Chapter 12 : Kejanggalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.
.
.

Hermione membuka matanya. Ia baru saja bangun dari tidurnya dan segera duduk. Dia melihat Luna masih tidur.

Gadis Gryffindor itu segera masuk ke kamar mandi, tidak perduli bahwa ini masih terlalu pagi untuk mandi. Jendela kamar gadis itu masih menunjukan langit biru gelap pertanda masih terlalu pagi untuk bangun.

Selang beberapa detik, Hermione keluar dari kamar mandi dan menuju lemari untuk berpakaian. Bersamaan dengan Luna yang baru saja membuka mata.

"Pagi Mione!" sapanya.

"Pagi juga, Luna!" Hermione menjawab sapaan Luna walaupun dia masih sibuk dengan pakaiannya.

Luna tersenyum pada Hermione, walaupun gadis itu tidak menatapnya. Untuk pertama kalinya, ada orang yang menyapa dirinya ketika bangun. Teman sekamarnya tidak pernah akrab dengan dirinya.

Luna segera bangkit dan membereskan tempat tidur. "Aku akan mandi." ucap Luna pada Hermione.

Hermione mengangguk tersenyum. "Aku akan menyiapkan sarapan."

....................

Pagi sudah menyapa semua warga Hogwarts. Banyak murid sudah berjalan di koridor atau perpustakaan.

Draco terbangun di ranjang Hospital Wings. Ia menatap sekitar di mana terlihat Michael Corner dan Anthony Goldstein yang berada di kasur seberangnya. Ia menatap ke samping di mana seorang Terry Bott menatapnya dengan lesu.

Ia mengerjapkan matanya mengingat apa yang terjadi. Setelah ia ingat bahwa semalam dia di keroyok oleh ketiga Ravenclaw membuat Draco langsung duduk dan melupakan rasa sakitnya.

"KAU!" tunjuk Draco murka pada Terry yang menunduk.

"BRENGSEK! BERANINYA KAU MELEMPARKAN MANTRA KUTUKAN ITU PADAKU!" bentak Draco yang berdiri dan menunjuk bengis pada Terry yang tidak berani menatap matanya.

Draco yang melihat Terry sama sekali tidak merespon ucapannya menghela nafas. Ia melihat Michael Corner dan Anthony Goldstein juga menunduk.

"Kalian bertiga benar-benar pengecut!" seru Draco sambil menatap mereka satu persatu.

"Tenanglah Mr. Malfoy!" padangan mereka mengarah pada professor Mcgonagall yang tengah menatap pada mereka.

"Aku tahu kau emosi. Tapi untuk sekarang ini kau harus tenang. Aku akan menghukum berat mereka bertiga!" Mcgonagall menatap ketiga Ravenclaw itu bergantian.

Draco menyeringai menatap kepala sekolah Hogwarts itu.

"Tapi, aku juga akan menghukum dirimu karena kau juga melempar Kutukan Tak Termaafkan pada Mr. Goldstein." muka Draco seketika pucat mendengar ucapan Mcgonagall. Pemuda itu mendengus lalu merebahkan dirinya ke kasurnya.

Ngomong-ngomong, kasur yang di tempati Draco adalah kasur yang sama tempat dia terbaring akibat tendangan Buckbeak.

Professor Mcgonagall mendekati Madam Pomfrey yang sedang memeriksa gadis Hufflepuff yang menyerang Hermione.

"Bagaimana Poppy?" tanya Mcgonagall pada Poppy yang selesai memeriksa gadis itu.

"Gadis ini mati selama 24 jam."

"APA!" Mcgonagall terkejut.

Keempat siswa yang terbaring di sana menatap ke arah mereka. Apalagi Draco yang mendengar kata mati.

Mcgonagall menatap tubuh gadis yang sedang terbaring kaku di kasur. "Dia menyerang Hermione 7 jam yang lalu!" jelas Mcgonagall. Bagaimana mungkin gadis yang menyerang cucunya 7 jam yang lalu, bisa dikatakan meninggal 24 jam yang lalu. Ini sangat tidak mungkin!

"Apa! Hermione di serang olehnya!" Draco langsung melompat dan mendekati professor Mcgonagall.

"Gadis ini menyerang Hermione. Professor Mcgonagall?" tanya Draco sambil menatap gadis itu.

"Ya!" jawab pendek Mcgonagall. Wanita itu menatap Madam Pomfrey.

"Itu tidak mungkin Poppy! Bukan hanya aku yang menjadi saksi Hermione di serang gadis ini..." Mcgonagall menatap tubuh kaku itu. "...tapi juga Harry Potter, Luna Lovegood dan Rolf Scamander. Mereka juga menjadi saksi gadis ini melempar kutukan terlarang Yunani Kuno pada Hermione!" semua orang terkejut mendengar penjelasan professor Mcgonagall, terutama Draco yang khawatir dengan keadaan Hermione.

"Apa mungkin dia di mantrai sama sepertiku?" mereka semua menatap Terry.

Terry memandang Draco yang menatapnya tajam. "Sungguh Malfoy! Aku tidak benar-benar melempar mantra itu padamu. Aku saat itu sedang di mantrai, aku bahkan tidak dapat mengeluarkan suaraku untuk memperingatkan dirimu." jelas Terry dengan rasa bersalah.

Draco yang tadi menatapnya tajam, kini hanya menatapnya datar.

"Tidak mungkin Mr. Boot! Gadis ini telah mati 24 jam yang lalu, yang artinya dia mati pagi kemarin?" Madam Pomfrey menatap tajam Terry kesal. Ayolah! Kenapa tidak ada yang percaya dengan ucapannya? Oh, ya. Dia lupa sesuatu.

Poppy mengambil tongkat milik gadis itu dan memberikannya pada Mcgonagall. "Dia memang mati 24 jam yang lalu, tetapi tongkatnya justru baru dipakai 7 jam yang lalu." ucapan Poppy membuat Mcgonagall terkejut, ia langsung mengambil tongkat di tangan Poppy.

"Benarkah?"

"Benar!"

"Apa ada orang yang memakai tongkatnya?" tanya Draco yang berdiri di samping Mcgonagall.

"Mungkin saja itu, Mr. Malfoy. Ada orang yang membunuh gadis ini lalu mengubah dirinya menjadi gadis ini dan mengambil tongkatnya untuk membunuh Hermione." Mcgonagall dan Draco menarik kesimpulan.

"Mr. Malfoy!" Draco menatap sang kepala sekolah Hogwarts.

"Kau sudah sehat, kan?" Draco mengangguk. Di antara mereka, Draco bisa dikatakan sangat sehat karena hanya dia yang terluka sedikit. Sebenarnya, Terry juga sama seperti Draco, tetapi mentalnya terluka karena perbuatannya pada Draco.

"Cepat panggil Harry Potter, Hermione Granger, Ron Weasley, Luna Lovegood, Ginny Weasley, Rolf Scamander, Neville Longbottom, Blaise Zabini dan Theo Nott kemari!" perintah Mcgonagall. Draco segera memanggil orang yang namanya disebutkan oleh professor Mcgonagall.

....................

Hermione dan Luna berjalan di koridor. Di depan mereka terlihat Ginny, Ron, Harry dan Neville. Ginny menyapa merekanya.

"Luna! Mione!" mereka tersenyum pada Ginny.

"Harry berkata kau di serang semalam. Kau tidak apa apa, kan?" tanya Ginny khawatir. Bukan hanya Ginny, tetapi juga Neville, Ron dan Harry.

"Iya. Mione di serang semalam saat aku dan Rolf sedang patroli." Luna yang menjawab pertanyaan Ginny.

"Kau patroli bersama Rolf, Luna?" tanya Neville. Luna hanya mengangguk polos pada Neville. Ron yang mengerti perasaan Neville langsung menepuk bahu sahabatnya itu.

"Aku tidak apa-apa, terima kasih semuanya." ucap Hermione memegang kedua tangan Ginny.

"Hermione!" mereka menoleh ke samping, di mana sekumpulan murid berjubah hijau mendekat pada mereka.

Pansy adalah orang yang pertama kali mendekat pada Hermione. "Kau tidak apa-apa, kan?" Pansy menepuk bahu Hermione.

Hermione mengangguk dan tersenyum pada Pansy.

"Theo dan Blaise mengatakan bahwa semalam kau di serang. Draco juga di serang oleh tiga Ravenclaw. Mereka sudah cerita semuanya." Hermione tersenyum mendengar penjelasan Pansy.

Ia terharu karena banyak orang yang perduli padanya.

Hermione menatap ke depan, di mana seorang pemuda berkulit pucat yang berpakaian serba hitam.

"Kebetulan kalian ada di sini," Draco menatap semuanya orang dan terakhir adalah Hermione.

"Ada apa Draco?" tanya Blaise.

"Kalian semua kecuali Pansy dan Daphne di panggil professor Mcgonagall ke Hospital Wings." ucap Draco menyampaikan perintah Mcgonagall.

Setelah mengatakan itu, Draco langsung pergi.

"Bloody hell!" umpat Ron menatap punggung Draco yang sudah jauh.

Hermione menatap sendu Draco, Harry dan yang lainnya dapat melihat hal itu.

"Hei! Professor Mcgonagall memanggil kita, ayo!" ajak Harry, tetapi ditahan oleh ucapan Ron.

"Kau percaya Malfoy itu?" tanya Ron.

Ginny mendelik pada Ron. Sekumpulan Slytherin yang masih berdiri di dekat mereka menatap tajam Ron, hal itu membuat Ron cengegesan.

"Ayo." ajak Harry mengabaikan pertanyaan Ron.

Bersambung.
.
.
.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro