Bab 76 Manusia Paling Kuat Di Muka Bumi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


“Pindah sana deket pacar lo!” usir Andra pada Citra yang tengah duduk di samping Mahira. 

Citra mau tak mau menurut. Bukan karena pengusiran Andra, tapi karena uluran tangan Randu yang lebih dulu terarah padanya.

“Tidur dia?” tanya Andra sambil menunjuk selimut yang menutupi Mahira. 

Yogi, Randu, dan Citra spontan mengangguk nyaris di waktu bersamaan.

“Gak usah diganggu. Dia kecapean,” terang Citra.

Andra mengangguk mengerti. “Selimut buat gue mana?”

“Gak ada. Kita cuma bawa satu,” kata Citra dengan wajah ketus.

Penuturan Mahira tadi berhasil mengubah penilaian Citra pada sosok Andra. Lelaki yang ia pikir menyukai Mahira rupanya tak lebih dari sekedar lelaki yang sukanya mainin hati perempuan. Ingatan akan kejadian saat Andra mengajak salah satu tamunya jalan bareng ke Bukit Ampalove juga menjadi salah satu alasan Citra tak lagi menganggap Andra sekedar cowok biasa.

Dia benar-benar cowok brengsek!

“Jangan-jangan kamu juga kayak gitu, Mas Ran?” tanya Citra tiba-tiba pada Randu yang sejak tadi menutup mulut. Tak lagi bicara sejak Andra muncul. 

“Hah? Jangan-jangan gimana maksudnya?” Randu merasa pertanyaan Citra terlalu ambigu. Tak jelas ke mana arahnya.

“Gak usah pura-pura bego deh, Mas. Orang yang temenan sama tukang sampah, pasti bakal kecium punya aroma sampah juga. Atau orang yang temenan sama tukang jual wewangian, pasti bakal kecium aroma wanginya juga!”

Sungguh! Randu benar-benar tak mengerti maksud dari perkataan Citra ini apa sebenarnya. Kenapa raut wajahnya sampai kusut begitu? Kenapa pula jadi bahas tukang sampah sama tukang wewangian segala? Ada apa dengan pacarnya satu ini?

“Cit, kamu ngomong apaan sih? Kok jadi bahas tukang sampah segala? Hubungannya sama aku pura-pura bego emang apa?” tanya Randu yang sudah dirundung kebingungan.

Kebingungan yang tengah dialami Randu tak jauh berbeda sebenarnya dengan yang dialami Andra sekarang. Sambil mendengarkan perbincangan Randu dan Citra yang hanya didominasi si penanggung jawab wisata air itu, isi kepala Andra sedang sibuk mengingat percakapan Mahira dan teman-temannya beberapa saat yang lalu.

Ya! Andra sempat mencuri dengar percakapan mereka tadi. Entah mereka sadar atau tidak akan hal itu. Dari percakapan tersebut Andra menyadari sesuatu tentang penilaian Mahira padanya, baik di depan maupun di belakangnya begitu konsisten. Perempuan itu bertindak dan berkata jujur.

Berbeda dengan Andra yang kadang lain di mulut, lain di hati. Bilang suka pada Mahira, tapi Andra sendiri belum sepenuhnya yakin apakah perasaannya ini tulus atau hanya sekedar perasaan sepintas saja? Andra juga tak tahu apakah ia sudah benar-benar melupakan Zahra atau bukan? Entah kenapa ia merasa begitu senang ketika mendengar mantannya itu masih belum bisa mencintai suaminya. Bahkan sampai menangis karena hal itu.

“Aku belum move on dari Zahra? Masa sih?” gumam Andra dalam hati. Ia melirik Mahira yang masih bersembunyi dibalik selimut tebal itu. “Tapi, aku sukanya sama Mahira. Aku suka semua hal tentang dia. Kecuali dia yang deket-deket sama si Rangga atau si Galang. Ini beneran tanda-tanda perasaan suka, kan? Iya, kan?” tanyanya tak yakin.

Sampai di Pulau Ampalove, Andra memilih berjalan paling belakang. Diperhatikannya Mahira yang berjalan dengan Citra dari kejauhan sambil mengingat kembali semua kata-kata perempuan itu di kapal tadi.

“Dia beneran gak suka rupanya. Dianggapnya omong kosong, yah? Dia juga denger percakapanku sama Zahra dan Galang di belakang restoran waktu itu?” Andra meraup wajahnya yang tiba-tiba kesulitan untuk tersenyum. “Ya Tuhan ….” Ia tampak begitu frustrasi. “Itu artinya dia denger soal aku yang bilang masih suka sama Zahra dong?”

Andra meninju pohon kelapa yang kebetulan dilewatinya. Ia memekik kesakitan saat tersadar kalau pukulannya terlalu keras dan malah menyakiti punggung tangannya sendiri.

“Kenapa lo?” tanya Yogi tiba-tiba. Kaget melihat temannya tiba-tiba meninju pohon kelapa itu. Orang tak waras sekali pun seperti akan berpikir dua kali meninju pohon tersebut.

Andra hanya menggeleng seperti tak terjadi apapun. “Gak apa-apa kok, Yo. Gue ke Rumah Ampa dulu.”

“Enak aja!” seru Yogi sambil menggamit lengan Andra erat. “Lo mesti ke dapur, Bro. Makan dulu. Udah itu baru istirahat. Gue gak mau lo sakit besok dan bikin dapur kacau balau kayak hari ini.”

Andra tak berusaha mengelak saat tersadar kalau perutnya memang butuh diisi. Tenaganya terkuras habis setelah seharian menghabiskan waktu dengan Mahira. Dengan begitu banyak hal terjadi.

***

“Mbak beneran gak jatuh cinta sama Chef Andra, kan?” tanya Citra yang masih enggan meninggalkan Mahira yang sudah terbaring di ranjang meski tampak begitu kelelahan. “Denger omongan Mbak tadi, kok aku yang sakit hati yah jadinya?”

“Loh? Emang kenapa? Apa yang bikin kamu sakit hati?”

“Habisnya Chef Andra itu kan suka banget ngintilin Mbak Mahira. Aku tuh ngiranya dia beneran suka loh! Kalau aku jadi Mbak sih udah pasti baper. Mana Chef Andra itu perhatian banget sama Mbak! Waktu sakit diurusin, terus ngajakin Mbak Mahira juga naik motor waktu itu sampe rela kena hukuman juga, sering masakin Mbak juga kan yang suka dianterin ke Ruang Kerja Ampa itu loh, Mbak. Yah … kecuali kemarin sih. Pas waktu Chef Andra ngajakin kakaknya Mbak Mahira ke Bukit Ampalove. Itu bener-bener bikin sakit hati sih! Rasanya kayak aku aja yang dikhianati, Mbak.”

“Aku gak ngerasa dikhianati kok. Biasa aja! Udah tahu juga kan sejak awal kalau dia tuh emang cuma iseng doang sok-sok’an suka sama aku.” Ulu hati Mahira rasanya seperti ada yang menusuk tiba-tiba setelah ia berkata demikian. Aneh sekali.

“Tetep aja, Mbak. Kesel aja gitu! Ih! Jadi pengen ceburin Chef Andra terus bikin dia tenggelam aja di lautan kalau bisa. Biar tahu rasa!”

“Hush! Itu namanya percobaan pembunuhan berencana. Kamu gak takut kena pidana nanti?”

“Habis kesel sih, Mbak ….”

“Udah. Udah. Keselnya dibuang aja. Yang harusnya kesel itu kan aku, bukannya kamu. Kamu tuh pacarnya Randu! Gak baik baper gara-gara ulah cowok lain!”

Citra buru-buru membekap mulutnya. “Mbak jangan bilangin ini ke Mas Randu yah?” tanyanya takut-takut. Citra celingukan menatap sekitar ruangan yang untungnya memang tak ada siapa-siapa kecuali mereka. 

“Kok Mbak bisa kuat gini sih ngadepinnya? Maksudku, bisa gak gampang baper gitu. Mana Chef Andra kan ganteng, pinter masak juga, berani nunjukkin perhatian di mana pun tanpa rasa malu. No jaim-jaim di depan umum deh pokoknya!”

“Tapi bisa jadi dia lagi tipu-tipu.” Mahira mengulum senyum. Mau menjawab lagi, tapi tenaganya terasa sudah terkuras habis. Matanya juga sudah berat untuk terus terbuka.

“Ah, bener juga yah.”

Citra menangkap rona wajah lelah perempuan itu. Dengan hati-hati ia keluar dari Rumah Ampa, bergegas mencari Randu yang rupanya baru saja keluar dari dapur restoran.

“Mas lama banget sih ngambil makanannya! Mbak Mahira udah tidur tahu! Ayo buruan! Jangan sampe dia tidur tanpa makan dulu. Aku gak mau dia jatuh sakit lagi. Loh?” Citra baru menyadari sesuatu. “Makanan buat Mbak Mahira mana? Kok Mas gak bawa apa-apa?”

Randu garuk-garuk kepala sebelum kemudian sosok Andra muncul dari balik pintu belakang dapur restoran. Wajahnya tampak semringah, dua tangannya memangku sebuah nampan dengan beberapa wadah berisi makanan di atasnya.

“Andra yang mau bawain makanan buat Mahira, Cit.” Randu menjelaskan kemudian.

Citra langsung menunjuk wajah Andra dengan jari telunjuknya. Tatapannya sengit sekali. “Kok malah dia sih yang bawain makanan buat Mbak Mahira?”

“Lo sewot aja ke gue dari tadi, Cit. Ada masalah apa lo sama gue?” Andra menangkap keganjilan pada raut wajah Citra yang tiba-tiba jadi tak bersahabat. “Kan emang gue yang biasanya nganterin makanan sama Mahira. Kenapa lo ngomongnya kayak gitu?” 

Citra tak suka fakta ini. Fakta bahwa selama di pulau ini, Andra-lah yang memang sering ikut campur tangan pada persoalan menyangkut Mahira. Kesal sekali rasanya! Tahu fakta dibalik gelagat Andra yang sok perhatian pada Mahira sejak dulu, mungkin ia juga tak akan pernah mau membantu Andra saat Mahira jatuh sakit waktu itu. 

Benar-benar cowok brengsek! 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro