Chapter 3 : Cewek Jadi-Jadian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.
.
.

I'M Become A Boy

A Story By @SitiaraPelmansyah

Happy Reading

.

Jangan melihat seseorang dari penampilannya. Bisa aja dong, dia aslinya cowok malah disangka cewek:v

Setelah dilatih untuk bersikap seperti Gishi, akhirnya Gisha dinyatakan sudah siap untuk diantar ke asrama.

Di depan rumah, Gisha memeluk mamanya dan mamanya juga memeluk putrinya dengan meneteskan air mata.

Penampilan Gisha kini berubah, dia memiliki ramput pendek, kaos yang lebih besar dari tubuhnya dan dilapisi jaket, celana yang sobek, serta topi yang menambah kesal laki pada diri Gisha.

Semalam, papanya mengajak Gisha untuk berbelanja pakaian cowok dan pergi ke salon untuk memotong rambutnya. Sebenarnya, Gisha tidak ingin rambutnya dipotong. Akan tetapi, apa dayangnya jika dia melawan ayahnya. Ini semua juga akibat ulahnya, sehingga dia harus menerima konsekuesinya sekarang.

"Jaga baik-baik dirimu nak," ucap mamanya sehabis melepas pelukan mereka. Gisha mengangguk dan mengusap air matanya yang jatuh ke pipinya.

"Semuanya sudah ada di tas kan?" Gisha menoleh ke arah papanya dan mengangguk.

Papanya tersenyum. "Baiklah. Ayo!"

🌻

Di perjalanan, Gisha menatap ke luar jendela karena bosan.

Jika dihitung dari awal berangkat, mereka sudah menempul perjalanan setengah hari dan hingga sekarang mereka belum sampai juga ke tujuan mereka.

"Kapan kita sampai, papa?" keluh Gisha.

"Sabar," ucap papanya singkat. Gisha mendengus lalu menguap.

Selang beberapa menit, papanya berseru membuatnya membuka lebar matanya.

"Kita sudah sampai!" seru papanya. Gisha menatap ke depan, di mana sebuah bangunan besar terlihat oleh matanya.

"Wow!" kagumnya.

"Bagus kan? Asramamu juga sebesar ini," ucapan papanya membuat Gisha menoleh.
"Astaga! Aku telah melewatkan momen berangkat ke asrama gue!" keluh Gisha dalam batin.

Mobil mereka berhenti di tempat parkir. Seorang pria berdiri di dekat parkir, setelah melihat sebuah mobil berhenti. Ia langsung mendekat pada Gisha dan papanya yang baru keluar dari mobil.

"Maaf. Pak," papa Gisha menoleh ke arah pria itu.

"Iya?" jawab papa Gisha.

"Apa bapak ini, bapak Wijaya? Saya orang yang diperintahkan kepala sekolah untuk membawa bapak kepada Beliau. Pak," jelasnya.

"Oh, baiklah pak. Kami akan menyusul setelah mengeluarkan barang-barang anak saya," jawab papa Gisha.

"Tenang saja, pak. Barang-barang anak bapak akan dibawakan oleh pelayan asrama langsung ke kamar anak bapak nantinya. Bapak cukup membawa barang-barang kecil seperti ponsel dan mengikuti saya menuju ruangan kepala sekolah, karena Beliau ingin bertemu dengan bapak." jelasnya sekali lagi. Gisha menajamkan matanya untuk membaca tagname yang berada di baju pria itu.

'Pak Dadang.'

"Baiklah pak," papanya menatap Gisha.

"Ayo, nak. Kita ikuti bapak ini ke ruangan kepala sekolah." perintah papanya. Gisha menatap ke arah pam Dadang yang tersenyum padanya. Ia lalu mengangguk pada papanya dan mengambil tas kecilnya yang berisi alat-alat pentingnya.

Papanya dan Gisha mengikuti pak Dadang yang memandu mereka menuju ruangan kepala sekolah.

🌻

Gisha pov

Buset dah! Sekolahnya luas banget. Rapi lagi! Kalau kayak begini mah, gue betah tinggal di sini sampai kapan pun. Oh ya, papa bilang kalau gue juga dimasukan ke asrama khusus perempuan yang gak jauh besar dari ini. Andaikan aja, gue gak ngehancurin tuh tiket.

"Eh, bentar?" gumam gue. Gue najamin mata gue untuk melihat orang yang sedang berjalan berlawanan arah sama gue.

'Itu laki ato perempuan?' batin gue. Pasalnya, gue ngeliat cewek dengan kucir ala anak tk terus jalan sambil makan pisang. Itu cewek juga bentar lagi bakalan lewatin gue. Bukannya sekolah asrama ini khusus cowok ya? Kenapa malah ada cewek di sini?

Tanpa gue sadari, ia melempar kulit pisang tepat di depan gue jalan. Gue yang gak siap pun jatuh ke depan.

"Awww!" rintih gue. Gila! Mana banyak orang yang ngeliatin gue jatoh-ralat cowok maksudnya.

Gue langsung cari cewek jadi-jadian yang ngelempar kulit pisang ke depan gue tadi. Ternyata, dia masih jalan santai ke depan. Beruntung, ruangan yang gue masuki ini luas sehingga dia masih terlihat walaupun dia udah berjalan jauh.

"WOIIIIIIIIIIII!!!!!!!!!" langsung aja gue teriak sekencang-kencangnya. Gue gak perduli kalau cowok-cowok di dekat gue kupingnya rusak atau pecah, tetapi cewek jadi-jadian itu harus berhenti.

Namun, cowok itu tetap aja gak berhenti. 'Dia budek ya?' gue langsung berdiri dan mengambil kulit pisang penyebab gue jatuh. Dengan kekuatan penuh gue lempar tuh kulit pisang ke arah cewek jadi-jadian itu.

Dan hap!

Gue langsung ketawa beserta cowok-cowok yang masih betah berdiri di sekitar gue.

Ternyata kulit pisang itu nempel di kepalanya, bahkan sudah seperti topi buah anak-anak di tk. Dia auto berhenti dong karena merasa ada sesuatu di kepalanya.

Cewek jadi-jadian itu pun mengambil kulit pisang di atas kepalanya lalu berbalik.

"Siapa yang lempar kulit ke kepala gue!?" tanyanya agak meninggikan suaranya.

'Buset dah! Kok suaranya mirip cowok ya?'

Gue memperhatikan lagi penampilannya. Kalau dari penampilannya, terkesan normal. Akan tetapi,

WAJAHNYA IMUT BANGET WOI!!!!

Gue sebagai cewek kalah imut sama cewok di depan gue ini.

"Gue tanya, siapa yang lempar kulit pisang ini ke kepala gue!" gue tersentak karena tingginya suaranya.

Cowok-cowok di sekitar gue auto nunjuk gue lalu kabur begitu aja. Gue terkejut karena ditunjuk dan gelagapan saat cewok itu datangin gue.

"Lu!" tunjuknya depan hidung gue. "Lu yang lempar kulit pisang ini ya ke kepala gue?" sembari menaikan kulit pisang di tangan kiri.

Ingat! Jadi cowok tuh gak boleh ngalah. Cowok itu harus ngelawan biar berani. Nanti kamu disangka cewek kalau selalu ngalah begitu.

Gue ingat kata-kata papa. Dengan menantang gue berucap. "Ya! Memangnya kenapa?"

Cewok itu terkejut. "Berani juga lu, ya?" tantangnya.

"Ngapain gue takut sama lu!" tantang gue balik.

"Ngapain lu lempar pisang ke kepala gue!"

"Ya, itu balasannya!"

"Balasan apa?"

"Balasan lu ngelempar kulit pisang itu ke lantai depan gue waktu gue lagi jalan, tahu gak! Itu bikin gue kepeleset tadi!"

"Manja banget," ejeknya. Gue emosi doang.
"Manja kata lu? Eh, denger ya! Lu yang duluan salah karena buat gue jatuh!" seru gue di depannya.

"Oh ya, suara lu kok kek cewek ya?" tanyanya buat gue terdiam, tetapi gue langsung menjawab.

"Bukan urusan lu! Yang pasti lu itu salah!"

Setelah gue sukses membuat cewok itu diam, gue langsung berbalik dan jalan ke arah papa pergi tadi.

Akan tetapi, cewok itu narik hoddie gue membuat gue tertarik ke depan dia.

Gue batuk-batuk sembari mengusap dada.

"Gila, lu!"

"Enak aja ya, lu main kabur aja setelah membuat gue malu di depan yang lain?" gue menatap menantang cewok itu lagi.

'Mau apa dia sebenarnya?'

"Mau apa lu?!"

"Lu harus bayar gue sebagai ganti rugi!" serunya membuat gue membelalakan mata.

What! Apa katanya? Bayar? Enak banget, dia yang salah napa gue yang harus ganti rugi!

"Enak aja, lu! Lu yang salah kok gue harus bayar?"

"Bayar gak! Kalau gak? Gue gak bakalan lepasin lu!" dia megang tangan gue kencang banget.

Kalau dilihat-lihat, badan cewok ini kekar dan lebih besar dari gue. Gue gak berdaya kalau sama dia.

Yah! Terpaksa deh.

Dengan sangat tidak rela gue membuka tas gue dan mengambil uang untuk diberikan ke cewok ini.

Setelah dapat uang gue, dia tersenyum ke gue lalu perg gitu aja.

"Gak ngucap terima kasih lagi!" seru gue supaya dia dengar.

"Semoga aja gue sekamar sama dia supaya gue bisa balas dia nanti!" ucap gue tanpa pikir panjang.

DUAAARRR!!!

Tiba-tiba aja ada petir membuat gue kaget.
"Eh! Kok tiba-tiba ada petir pas gue ngomong tadi? Apa jangan-jangan, ucapan gue bakalan jadi nyata?" tanya gue ke diri sendiri.

"Gak! Gak!! Gue gak mau sekamar sama dia!" ucap gue semakin histeris.

"Daripada gue gila di sini, mending gue nyusul papa!" ucap gue yang langsung berjalan menuju arah di mana papa terlihat tadi.

Gisha end pov

Bersambung.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro