23. Di Sekolah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti yang sudah dijanjikan Adel kepada Lydia hari kemarin tentang ia yang akan membawakan seragam baru, uang, dan peralatan makeup milik Lydia, gadis itu benar-benar membawanya dalam satu tas besar dan menyerahkannya pada Lydia ketika jam istirahat telah datang.

"Makasih." Adel terkejut dengan ucapan Lydia. Tidak biasanya anak itu akan berterima kasih terhadapnya. Apalagi kemarin, Lydia juga masih tampak judes. Namun, hanya dalam satu hari saja gadis itu tiba-tiba berubah menjadi lebih ramah dan tersenyum dengan hangat.

"I-Iya." Adel menjawab dengan tergagap.

"Gimana di rumah?" tanya Lydia pada Adel yang tampak kikuk di hadapannya.

"Gimana bagiamana ya maksudnya?" Adel justru bertanya balik.

"Keadaan di rumah, soal papa dan mama, dan kehidupan lo selama di sana." Lydia memperinci.

"O-Oh itu ...." Adel tidak melanjutkan ucapannya.

Dirinya teringat dari sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah Lydia, meski sambutan dari para pelayan begitu baik padanya, tidak dengan kedua orang tua Lydia. Dua orang itu begitu sinis, acuh tak acuh, suka sekali marah, dan penuntut dalam banyak hal. Jujur saja, jika dilanjutkan menjadi Lydia, Adel tidak akan sanggup untuk memenuhi ekspektasi kedua orang tua barunya terhadap dirinya. Berbeda dengan ibunya sendiri yang akan mengapresiasi segala hal tentang apapun yang ia lakukan dan dapatkan selama di sekolah. Keluarga Lydia terlalu banyak tuntutan dalam hal kesempurnaan.

"Gue udah pasrah kalau emang takdir kita mau bertukar jiwa dan tubuh kayak gini. Lagipula, banyak hal baru yang gue dapatkan selama jadi lo. Alasan selama ini gue nyiksa lo juga bukan karena gue benci atau pengen nyiksa. Tapi gue iri, karena sesungguhnya yang sempurna di sini itu adalah lo." Lydia mengucapkan sesuatu yang membuat Adel amat terkejut.

"S-Sempurna?" Adel bertanya mengulang.

"Iya. Gue iri sama kesempurnaan lo yang gak terlihat. Sisi sempurna lo yang gak ada di kehidupan gue." Lydia kembali menjelaskan.

Adel yang masih tidak mengerti dengan maksud pembicaraan Lydia pun bertanya, "Bukannya di sini justru Lydia yang sempurna? Saya mah gak ada apa-apanya kalau dibandingkan sama kamu, saya gak kaya, gak pinter, gak cantik juga. Sedangkan, kamu udah punya segala-galanya. Seperti itu pun masih dibilang gak sempurna?"

"Lo kalau udah ngalamin jadi diri gue maka lo bakal tau bagian mana yang gue anggap gak sempurna. Dan gue yakin lo saat ini juga udah bisa menyimpulkan jawabannya." Lydia menanggapi.

Adel berpikir tentang hal itu. Memang benar. Bagian ketidaksempurnaan Lydia ada di rumah, tidak terlihat dari mata orang-orang di sekolah atau sekitar. Keluarga yang problematik, penuntut, terkekang, dan kemungkinan Lydia tidak bahagia dengan itu.

"K-Kamu ngerasa gak bahagia, ya?" Adel menebak.

"Di balik kesempurnaan seseorang, akan selalu ada bagian yang gak sempurna. Di balik gak sempurnanya seseorang, akan ada bagian juga yang sempurna. Lo bisa aja sempurna dengan cara lo sendiri tanpa harus jadi orang lain." Ucapan Lydia begitu bijak dan menohok.

Adel sadar bahwa ia memutuskan untuk menjadi Lydia setelah menyadari dirinya yang begitu berbanding terbalik dengan Lydia. Menyadari bahwa ia tidak sempurna dan ingin mengubah diri menjadi sesempurna Lydia lewat jalan yang salah. Benar apa yang dikatakan oleh Lydia, menjadi sempurna tidak harus berubah menjadi orang lain. Adel bisa menjadi sempurna versi Adel sendiri. Adel jadi merutuk kenapa baru menyadari hal seperti itu sekarang.

"T-Tapi tetap saja. Saya gak akan ada sempurna-sempurnanya jika dibandingkan–"

"Kalau begitu gak usah dibandingkan." Lydia memotong ucapan Adel yang belum selesai.

"M-Maksudnya?" tanya Adel tidak paham.

"Lo jadi ngerasa kecil kalau lo selalu ngebanding-bandingin diri sendiri sama orang lain. Tapi lo bakal bisa nerima diri sendiri kalau lo mulai sadar sama diri sendiri dan gak bandingin lagi sama orang lain. Kan dah gue bilang, kalau semua orang punya sisi sempurnanya masing-masing termasuk lo." Bijak sekali penjelasan Lydia.

"Kenapa Lydia tiba-tiba bicara begitu ke saya?" Adel lumayan heran atas hal itu.

"Karena gue sadar dan mau berubah. Jadi kita damai aja mulai sekarang. Nyiksa lo dan jadi seorang penindas gak akan bikin gue jadi sempurna." Lydia menjawab dengan serius. Adel tersenyum dengan apa yang dikatakan oleh Lydia.

Sekarang, ia bisa menjadi Adel yang berada di tubuhnya sendiri tanpa harus tertindas lagi oleh Lydia. Apalagi tadi malam setelah melihat kedekatan Lydia dengan ibunya, Adel merasa cemburu saat kehangatan dan kasih sayang ibunya terbagi pada orang lain. Sesuatu hal yang semulanya tidak dimiliki oleh Lydia. Mungkin itulah yang ingin disampaikan Lydia tadi perihal kesempurnaan dirinya yang tidak terlihat. Yaitu, bahagia dalam kesederhanaan.

"S-Saya harap, kita bisa kembali ke tubuh masing-masing seperti sedia kala." Adel berucap demikian. Maksud sebenarnya adalah memang Adel mau mengembalikan keadaan ke semula. Lydia di tubuhnya sendiri dengan kehidupannya sendiri, dan ia dengan tubuhnya dan kehidupannya pula. Sudah cukup ia mencuri banyak hal dari Lydia. Gadis itu pun sekarang sudah berbaikan dengan dirinya. Adel rasa, ke depannya tidak akan ada lagi pertikaian atau hal-hal tak mengenakkan di sekolahnya.

"Kalau menurut gue, lo tuh aslinya gak jelek. Lo cuma sedikit rusak dan butuh perbaikan." Lydia menambahkan.

Lagi-lagi Adel tidak mengerti. "Maksudnya bagaimana, ya?"

"Besok liat aja gue, ya. Gue bakalan sempurna di sekolah meski menggunakan tubuh lo. Biar lo sadar kalau sesungguhnya lo juga bisa cantik dan sempurna dengan cara lo," imbuh Lydia.

Kedua orang itu pun akhirnya berpisah karena jam istirahat telah berakhir. Niat hati ingin mengubah kembali ke keadaan semula ketika pulang sekolah tiba. Namun, setelah Adel mendengar janji Lydia tadi, ia jadi penasaran terhadap versi dirinya dalam kata 'sempurna'. Jadi, Adel akan menunggu sampai Lydia menunjukkan hal itu padanya.

.
.

🌹❤️🌹

Jum'at, 30 Juni 2023, 18:46 WIB.

🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro