Chapter 3: Sebuah Pertikaian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

_________
Jangan ikut campur masalah orang lain, jika tidak dimintai.
_________
****

"Lepasin ... lepasin tangan gue, Gar!" teriak Clara sambil memukul lengan Garry yang terus saja membawanya pergi menyusuri koridor sekolah. Suasananya begitu sepi karena hampir semua siswa berada di taman maupun kantin sekolah.

Tak ada respon dari Garry, dia pura-pura tuli hingga menyeret gadis berambut hitam pekat sedada itu berada di sebuah bangunan sekolah yang sedikit gelap.

Anjir, nih orang kok ngebawa gue ke tempat kek gini. Jangan-jangan....

Clara menghempaskan tangannya dan seketika terlepas dari genggaman Garry. Keduanya berhenti dan Garry membalik badannya.

"Apa?!" tanya Clara sedikit mendongak karena cowok itu lebih tinggi darinya.

Dia mengernyitkan alisnya. "Lo pura-pura gak mau atau perlu gue kasih pengalaman?"

Hah?

"Gu-Gue gak paham maksud lo. Terus juga, maksud lo tarik-tarik tangan gue tadi apa?!"

"Gue kepaksa," jawab itu singkat tanpa rasa bersalah.

What?! Maksudnya ada yang nyuruh dia gitu buat narik gue? Pikir Clara.

"Gosah mikir berlebihan. Gue cuma mau buktiin ke Salwa kalo udah bisa move-on dari dia. Dan lo sebagai pelampiasannya."

Clara tak habis pikir. Dia dijadikan pelampiasan demi orang yang tidak ia kenal sama sekali. Lelucon macam apa ini?!

"Ya terus? Apa gue harus jadi pelampiasan lo saat ketemu sama Salwa? Sorry ya, gue menolak hal itu."

Clara hendak pergi, tetapi Garry malah menghadang jalannya.

"Apa lagi?"

"Siapa yang mengijinkan lo buat menolak perkataan gue?"

Muka gile, dikira gue budaknya kali yak. Parah nih orang. Dah lah, kacangin aja.

Clara bergeser ke kiri, tetapi Garry mengikutinya. Begitupun saat Clara hendak ke kanan kembali. Clara menggenggam tangannya kesal.

"Lo kenapa sih?!" teriak Clara sedikit keras, dia berusaha meredam kesalnya.

"Ehem."

Suara asing tiba-tiba menyelah. Keduanya menoleh ke sumber suara dan terlihat cowok yang berjalan santai ke arah mereka. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana.

"Larry?" kata Clara seketika.

"Hai, Clara," sapanya begitu sudah di depan mereka. "Lagi marahan ya? Maaf ya, ganggu. Gue cuma numpang lewat kok."

"Eng...."

"Ngapain lo ke sini?! Pergi-pergi sana!" teriak Garry penuh amarah. Pandangannya benar-benar tajam dan melekat ke Larry-kembarannya.

Larry hanya tersenyum. "Santai dong, kayak pertama kali pacaran aja."

Clara baru menyadari keduanya kembar. Mereka tidak hanya mirip, namun dari tekstur wajah, alis, sampai bibir mirip seratus persen.

"Ka-kalian kembar ya?" tanya Clara. Dia mengucapkannya tanpa sadar. Saking terkejutnya.

Larry cengengesan. "Iya nih. Baru sadar ya, Clara?"

Tanpa ba-bi-bu, Garry menghantamkan kepalan tangan ke rahang Larry. Kembarannya itu tersungkur dengan pantat, Clara yang panik pun segera mendekat ke Larry. Dia memegang area tonjokan tadi dan melotot ke wajah Garry.

"Lo gila?! Ngepukul saudaranya sendiri?!" teriak Clara dengan emosi yang menggebu-gebu.

"Hah?! Saudara?" jawab Garry santai." Najis tau gak saudaraan sama sampah masyarakat kek dia. Beban keluarga!"

"Lo pikir, jadi pacar lo itu suatu perhargaan? Lo salah besar, Garry. Justru itu adalah penghinaan terbesar yang pernah ada selama gue hidup!"

"Udah kalian berdua," potong Larry cepat, "thanks banget, Clara, udah ngebela gue. Garry, gue cuma-"

"Gue gak butuh alasan makhluk homo kek lo! Cui!" Garry membuang sembarang air ludahnya. Itu mengekpresikan betapa jijiknya dia dengan Larry.

Setelah mencaci-maki, Garry langsung pergi tanpa meminta maaf. Dia sangat kesal saat tau saudaranya ikut campur setiap permasalahannya. Jika saja dia bisa pindah ke sekolah lain....

"Larry, rahang lo merah banget," kata Clara saat dia mengecek bekas tinjuan Garry barusan.

Larry menggapai tangan Clara yang mugil. Dia menggeleng pelan. "Gak papa, ini sudah biasa bagi gue. Lo gak perlu begitu khawatir. Lo barusan dari kantin ya? Gue antar balik, boleh?"

Clara hendak menolak ajakan itu, tetapi dia tak tega saat mengetahui luka tinju itu semakin memerah.

"Ya udah, tapi sebelum itu kita ke ruang UKS dulu ya."

Clara memandang tangannya yang digenggam lembut oleh Larry. Cowok itu menyadarinya dan melepaskannya. Kemudian keduanya perlahan berdiri dan mulai berjalan.

Mereka jalan beriringan.

"Clara, lo gak ikutan jijik sama gue?" tanya Larry ditengah jalan.

"Jijik? Kenapa harus?"

"Soalnya gue belok."

Mulut clara membentuk huruf 'O' tanpa komentar, kepalanya mengangguk-angguk.

"Gimana pendapat lo soal itu?" Lanjut tanya Larry.

Clara sedikit sulit untuk menjawabnya. Dia harus menjaga perasaan Larry demi hubungan yang baik kedepannya, dia juga tidak boleh sembarangan memberikan pendapat.

"Kok diem?" tanya Larry lagi, kali ini dia mengamati wajah Clara yang tampak kebingungan. "Kalo sekiranya merasa jijik bilang aja, Clara, jangan sungkan. Gak masalah kok, bagi gue."

Clara menggeleng cepat, dia menoleh dan tanpa sengaja mata mereka bertemu. Clara memandangi indahnya mata Larry yang sangat cantik dan lentik. Bagaimana mungkin mata seindah ini tapi belok?

"Clara!" Suara Indah mengagetkan Clara. Ia segera berbalik arah berlawanan. Sementara Larry dengan santainya menoleh ke arah Indah yang menghampiri mereka.

"Lo Larry, 'kan? Bukan Garry yang sedang menyamar?" tanya Indah dengan nada penuh curiga.

Larry yang dituduh seperti itupun tertawa terbahak-bahak. "Indah, kita udah sekelas sejak kelas 10. Ya kali lo gak bisa bedain mana gue mana Garry?"

"Ya siapa tau aja tuh Garry pake wig trus nyamar jadi lo, 'kan?"

"Haha, ada-ada aja lo. Ngapain juga Garry nyamar jadi gue? Biar di deketin doi gue? Nggak mungkin, 'kan? BTW, gue duluan ya. Maaf Clara, gak nganterin lo sampe kantin."

Belum sempat Clara membalas, Larry sudah tancap gas pergi begitu saja. Padahal dia harus segera ke UKS agar rahangnya bisa diobati.

"Kenapa, Ra?" tanya Indah yang melihat cewek itu memandangi punggung Larry yang sudah sangat jauh. "Jangan bilang lo suka-"

Clara tersadar. "Eh, enggak kok, hehe."

Indah tersenyum. "Terus, tadi abis ngapain?"

Clara beralih menatap Indah yang senyum-senyum. "Tadi ... Garry ngepukul Larry di belakang gedung sekolah."

Tak ada tanggapan dari Indah, dia seolah sudah biasa mendengar hal itu.

"Oh ya?" responnya setelah cukup lama terdiam. Ekspresinya jauh diluar dugaan Clara. Benar-benar datar.

"Eksperi lo kok cuma biasa aja gitu, Indah?" tanya balik Clara tak nyaman.

"Ah maaf, itu karena peristiwa itu sudah sering terjadi di antara keduanya. Hampir setiap hari Larry selalu dipukuli oleh Garry."

"Lantas, kenapa tidak kalian laporkan ke pihak sekolah?"

Indah menghela napas sebelum menjawab, "Untuk apa? Hal itu dapat membahayakan posisi kita sebagai murid di sekolah ini. Fun fact aja, Clara, nyokap sama bokapnya mereka berdua tuh donatur terbesar di sekolah ini. Jadi, ngelaporin hal-hal kek gitu cuma bikin lelah batin."

Hah?! Sinting sumpah. Mentang-mentang orang tuanya donatur, jadi seenaknya ngeberlakuin peraturan yang nggak bisa ditentang? Parah banget.

Meski begitu, Clara juga tak ingin membahayakan dirinya. Ayahnya sudah susah-susah memasukkannya ke sekolah ini, dia tak boleh mengacaukannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro