Chapter 13: Really?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

_____________
"Jangan mengganggu, jika tidak ingin diganggu."
~ Indah Patrecia
_____________
***

"Bener, kamu pacar anak saya, Clara?" tanya Ayah Clara sudah berada di depan mata Garry. Tinggi mereka sama dan saling memandang satu sama lain.

"Iya."

Plak!

Satu tonjokan keras berhasil diluncurkan dari tangan kanan Ayah Clara yang emosinya sudah menggebu-gebu. Garry pun tersungkur dengan tinjuan itu yang menyisakan darah segar di ujung bibirnya.

"Ayah!" Clara berteriak kepada Ayahnya. "Clara minta, pergi dari sini, SEKARANG!"

"Kamu lebih memilih dia?!" tanya Ayahnya dengan nada yang ikut emosi. "Kamu harus sadar, Clara, siapa yang-"

"Ibu!" potong gadis itu cepat. "Yang ngebesarin, mendidik, bahkan menyayangi Clara itu cuma Ibu. Ayah bahkan...."

Tangan Garry dengan lembut menutup mulut gadis itu. Hatinya sakit saat melihat pertengkaran ayah-anak itu. Semua ini terjadi karena dirinya. Karena dia yang telah membayar uang kelas Clara ....

Clara pun terdiam dengan dekapan lembut dari Garry. Matanya perlahan mulai berkaca-kaca dan menjatuhkan butiran air bening di pipinya.

Sang Ayah juga tersadar jika perbuatannya barusan benar-benar hal yang memalukan. Dia merasa bersalah. Dia menyesali apa yang telah dia perbuat.

"Ayo pergi dari sini," ajak Garry dengan penuh kehangatan. Ia membimbing gadis yang terisak dalam diam itu meninggalkan ruangannya. Mengisahkan sang Ayah dan guru tersebut.

***

Garry dan Clara tengah duduk di taman, menikmati pemandangan anak-anak yang sedang bermain bola kaki. Keadaan sudah cukup tenang.

Clara pun menghela napas berat. Ia juga merasa bersalah karena melibatkan Garry di dalam permasalahan Keluarganya.

"Sorry," kata Clara lirih. "Harusnya gue tolak rencana lo. Gue udah tebak kalau Ayah gue bakal marah besar, pas tau gue pacaran."

"Jadi?" Garry menjawabnya dengan enteng. "Jangan bilang ini pertama kalinya lo pacaran."

Clara terdiam, mata Garry terbelalak dengan diamnya Clara. Dia menatap gadis itu. "Serius lo?!"

"Hem."

Garry tak habis pikir. Bisa-bisanya dia memacari gadis polos yang bahkan tak pernah pacaran. Pantes selalu lemot otaknya.

"Sini bibir lo," kata Clara lebih mendekatkan jarak mereka.

Garry jadi salah tingkah dengan perintah Clara barusan. "Ma-Mau ngapain lo?"

Clara menatap dalam cowok di depannya dan perlahan tangannya mulai terangkat. Memegang Cotton Bud (Katembat) yang sudah di olesi obat.

"Ayo, buka mulutnya."

"Harus banget di buka?"

Clara menurunkan lagi tangannya. "Nurut aja bisa nggak sih?"

"Iya-iya, bawel."

Clara kembali mengangkat tangannya dan perlahan mengoleskan kapas kecil itu ke bibir Garry yang berdarah.

"Auu!" Garry meringis kesakitan.

"Aduh, maaf-maaf." Clara memelankan olesannya.

Garry memandangi gadis itu yang masih sibuk mengobati bibirnya. Ia benar-benar mengamati gadis itu. Apalagi make up sederhana yang Clara pakai hari ini benar-benar terlihat elegan.

"Dah," kata Clara sambil membuang cotton bud itu sembarang dan menghela napas lega.

Garry pun ikutan menghembuskan napas lega. "Lo nggak boong soal tadi, 'kan?"

"Soal apa?" Sekarang Clara sudah kembali ke semula.

"Itu ...." Garry dengan sengaja menggantung omongannya. "Gimana kalo kita, pacaran beneran?"

Clara terkekeh tak percaya. "Setelah ditonjok ayah tadi, keknya otak lo ke geser ya, Gar?"

"Gue serius!"

Clara menatap cowok itu cepat. Ia mengamati wajahnya, mencari letak kebohongan. Tetapi tak kunjung menemukannya.

"En-Entahlah."

"Entahlah apaan. Bukan itu yang harusnya lo jawab."

"Gu-Gue gak tau, Gar." Clara seketika terlihat gugup. Ia bahkan memalingkan wajahnya.

"Kalau ngobrol itu liat muka lawan bicara lo. Stroke lo?!"

"Bomat!"

Clara tiba-tiba beranjak. "Kasih gue waktu." Setelah mengatakan itu dengan lirih, ia pergi begitu saja.

***

Clara mengetuk pintu ruangan, terlihat seorang guru yang menunggunya sejak tadi. Dia melirik Clara yang masih bersikap canggung.

"Abis dari mana aja kamu? Udah telat 20 menit loh." tanyanya.

"Anu, Bu, tadi Ayah saya datang, jadi saya nemuin dia dulu."

Guru itu mengangguk mengerti. Setelahnya Ia mengambil selembar kertas yang di arahkan ke Clara.

Gadis itu perlahan duduk di bangku kosong dan mulai membaca isi kertas itu.

Minat dan Bakat Siswa.

"Isi formulir itu, kemudian kumpulan ke saya, sepulang sekolah nanti. Siswa non beasiswa hanya bisa mengambil satu kelas Ekstrakurikuler." Perempuan dewasa itu menjelaskan.

"Baik, Bu, terima kasih. Saya ijin keluar," jawab Clara sopan.

"Silahkan."

Clara keluar dan menutup pintu kembali secara perlahan, kemudian segerombolan siswi lainnya menghampirinya.

"Yakin lo, bisa bayar kelas Ekstrakurikuler?" Sindir Salwa dan didukung dengan seruan gang-nya.

"Jangan bilang ... kalo lu gak ikut kelas Ekstrakurikuler sama sekali. Ups!" lanjutnya tersenyum sinis, penuh keusilan.

"Bisu lo?" sambung yang lainnya.

Clara hanya memutar matanya malas dan berniat pergi dari sana, tetapi mereka malah menghadang jalan dan mengerumuni Clara dari segala arah.

"Kalian ada masalah apa sih, sama gue?"

Salwa tersenyum miring mendengar pertanyaan konyol dari cewek di depannya itu. "Lo itu bener-bener polos atau cuma sok polos?"

"Menurut lo?" balas Clara dengan nada yang sama dinginnya. Ia maju dan mendekatkan dirinya.

"Gang!" Salwa memberi kode, teman-temannya pun mulai menaham kedua lengan Clara dan mulai meraba-raba area saku clana gadis itu.

"Mau ngapain lo?! Salwa, berhenti."

Salwa menemukan apa yang ingin dia cari dan mengambil Handphone milik Clara dengan paksa.

"Well, mari kita liat, masa lalu lo."

Salwa tertawa jahat. Jarinya bergerak cepat di layar telepon Clara. Memeriksa koleksi foto dan Video yang ada, namun tak begitu menemukan hal yang menarik.

Seketika....

Seseorang melempar kotak susu yang sudah terbuka ke kepala Salwa dari belakang, yang langsung membuat gadis itu bermandikan susu di tempat. Seluruh teman-temannya terkejut dengan apa yang terjadi barusan.

Salwa menjerit kesal, ia menoleh ke belakang dan mendapati Indah yang berdiri dengan santainya.

"Lo!" teriak Salwa emosi. "Kenapa sih, lo selalu ikut campur di hidup gue!"

Indah yang memainkan kukunya hanya tersenyum miring dengan tatapan sinis. "Entahlah, kalo lo nggak ganggu temen gue, ya gue mah bodoh amat sama kehidupan lo yang membosankan itu."

Teman-temannya berusaha memperingati Salwa dan menarik-narik tangannya, tetapi gadis itu tak bergerak sedikit pun. Ia mengambil kembali kotak susu yang tumpah itu dan menggenggamnya erat. Tanpa aba-aba, ia langsung melempar kotak susu itu ke arah Indah, tetapi gadis itu dengan cekatan menghindarinya dan malah mengenai lengan seorang guru yang tak jauh di belakang Indah.

Salwa syok dan tidak menyangka jika lemparannya akan meleset dan malah mengenai guru mereka. Dengan cepat ia menghampiri guru itu dan meminta maaf sebanyak mungkin.

"Kamu!" Guru itu bersikap santai. "Ikut saya ke kantor. Udah gede bukannya belajar, malah main kotak susu."

Guru itu membersihkan lengan bajunya yang basah oleh susu dengan tangan. Tak lama, ia mulai berjalan dan Salwa dengan terpaksa mengikutinya.

Salwa mengintip ke belakang dan mendapati kedipan nakal dari Indah dan senyum lebarnya.

Awas lo, Indah! Batin Salwa.

***

Musuh abadi, Indah VS Salwa.

Menurut kalian, siapa yang bakal Win?

Btw, mon maaf kalo adegan diatas kurang rada romantis wkwk.

Jangan lupa VOTE dan KOMEN Guys....

See you, next chapter!❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro