateng aja?” Ia gamang. “Kan dia yang ngundang. Gak ada salahnya, kan?”

Keputusan awalnya terasa belum meyakinkan. Mahira berpikir keras lagi dengan perasaan bahagia yang terus saja merongrongnya.

“Dia gak ada rencana buat bikin kejutan lagi kayak dulu gitu? Masa ngajakin kencannya terang-terangan begini sih?”

Mahira melipat dua tangan di dada. Tampak berpikir keras.

“Gak kreatif! Masa aku langsung dateng gara-gara ajakan kencan dia? Dia kan harusnya bikin kejutan gitu kayak dulu. Kenapa sekarang malah jadinya begini?”

“Emang maunya Mbak kayak gimana?”

Mahira terlonjak kaget mendengar suara itu. Ia langsung berpaling ke arah pintu kamarnya yang terbuka dan ternyata sudah ada Citra di sana yang entah sejak kapan sudah berdiri di ambang pintu. Mata Mahira melotot kaget.

“Cit … kamu ….” Mahira tergagap. 

Melihat Citra yang berjalan santai masuk ke dalam kamarnya, tersenyum penuh arti padanya, sudah Mahira tebak kalau Citra mendengar dumelannya tadi. Tapi, entah sejak kapan. Itu dia masalahnya.

“Cieeehhh … yang mau kencan, tapi kayak yang gak mau. Gak usah aja sih kalau emang gak mau, Mbak. Gampang, kan?” celetuk Citra menggodanya.

Mahira salah tingkah dibuatnya. Ia malu-malu duduk di ranjang sementara Citra memilih duduk di kursi depan meja rias.

“Kamu kok gitu sih ngomongnya, Cit?” Wajah Mahira tampak kusut-mesut yang malah mengundang decak tawa Citra. “Seneng yah ngejek Mbak?”

“Seneng banget! Kelihatan sekali Mbak Mahira ini salah tingkah karena Chef Andra. Itu artinya terkaan aku gak meleset! Mbak ini kangen berat sama Mas Andra. Udah jatuh hati! Udah jatuh cinta! Gak usah ngelak atau ngeles-ngeles lagi deh! Mumpung Mas Andra masih konsisten perasaannya ke Mbak. Awas loh nanti berpaling, Mbak malah nyesel. Buruan sikat sekarang juga!”

“Emang dia toilet mesti disikat-sikat segala?”

Tawa terurai dari keduanya. Berbincang dengan Citra yang sedikitnya sudah tahu persoalan Mahira sejak ditinggal pergi Andra, cukup membuat wanita ini merasa lega. Kegamangan yang semula merongrongnya terkait ajakan kencan Andra perlahan hilang. 

“Jadi, aku dateng aja nih ke restoran nanti malem? Jadi kayak cewek murahan gak sih jatohnya kalau cewek nyamperin cowok, Cit?”

Citra angkat bahu sambil memain-mainkan wadah lipstik Mahira di atas meja riasnya. “Enggak juga ah! Siapa bilang cewek dibilang murahan kalau nyamperin cowok yang emang sengaja minta ceweknya dateng? Toh tujuannya udah jelas kan, Mbak. Mas Andra mau ngajakin kencan dan makan bareng sama Mbak Mahira. Dia sendiri kan yang bilang mau masakin makanan favorit Mbak. Sama kayak dulu! Mbak sering kan dimasakin Mas Andra?”

Mahira mengangguk macam anak kecil.

“Nah! Situasi sekarang juga sama. Bedanya yah … Mas Andra itu bukan chef di sini lagi, tapi tamu. Anggap aja kayak acara makan biasa aja, Mbak. Kalau emang Mbak risi kalau ini disebutnya kencan. Menolak tawaran orang buat makan itu gak baik loh! Sama kayak nolak rezeki!”

Mahira mengangguk lagi. Menggangguk terus akan setiap perkataan Citra yang meyakinkannya untuk datang ke acara kencan malam ini.

“Mbak harus dateng! Harus! Atau Mbak nanti nyesel seumur hidup karena gak ada usaha memperjuangkan perasaan sukanya Mbak ke Mas Andra.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro