Chapter 48: Kelas Ekstrakulikuler

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bunda!" Clara sontak mendekap Bundanya cepat, sampai-sampai yang dipeluk terkejut. "Ayah kenapa, Bun?"

Bunda perlahan mengelus-elus punggung anaknya. "Bukan apa-apa, Sayang, Ayahmu banyak pikiran, jadi dia sedang tertekan sekarang. Selayaknya kamu yang lagi dikasih banyak PR, pasti stress kan?"

"Serius?"

"Iya, serius. Masa Bunda bohong sama kamu sih?" Bundanya menyudahi dekapan anaknya, memegang bahunya dan tersenyum. "Kamu nggak usah takut ya, kalo Ayahmu macam-macam sama kamu, Bunda siap pasang badan."

"Saya juga, Tante," kata Garry ikut-ikutan, ia mendekati keduanya, pandangannya tertuju pada Clara. "Tante, sebelumnya maaf jikalau lancang, tapi kami kudu cepat-cepat berangkat, sebentar lagi gerbang bakal ditutup."

Clara membalas tatapan cowok itu. "Tapi kan biasanya lo selalu telat, Gar?"

"Lo nggak ingat sama kesepakatan kita? 'Dilarang menggunakan kekuasaan.'"

Bundanya tersenyum, ia melepas genggaman tangannya pada bahu Clara, kemudian membalik tubuh anaknya dan mendorongnya. "Iya, Tante paham kok. Tolong jaga anak Tante ya, meski kita baru pertama kali bertemu, Tante yakin kamu adalah orang yang bertanggung jawab."

"Terima kasih, Tan." Garry memberi hormat sesaat, kemudian membimbing Clara ke arah mobilnya yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah cewek itu.

"Makasih juga ya, Gar, kalo nggak ada lo, gue nggak tau gimana keadaannya sekarang. Ngomong-ngomong, kok bisa sih lo datang tepat waktu gitu?"

"Keren kan?" balas Garry berbangga diri. "Lo harusnya memamerkan pacar lo ini."

Wajah Clara tiba-tiba berubah datar. "Idih, ogah bet gue."

Sementara Garry tertawa di sampingnya. "Kampret lo."

Bundanya melihat keduanya dari kejauhan, ia tau anaknya akan bahagia ketika bersama lelaki pilihannya sendiri. Ia tak ingin sistem perjodohan seperti dirinya dulu kembali terulang. Jika bukan karena orang tua mereka yang begitu dekat bak saudara, mungkin dia akan menolak mentah-mentah permintaan itu.

"Bunda akan terus mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua," katanya lirih saat Clara melambaikan tangannya dari dalam mobil yang sedang melaju.

"Dah dah, Bun!"

Ia pun membalas lambaian itu dengan senyuman. Setelah mobil hilang dari pandangannya, senyumannya usai, ia melirik ke pintu masuk. Haruskah ia kembali masuk? Tidak, Sit! Biarkan dia memikirkan kesalahannya sendiri.

Tak lama kemudian, ia melangkahkan kakinya pergi dari rumah putih dua lantai itu. Menutup kembali gerbang rumah, tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di dekatnya.

"Sit!" Dari jendela mobil, ada lambaikan tangan. Bundanya melirik dan mengenali lambaikan itu. Dia kemudian mendekat, membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.

***

Mobil Garry dan Clara telah tiba di dalam parkiran sekolah. Cewek itu cukup heran dengan keadaan sekolah, biasanya banyak siswa yang berjalan di sepanjang koridor, tapi tadi sangat sepi. Ia memeriksa jam tangannya, menunjukkan pukul 06.45, belum telat.

"Gar, siswa lainnya mana ya? Kok sepi banget koridor tadi," tanya Clara tepat setelah cowok itu keluar dari mobil.

"Kelas Ekstrakurikuler, Sayang."

"Eh?" Clara terkejut atas dua hal; tiba-tiba kelas Ekstrakurikuler dan panggilan sayang dari Garry. "Oh, oh—gitu."

"Napa kaku gitu?"

"Ah, nggak kok." Clara tersenyum canggung.

"Ya udah, ayok masuk." Garry tiba-tiba menggenggam tangan gadis itu dan refleks menyeretnya ke dalam sekolah. Clara sempat terkejut, tapi ia segera merilekskan diri, berpikir bahwa memang dirinya sudah pantas untuk terang-terangan berpacaran dengan Garry.

Mereka tiba di suatu ruangan, begitu Garry membuka pintu, banyak pasangan yang berbaris di depan meja masing-masing. Di satu meja, terdapat banyak alat masak seperti kompor, sayur-sayuran, berbagai alat dapur, dan sebagainya.

Garry kemudian menyeret Clara ke bagian belakang, mengabaikan setiap tatapan yang terlontar padanya. Sementara Clara tersenyum canggung ke semua mata yang tertuju padanya.

"Kenapa sayang? Gugup ya?" ledek Garry sambil melihat-lihat sayur dan buah-buahan.

"Ih, siapa juga yang gugup," bantah Clara, "gue cuma canggung aja tatapan sama mereka."

"Oh gitu, tapi sayang banget sih, Larry nggak ikut kelas Ekstrakurikuler kali ini."

"Eh, Gar, orang lain kelompoknya bertiga, lah kita kok berdua doang?"

"Kenapa emang? Lo ngincer hadiah juara?"

"Bukan gitu, Gar, cuma nggak enak aja kalo kek gini, kesannya kita dikecualikan. "

Garry menganggap remeh. "Ya elah, gue pikir kenapa. Ya udah, gue panggil nih Larry."

"Permisi, Pak!" Tiba-tiba Larry berkata diambang pintu. Dengan ngos-ngosan, ia menghampiri panita kelas memasak itu.

"Sa, saya ... Larry Alexandre."

Guru itu mengangguk, kemudian mencontreng nama yang baru saja disebutkan barusan.

"Silahkan berdiri di meja kelompok Anda," perintah guru itu, mempersilahkan Larry pergi.

"Baik, Pak."

Kini, Larry telah ada di samping kelompoknya. Garry berada ditengah-tengah mereka, ia tak ingin Clara berbicara dengan Larry sedikit pun.

"Oke, mumpung masih ada waktu, kira-kira kita masak apa ya?" tanya Clara dengan polosnya. Ia menguncir rambutnya cepat.

"Temanya dekor kue," jawab Garry cepat.

"Hah? Terus, nih sayuran buat apa?" kata Clara mengangkat keranjang penuh tumbuhan hijau itu.

Larry tertawa kecil. "Ra, itu tuh cuma Ornaments tau."

Clara ber-oh panjang sambil mengangguk paham. "Gue kira beneran mau masak sayur-sayuran."

"Yang kek gitu tuh jebakan, Sayang. Mereka mau mengecoh para siswa." Garry memberitahu.

"Baik para hadirin sekalian!" Panitia acara maju ke depan para peserta. "Tema kali ini adalah mendekorasi kue dengan tema bebas. Waktu pelaksanaan hanya satu jam saja, tidak ada toleransi. Pemenang akan diumumkan setelah semua kue selesai di nilai."

Guru itu memandang seisi ruangan. "Baik, tanpa membuang waktu lagi, kelas Ekstrakurikuler memasak resmi dimulai!!"

Garry mengambil kunci yang ada diatas meja, kemudian membuka lemari yang ada di bawah meja. Begitu terbuka, terlihat sebuah kue kecil tiga lapis, lengkap dengan berbagai macam alat yang dibutuhkan.

"Singkirin sayur-sayur itu," perintah Garry.

"Laksanakan, Gar!" saut Larry yang langsung mengangkat keranjang itu ke bawah meja.

Garry mengangkat kue tersebut, Clara meletakkan alat dekor kuenya. "Kira-kira, mau dekor kue tema apa?"

"Ntah, Ra, gue juga kurang ngeh sama perkuehan."

"Tenang!" sela Garry dengan penuh keyakinan. "Gue punya ide yang cemerlang."

"Bener nggak nih?" tanya Clara meragukan.

Garry menatapnya. "Kalo dekoran kue kita masuk 5 besar, lo harus lakuin satu hal yang gue minta."

"Eh?" Clara terkejut dengan tantangan cowok itu. "Oh nantangin, ya udah gas, Gar. Gue ragu kalo lo bisa ngedekor kue."

"Cih!" Garry menyeringai lebar, bisa-bisanya cewek itu meremehkan skillnya. Ia tak tahu bahwa dia pemenang dekor kue tahun lalu, tetapi karena tak begitu tertarik meminta permintaan, jadi ia mengabaikan kesempatan itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro